Heroes - BnHA Fanfict (Comple...

By slayernominee

63.5K 7.6K 607

Midoriya tidak menyesali dirinya yang merupakan seorang quirkless. Penyesalan seumur hidupnya justru terletak... More

Prolog
•1•
•2•
•3•
•4•
•5•
•6•
•7•
•8•
•9•
•10•
•11•
•12•
•13•
•14•
•15•
•16•
•17•
•18•
•19•
•20•
•21•
•22•
•23•
•24•
•25•
•26•
•27•
•28•
•29•
•30•
•31•
•32•
•34•
•35•
•36•
•37•
•38•
--First Route--
--Second Route--
**Vote Room**
•••••
-New VillainDeku-

•33•

884 143 27
By slayernominee

.
.
.
.
.

Ditengah udara pagi buta yang begitu dingin, Midoriya berdiri diluar jendela kamar seseorang.

Setelah menghela nafas ber-uap putih pelan, dia mengetuk-ngetuk pelan kaca jendela.

Midoriya bisa merasakan jarinya sedikit membeku saat kaku untuk dia gerakkan.

Selama satu menit menunggu, tidak ada tanggapan apapun. Midoriya pikir ketukannya terlalu pelan. Namun dia tidak bisa mengetuk lebih keras karena akan membangunkan orang lain.

Dia pun kembali mengetuk pelan, namun kali ini tidak berhenti hingga berkali-kali.

Akhirnya, beberapa saat kemudian tirai gelap yang menutupi jendela dari dalam sedikit membuka di sisi kirinya. Melihat siapa yang ada diluar, penghuni kamar itu segera membuka tirai dan jendela.

"Deku? " Bakugou melihat dengan tidak percaya.

"Hai, Kacchan... " Midoriya menyunggingkan senyum tipis.

Bakugou masih merasa seolah mimpi karena dia terbangun pada pagi buta dan melihat seseorang yang selama ini dia pikirkan semenjak hari itu. Kini Midoriya berada begitu dekat dengannya. Hanya dinding bertempel kusen jendela yang menjadi penghalang mereka.

"Kau... " Bakugou melihat gadis itu dari atas kebawah. Dia kemudian memegang kedua pundaknya. "Bagaimana kondisimu? Luka itu–"

"Aku baik-baik saja. " Midoriya menurunkan salah satu tangan Bakugou dari pundaknya. "Maaf jika aku datang saat kau tengah tidur. "

Saat ini Bakugou berpikir betapa tepatnya keputusan untuk pulang sementara kerumah. Jika tidak, Midoriya hanya akan mendapati kamarnya kosong sementara dirinya ada di asrama UA. Gadis itu itu kemungkinan tidak tahu soal dibangunnya asrama.

"Aku ingin membicarakan sesuatu." lanjut Midoriya.

Bakugou menatapnya lebih serius.

"Kacchan... apa kau menyembunyikan soal diriku dari para hero seperti rencana? "

"Ya. Meski sulit untuk menahan diri."

Midoriya tersenyum tipis, rautnya terlihat lelah. "Kalau begitu, kau bisa berhenti menahan diri sekarang. "

"Apa maksudmu? "

"Kau bisa beritahu mereka soal diriku, dan rencana kita kemarin. "

"Kenapa kau berubah pikiran? "

"Jika kau sudah bicara dengan mereka, beritahu juga jika villain league tengah merencanakan sesuatu yang baru. " Midoriya tidak menanggapi pertanyaan itu.

"Untuk saat ini mereka hanya akan menggunakan para villain kecil yang tersebar di segala tempat untuk mengacau. Kedepannya entah rencana utama apa yang akan dilakukan. "

"Mereka memanfaatkan kondisi hero yang kehilangan All Might, huh? " Bakugou mengernyit kesal mengingat soal All Might yang terluka parah pada kejadian itu dan menyebabkan hero itu harus pensiun.

"Ya... aku akan tetap disana sampai tahu rencana utama Shigaraki. " Midoriya merogoh kantong celananya. "Kacchan, berikan aku nomormu. Aku akan segera memberi kabar rencana lebih lanjut padamu nanti. Kemudian kau yang akan memberitahu para hero untuk berjaga. "

Bakugou segera mengambil ponselnya dan membagikan nomor pada Midoriya.

"Satu lagi, bisakah kau meminta agar para hero mengurusi masalah baru ini tidak secara gamblang? Jangan sampai para villain tahu jika pencegahan kalian sudah direncanakan. Shigaraki akan langsung tahu aku berkhianat jika melihat pihak hero seolah sudah tahu rencana mereka. Jika bisa, lakukan sealami mungkin. "

"Baiklah, akan kubicarakan sebaik mungkin. "

Midoriya tersenyum. "Aku akan segera kembali. Kau juga harus kembali istirahat."

