3| Tendangan maut

27.8K 1.6K 35
                                    

Dia tak habis pikir melihat kelakuan adiknya. Rega menarik pergelangan tangan Diva untuk mengajaknya keluar dari kelas itu.

"Kak, lepasin..." Diva berusaha memberontak dari cengkraman Rega.

Jefan sudah gak bisa mengontrol emosinya. Dia kembali menampar Rahza. Saat tangannya baru melayang akan menamparnya. Rahza dengan cepat mencengkeram tangan Jefan untuk menahannya terlebih dahulu.

Rahza melepaskannya. "Kalau lo nampar gue sekali lagi. Tangan lo gue potong" ujar Rahza dengan ekspresi dingin layaknya psikopat.

"Berani banget lo!"

"Kenapa harus takut?! Kitakan sama-sama punya dosa, ya gak?" Rahza terkekeh puas. Ketawa Rahza benar-benar menakutkan sampai membuat semua orang merinding mendengarnya.

Jefan yang sudah terpancing emosi. Dia menendang tepat perut Rahza dengan kencang. Tendangannya yang kencang tak membuat Rahza bergerak jatuh sedikitpun. Tubuhnya hanya sedikit mundur ke belakang hanya beberapa langkah.

"Tunggu pembalasan gue." Bisiknya.

Inti Dragontrail berjalan pergi meninggalkan tempat itu yang begitu kacau. Saat jefan akan pergi. Sebelum itu dia mengangkat tangan kanannya untuk memberi jari tengah ke Rahza sebagai hadiah.

Tanggapan Rahza jelas cuek dengan hal itu. Semua murid yang ramai di depan kelas kini perlahan mereka bubar. Teman diva juga pergi dari tempat itu.

***

Rega dan Diva berdiri di depan pintu toilet. Mereka berbincang berdua. Rega benar-benar emosi dengan kelakuan adiknya yang selalu seperti itu. Inilah akibat jika seorang anak yang selalu di manjakan oleh orangtuanya. Berbeda dengan Rega yang selalu di perlakukan begitu keras.

Rega tau betul, pasti adiknya duluan yang buat perkara. Mana mungkin ada seseorang yang berani melawan Diva terlebih dahulu. Itu mustahil untuk mereka lakukan. Karena semuanya tau, kalau kelaurag Rega dan Diva orang yang berkuasa setelah keluarga Jefan.

"Lo apain dia?!" Tanyanya sekali lagi.

Diva memutar bola mata malasnya. Dengan menghela nafas kasar. "Gue gak ngapa-ngapain dia kok, gak usah lebai deh"

"Lo lihat gak, kelakuan lo tadi. Itu udah kelewatan!" Bentakan Rega tak membuat Diva takut.

"Lihat kok. Lagian, siapa suruh buat masalah sama gue." diva melipat kedua tangannya di depan dada.

Rega menggelengkan kepalanya. "Lo gak berubah ya dari dulu sampai sekarang selalu sama!"

Diva berdecih pelan. "Lo mau gue aduin ke papa?! "

Cowok itu memutuskan pergi dari sana. Sikapnya selalu seperti ini. Apa-apa ngadu ke papanya-Yuda. Tanpa membalasnya ia pergi meninggalkan diva dari sana. Rega sudah tak ingin beradu omongan dengan adiknya yang keras kepala.

***

Mereka berempat merasa ngilu melihat kepala Rahza penuh darah. Pipinya juga terlihat memar dan berdarah sedikit di ujung bibir. Akibat ulah Jefan dan Diva. Lantai putih kelas mereka penuh dengan bercak darah darinya.

"Za kita ke UKS yuk, lihat kepala lo!" Alana merasa ngilu melihat luka di seluruh tubuhnya. Dia merangkul lengan Ayana seperti biasa.

Rahza hanya mengangguk dengan ekspresi wajah yang terlihat datar.

"Yaudah yuk. Sekarang kita UKS" Reta menarik tangan Rahza menuju ke UKS.

Mereka bertiga mengikuti Reta dan Rahza berjalan menuju UKS. Rahza hanya cuek, dia tak merespon sama sekali perkataan Reta.

Kini mereka telah berhenti di depan UKS. Tanpa berlama-lama mereka berlima memasuki ruang UKS yang begitu sepi. Di dalam ruangan itu hanya ada satu suster yang berjaga seperti biasa. Suster itu sedikit syok melihat luka yang ada di wajah Rahza.

sweet but fierce (REVISI)Where stories live. Discover now