[5] Pingsan

315 205 184
                                    

Jam 09.35 wib.

Upacara penyambutan peserta didik baru masih dilaksanakan. Setengah jam lagi pun selesai, tapi sebagian ada yang goyah lalu tumbang dan pada ujungnya tim PMR pun datang untuk menolong orang yang pingsan atau yang sakit.

Emil semakin goyah, karena saking panasnya cuaca pada hari ini begitu luar biasa. Emil celingak-celinguk dan berbisik kepada Fahri bahwa ia ingin pergi ke PMR dengan cara pura-pura sakit biar tidak kepanasan lagi. Itu rencana abal-abal supaya keluar dari barisan.

“Ri, sumpah gue udah nggak kuat lagi. Gimana kalau kita cabut aja yuk. Pura-pura sakit, plis!” bisik Emil, matanya melirik ke kanan dan ke kiri memastikan yang lain tidak mendengar ucapan darinya.

Fahri menyeka keringat seraya mendengus lemas, “Boleh, gue juga nggak mau terus-menerus diam di sini. Panas banget buset, ya walaupun masih jam 10 tapi panasnya kayak jam 12 ke atas.”

“Pura-pura sakit atau pingsan, Mil?” lanjutnya menanyakan strategi apa yang harus dilakukan terlebih dahulu. Emil pun berbisik, dengan gampangnya Fahri mengangguk dan memahami semua perkataan dari teman semasa SMP nya dahulu. Meskipun, mereka tidak seakrab sekarang.

Fahri cekikikan mendengar perkataan Emil. Tapi, satu cubitan keras menusuk kulit permukaannya. Emil, benar-benar keterlaluan. Dia tidak mau orang lain mencurigai mereka berdua. Sudah ketawa-ketawa tapi ujung-ujungnya malah sakit. Kan, jadi tambah dicurigai.

Emil pingsan, Fahri sakit.

Bruk!

Ananda tepat di belakang Emil dan menangkap tubuh Emil yang tumbang, berat, dan tidak bisa menahannya lama. Jadi, Ananda pun terjungkal ke belakang. Untung saja Emil tidak tertawa saat Ananda mengalami masalah. Apalagi, Ananda membuat salah satu anggota OSIS pun ikutan terjatuh. Itu adalah ketos. Anggota OSIS yang lain terkejut melihatnya Ehan terjatuh ke aspal berlapis pasir kecil-kecil yang kotor.

“Ada yang pingsan, PMR!” perintah Ehan, menepuk kedua tangannya menautkan instruksi memanggil para anggota PMR untuk membawa tandu.

Setelah Emil berhasil di bawa dan dipindahkan ke ruang UKS. Kini, giliran Fahri yang masih belum keluar dari barisan tersebut. Rasa ingin melakukan namun gugup dan gelisah. Takut juga jika ketahuan berbohong.

Fahri pun mengadu kepada Aldi supaya percaya jika ia benar-benar sakit. Fahri menyenggol bahu Aldi. “Mm ... Gue pusing, Di. Enggak kuat lagi!”

“Terus lo mau udahan aja sampai sini, sebentar lagi juga beres upacaranya. Jangan loyo kalau jadi cowok!” mendapatkan ucapan seperti itu, Fahri enggan untuk melakukan perintah dari Emil. Ya, semata-mata Emil ingin ada teman di UKS nanti. Makanya, bilang ke Fahri. Tapi mau gimana lagi, Fahri sungguh tidak tahan lagi dengan teriknya sinar matahari yang memuncak sampai atas kepalanya dan membuat energi semakin terserap dengan keringat berlebihan dan menyebabkan sakit kepala.

“Sumpah Di, gue udah nggak tahan, pusing rasanya pala gue kek mau pecah,” keluh Fahri, memegang kepalanya yang linu dengan wajah memelas.

Aldi mencari keberadaan anggota PMR, lalu ia memanggilnya, “PMR, ada yang pusing!”

‘Ih, sumpah baik banget dia. Mau aja di tipu daya sama tingkah absurd gue. Maaf Tuhan, aku ngelakuin ini karena Emil.’

KIARILHAM【END】 Donde viven las historias. Descúbrelo ahora