"Deku. " Bakugou menahan dengan suaranya saat Midoriya terlihat akan pergi. "Kau menyembunyikan sesuatu, bukan? Apa alasanmu mengakhiri rencana kita? "

Midoriya kehilangan senyum yang susah payah dia buat. "Aku tidak lagi mencari ibuku. "

"Kau sudah menemukannya? " tanya Bakugou sedikit terkejut.

Ekspresi Midoriya menggelap. Bakugou tertegun.

"Ini sudah terlalu larut. " ujar Midoriya pelan, pandangannya sedikit menunduk. "Aku akan kembali. Istirahatlah. Jika kau mau, sampaikan salamku pada semua orang yang dulu kukenal baik. Sampai jumpa, Kacchan. "

Midoriya pergi begitu cepat sebelum Bakugou kembali menahannya. Melompati pagar dan menghilang dalam gelapnya malam seketika.

Bakugou terdiam didepan jendelanya yang terbuka. Menatap pada arah perginya gadis itu.

"Aku tahu kau memiliki banyak pertanyaan. "

Bakugou tersentak mendengar suara entah darimana. Hingga kemudian sosok Dabi meloncat turun dari atap rumah dan mendarat didepannya.

Ekspresi Bakugou mengeras. "Kau–"

"Whoa, tahan. " Dabi mengangkat dua tangannya. "Kau tidak ingin membangunkan orang lain dengan meneriakiku, kan? "

Bakugou menahan diri meski dirinya tiba-tiba merasa begitu kesal.

"Aku tahu kau membenciku, tapi aku bukan musuhmu. Aku juga bukannya berpihak padamu, tapi kini aku tidak akan melukai orang-orang Midoriya."

"Hah? " Bakugou tetap menganggapnya musuh.

Dabi menyeringai. "Baiklah, bisakah kau bersikap sedikit baik padaku karena aku yang merawat Midoriya saat dia terluka? "

Bakugou sedikit mengendurkan penjagaannya.

"Bagus. " Dabi menurunkan tangannya. "Kini aku akan memberitahumu sesuatu. "

Bakugou hanya menatap sebal sebagai tanggapannya. Dabi tidak memedulikan itu.

"Alasan Midoriya berhenti mencari adalah karena dia telah menemukan ibunya. "

"Jadi benar. " ujar Bakugou pelan.

Dabi menatap wajah lega Bakugou. "Hanya saja, ibunya telah tewas."

Mata Bakugou melebar. Wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut yang bukan main. "Apa kau bilang? "

"Setelah Midoriya kembali ke markas baru setelah selama ini berada di tempat rahasiaku untuk memulihkan diri, dia menyatakan sendiri rahasia soal dirinya yang telah mengetahui kembali masa lalunya didepan Shigaraki. Dia mengatakan itu saat Shigaraki mulai mencurigainya.

Dia mengatakan dirinya tak percaya soal kebahagiaan masa lalunya dan tetap akan berada di pihak Shigaraki. Tentu dia hanya berakting.

Shigaraki percaya asalkan rencananya besok tidak akan dibocorkan kepada hero. Namun saat Midoriya menanyakan keberadaan ibunya sebagai syarat dia tetap ada pihaknya, Shigaraki juga kembali memberi syarat untuk Midoriya segera kembali padanya esok pagi sebagai bukti tidak adanya pengkhianatan.

Aku menemaninya pergi, dan itulah yang kami lihat. Ibunya telah menjadi tumpukan abu di sebuah gedung tua.

Mereka membunuhnya entah sejak kapan. "

Bakugou mendengarkan dengan penuh ketidakpercayaan jika hal itu benar-benar terjadi. Wajahnya mengeras, dan nafasnya mulai memburu.

Dia bisa dengan jelas membayangkan seperti apa perasaan Midoriya saat melihat sosok ibunya yang dia cari-cari ternyata telah dibunuh oleh Shigaraki.

Pantas wajah Midoriya terlihat begitu lelah dengan matanya yang sedikit lebam.

"Baiklah, hanya itu yang ingin kuberitahukan padamu. " Dabi membalik badan, bersiap pergi. "Aku harus segera menyusulnya. Sebenarnya dia belum sembuh sepenuhnya, jadi aku selalu berjaga-jaga. Proses semua informasi yang kau dengar tadi dan lakukan pekerjaanmu dengan baik. "

Setelah Dabi pergi, Bakugou terdiam ditempatnya. Dia masih terlalu emosi untuk bisa kembali tidur dengan tenang.

