Lucas menariknya, memeluknya, namun Mark bahkan sudah lelah hanya untuk mencoba melepaskan.

-pada akhirnya ia tetap tidak bisa membenci orang yang dicintainya. Apalagi jika ia ingat saat ia yang hampir kehilangan Lucas.

Merenung dalam kubang memori paling menyakitkan dalam hidupnya, tak lama Mark mendengar suara langkah mendekat. Jalur ini, ia sudah hapal siapa yang melewatinya.

Matanya terbuka, saat itu juga ia dihadapkan pada sosok yang menjadi duri dalam hubungannya dengan Lucas.

"Seo Jeno ..."

*

*

*

"Seo Jeno ..."

Jeno yang sedang bermain dengan kupu-kupu dalam perjalanannya menuju ke rumah mendongak. Namun, meski tahu Mark memanggil namanya, Jeno memilih untuk tidak menjawabnya. Ia hanya menatap dan menunggu apa yang ingin pemuda itu katakan padanya.

Sejak ia tahu bahwa Lucas juga mencintainya, saat itu juga ia tahu jika Mark pasti membencinya.

Bahkan sempat terlintas ingin mengatakan pada Lucas bahwa ia baik-baik saja, namun ia tahu bahwa memaksa untuk bersama pun bukan pilihan yang tepat untuk mereka.

Bahkan meski memiliki perasaan yang sama, ia tahu jika diminta memilih, Lucas pasti akan memilih Mark, mate-nya ... takdirnya ...

Bukan dirinya ...

"Kenapa kau tidak pernah hadir saat jadwal berlatih?"

Jeno memiringkan kepala, agak bingung juga ... serius Mark hanya ingin bertanya soal ini padanya?

Namun, tak ingin banyak bicara, Jeno pun menggeleng saja.

"Bisa kau jelaskan apa alasannya?"

"Aku hanya tidak mau," jawaban kekanakan dan Jeno pun berlalu. Ia tidak ingin berlatih apalagi dengan Lucas sebagai mentornya. Ia tidak ingin menyakiti dirinya sendiri.

"Kau tidak lupa padanya, 'kan? Kau hanya pura-pura tidak mengenal siapa dia ..."

Jejak langkahnya melambat, namun tidak berhenti. Jeno tahu Mark juga mengikuti. Jeno tak ingin menanggapi. Lagipula, ia akan membiarkan siapapun berspekulasi. Yang penting baginya Lucas tidak curiga. Itu sudah cukup baginya. Selain itu, Jeno tidak peduli pada apapun lagi.

"Kau menolak berlatih karena menghindarinya, 'kan?"

Jeno terkikik, "Hyung, aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan."

"Lucas ..."

Jeno berhenti. Nama itu ... kenapa nama itu masih begitu berpengaruh padanya?

"-dia menyerahkan statusnya sebagai alpha RedMoon pack dan kembali ke sini hanya untuk melatihmu. Kau tega mengabaikannya hanya karena keegoisanmu itu?"

Terhenyak. Jeno merasa jantungnya berhenti berdetak.

Namun, ia tetap berusaha tak menanggapi, memilih menjejak tanah dengan kaki kecilnya, berjalan membelah hutan menuju tempat yang ia sebut rumah.

Namun, beberapa hari kemudian ia memutuskan untuk datang.

Untuk pertama kalinya -sejak Lucas mengatakan apa yang pria itu rasa pada ayah dan appa-nya- Jeno kembali bertatap muka.

Lucas masih sama tampannya ... masih sama baiknya ... masih menggetarkan hatinya ...

Hanya saja, kini ia harus bersikap berbeda.

"Jeno-ya ... kau datang?" suara berat itu menyapa, begitu ceria, senang tampaknya. Dari sudut mata, Jeno juga melihat Mark tengah menatapnya.

Jeno mengangguk, "Appa bilang aku harus berlatih. Jadi, apa hyung yang akan melatihku agar bisa menjadi alpha yang hebat?"

Lucas tersenyum, tangan besarnya terulur mengusap helaian hitam lembut, "Tentu. Aku akan membuatmu menjadi alpha hebat seperti Ayah dan Appa-mu."

Jeno termenung sejenak, namun kalimat yang terucap dari bibir tipisnya membuat Lucas tercekat.

"Aku ingin menjadi hebat seperti alpha yang rela kehilangan tahta demi tanah dan orang yang dicintainya. Bisakah?"





 Bisakah?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Two Alpha✅Where stories live. Discover now