Twenty Five

18.1K 1K 12
                                    

Genna dengan santainya mengikuti Kepala Sekolah, dia seperti tidak melakukan kesalahan. Wajahnya datar dan tatapannya sangat dingin.

Memasuki ruangan yang sudah biasa untuknya, bahkan sebelum Nadyne berada di kehidupan Genna, dia setiap hari memasuki ruangan ini. Kejadian ini terulang kembali saat Nadyne mulai menjauh darinya.

"Hari ini apa lagi Genna?" Tanya Pak Rama menduduki singgasana miliknya

Apalagi? Pertanyaan ini mewakili banyak kesalahan yang Genna lakukan. Akhir-akhir ini Genna sering memasuki ruangan ini karena masalahnya dengan beberapa murid.

Ada sebagian murid yang memasuki rumah sakit karenanya. Hanya karena hal sepele seperti tidak sengaja melempar bola basket mengenai kakinya, menubruknya karena sedang bercanda dengan temannya. Tapi balasan Genna lebih dari apa yang mereka lakukan padanya.

Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan kepala sekolah, Genna duduk dengan santainya.

"Kamu gak bosen apa kayak gini terus?"

"Padahal beberapa bulan lalu kamu jarang ke ruangan ini. Bahkan saya tenang sekali, tapi mengapa begini lagi? Rasanya kepala saya ingin pecah, setiap hari kamu lagi, kamu lagi. Huh melelahkan. Saya harus bagaimana?" Pak Rama mengoceh sendiri, dia sudah tidak tahu harus bagaimana jika berhadapan dengan anak seperti Genna.

"Skors saya? Silahkan. Keluarin pun saya gak peduli." Genna berbicara dengan acuh, tidak peduli dia akan dikeluarkan.

"Saya tidak akan melakukan itu terhadap anak- eum maksud saya, saya tidak akan melakukan itu terhadap kamu." Ucap pak Rama tergagap seperti orang yang menyembunyikan sesuatu.

Genna memicingkan matanya, mengangkat sebelah alisnya. Kemudian mengedikkan bahunya acuh, bukannya bagus kepala sekolah tidak ingin melakukan itu padanya?

🐼🐼🐼

Setelah kepergian Genna dan Rully, perpustakaan dilanda keheningan. Nishad, Singgih dan Aileen yang sering melontarkan kata-kata lucu, saling hina, sekarang mereka diam dengan pikirannya masing-masing.

"Sekarang gue sama Singgih mau nyusul Rully, semoga aja emosinya udah stabil." Ucapan Aileen mampu memecahkan keheningan. Bukan keheningan malam, karena waktu masih menunjukkan pukul sebelas pagi menjelang siang.

"Kayaknya Lo harus telpon bokap Lo deh. Gue gak mau Genna dikeluarin dari sekolah." Perintah Aileen yang dibalas anggukan lemah Nishad.

"Good luck." Singgih menepuk pelan bahu Nishad mencoba memberi semangat. Kemudian pergi bersama Aileen.

Setelah kepergian mereka berdua, Nishad duduk termenung. Sedari tadi ponselnya menyala memperlihatkan kontak papinya, tapi dia tidak kunjung mendial nomor tersebut. Butuh waktu mengumpulkan keberanian, dia takut papinya akan menolak karena ini sudah kesekian kalinya dia meminta bantuan papinya.

Masalahnya, apakah papinya akan membantu kali ini?

Memejamkan matanya sejenak, mengumpulkan setiap keberanian "Gue harus coba dulu!" Yakinnya menelpon papinya, menempelkan ponsel yang menghubungi papinya dengan telinga kanannya.

"Hallo."

"Hallo Pi."

"Ada apa?"

"Itu anu...aku...heum anu Pi."

"Genna lagi?"

Papinya terlalu peka:)

Menghela napasnya pasrah "iya Pi."

"Papi ke sekolah sekarang!"

"Papi mau Dateng lagi?" Tanya Nishad antusias

"Iya."

GENNAIOS ✓Where stories live. Discover now