.
.
.
.
.

Dabi menemukan Midoriya hampir tiba di gedung dan mengikutinya dari belakang.

Saat Midoriya sudah masuk, dia langsung menyandarkan pundak kanannya ke dinding dan tubuhnya merosok jatuh. Gadis itu menunduk menahan sakit di perutnya.

Dabi langsung mendatanginya setelah dia menyusul masuk. Memeriksa.

"Lihat, lukamu terbuka lagi. Kau bergerak begitu banyak sejak kemarin." ujarnya melihat darah merembes di kain baju bagian perut.

Midoriya berkeringat akibat rasa sakit. Dia tidak membalas ucapan Dabi karena tubuhnya juga lelah.

Dabi memapahnya masuk ke ruangan. Dia mendudukan Midoriya ke tempat tidur dan mengambil perlengkapan obatnya.

"Angkat sedikit bajumu. Aku akan kembali mengurus luka itu. "

Midoriya tidak punya tenaga untuk menolak, dia segera saja mengangkat sedikit bajunya dan menunjukkan lukanya yang kembali mengeluarkan darah.

Dabi duduk didepannya. Dia membuka perlahan perban di perut Midoriya yang telah berlumuran warna merah.

"Aku harus kembali menjahitnya. " Dabi memeriksa kotak obatnya dan dia kehabisan obat bius.

"Lakukan saja... " ujar Midoriya lirih.

Dia tahu jika Dabi tengah berpikir soal obat bius.

"Aku akan menahannya jika kau bisa segera menyelesaikannya. "

Dabi menatap Midoriya yang berulangkali sulit bernafas karena lukanya. Midoriya jelas tahu akan sesakit apa jika lukanya dijahit tanpa diberi obat bius, namun gadis itu menatapnya serius.

Pria itu memegang jarum dengan erat. Sebenarnya dia ingin mengepal erat dengan kesal karena merasa bodoh dengan kehabisan obat bius.

"Baiklah, aku akan melakukannya dengan cepat. " dia menatap luka membuka itu dan bersiap.

Ketika jarumnya menyentuh kulit Midoriya dan mulai menembusnya, dia bisa mendengar Midoriya yang mengerang pelan menahan untuk tidak memekik kesakitan.

Dabi menggertakkan giginya kesal. Dia akhirnya mencoba melakukannya secepat mungkin, tangannya bergerak segesit mungkin untuk segera menutup luka itu.

Lima menit berlalu, Dabi telah selesai. Demikian juga rasa sakit yang mendera Midoriya detik demi detiknya. Setelah Dabi memotong benang, Midoriya terkulai lemas setelah rasa sakit akhirnya mereda. Dia jatuh pingsan dengan bercucuran keringat, Dabi menahannya agar tidak jatuh karena masih harus memasang perban baru di perut Midoriya.

Dengan lembut Dabi membersihkan noda darah di sekitar perut Midoriya dan memasang perban dengan hati-hati.

Setelahnya dia membaringkan Midoriya. Mengusap keringat di sekitar wajah dan leher gadis itu.

Jemarinya menyingkirkan rambut yang menempel di dahi Midoriya. Dia menempelkan telapak tangan ke keningnya. "Gomen. " bisiknya. Dia berharap gadis itu bisa melakukan rencananya pagi nanti dengan baik.

.
.
.
.
.

Pukul 7 pagi.

Bakugou membuat suasana ruang guru khusus kelas kepahlawanan memanas pada waktu yang harusnya masih cukup untuk bersantai sebelum waktu mengajar dimulai.

Sesuai dengan permintaan Midoriya, Bakugou memberitahu semua guru kepahlawanan itu semua hal.

Mengetahui soal itu, para sensei duduk terdiam di kursi masing-masing yang menjadi tempat rapat dadakan setelah Bakugou meminta izin pada Nezu untuk memberitahu hal penting.

Mereka sebenarnya terkejut dengan Bakugou yang berbohong soal Midoriya pada mereka, namun berita soal tewasnya Midoriya Inko jauh lebih menguncang.

"Kejam... mereka sungguh tidak berperasaan. " Midnight sensei mengepalkan tangan kesal.

"Gadis itu menyembunyikan kebenaran dari kita untuk mencaritahu ibunya melalui jalur yang lebih cepat. Namun hasil yang dia dapat... dia sungguh malang. " Cementoss menghela nafas pelan.

"Villain league memang musuh kita yang lolos berulangkali namun kini aku rasa mereka benar-benar harus dihancurkan sekarang juga! " Mic menggeram.

"Ya, kau benar. " Aizawa yang biasanya tenang pun kehabisan kesabaran.

"Aku tahu ini berita yang membuat masalah semakin pelik. " Nezu angkat suara. "Tapi tenang sebentar. Kita sudah melacak mereka sejak saat itu, jangan hancurkan frekuensi tenang yang kita lakukan selama ini.

Terlebih, karena mereka merencanakan hal baru dan Midoriya secara langsung meminta tolong agar kita menghentikan kekacauan sealami mungkin, kita harus tenang demi gadis itu. Jika tidak, aksinya akan terbongkar dan dia kembali dalam bahaya. "

"Kita harus manfaatkan informasi penting ini dengan baik dan tanpa membuat kesalahan dalam eksekusinya. " All Might yang masih menjadi guru disana dengan wujud kurusnya berujar.

"Benar. " Nezu mengangguk. "Aku akan beritakan ini pada setiap daerah dengan hanya para petinggi pentingnya saja yang tahu. Dengan begitu mereka bisa mengatasi kekacauan yang akan terjadi dengan mulus tanpa harus menyebar luas berita ini. Meski aparat keamanan kecil tidak tahu, aku yakin mereka bisa mengurusnya sebaik mungkin.

Begitu juga daerah ini. Aku hanya akan memberitahu kepala polisi dan beberapa agensi hero saja. Barulah saat rencana utama mereka akan dilaksanakan, semua akan dikerahkan maju. "

"Bakugou shounen, kau akan segera mendapat kabar dari Midoriya mengenai perkembangan rencana mereka, begitu kan? "

"Ha'i. "

Snipe menghela nafas. "Meski dia tetap berada disana untuk memperoleh lebih banyak informasi, tapi itu berarti dia harus menghadapi Shigaraki lebih lama... "

"Jika aku jadi dia, aku tidak akan bisa menahan diri untuk tidak menghabisinya disaat aku kembali melihat wajahnya. " Mic masih terlihat sangat kesal.

Bakugou sedikit tertunduk, dia memikirkan soal Midoriya yang kini kemungkinan telah kembali ke markas baru villain league.

.
.
.
.
.

Lima hari sejak Midoriya dan Dabi telah tinggal di markas.

Hari-hari dijalani dengan senormal mungkin. Jujur, kali ini Midoriya menjalani aktingnya dengan susah payah.

Pasalnya, setiap kali dia melihat sosok Shigaraki, emosinya memuncak perlahan. Dia susah payah menahan amarahnya setiap kali bertemu atau parahnya saat bicara.

Midoriya berulangkali ingin mengeluarkan pisaunya dan menusuk villain itu saat itu juga. Namun dia terus menahan diri.

Jika amarahnya terlalu besar, Midoriya akan melampiaskannya pada latihan hariannya. Dia membayangkan tengah bertarung dengan Shigaraki dan memikirkan jalan bertarung sebanyak mungkin yang akan membuatnya menang.

Namun, selain dia sering emosi, Dabi sesekali melihatnya menatap dinding dengan tatapan kosong. Midoriya jelas masih terpukul dengan kepergian ibunya.

Dabi sering berpikir sudah sejauh apa mental Midoriya jatuh karenanya.

Dia sering mengajaknya bicara banyak hal agar gadis itu tidak terus memikirkan hal-hal buruk. Namun jika Midoriya tengah benar-benar tidak ingin bicara, Dabi tidak akan ditanggapi mau secerewet apapun dia bicara.

Bahkan bujukan-bujukan yang sebelumnya selalu berhasil, perlahan mulai tidak mempan. Midoriya sering melewatkan makannya dan berlatih terlalu keras.

Untuk saat ini Dabi cukup lega Shigaraki tidak pernah lagi menemani Midoriya berlatih. Karena jika sampai terjadi, Midoriya kemungkinan akan sulit menahan emosinya dan justru benar-benar akan membunuh Shigaraki dalam pertarungan.

Untuk saat ini Dabi mencegah Midoriya menyerang Shigaraki, setidaknya sampai saatnya mereka berdua akan berhadapan sebagai musuh nanti. Jika itu terjadi, dia akan biarkan Midoriya melakukan apapun untuk meluapkan emosinya.

Malam itu, sekitar hampir pukul 12 malam. Dabi pergi ke ruangan Midoriya. Dia sering mengecek karena seringkali mendapati Midoriya belum tidur meski sudah larut.

Seperti kali ini. Begitu membuka pintu, Dabi melihat Midoriya berdiri didepan jendelanya yang terbuka lebar. Terdiam menatap langit malam yang sebenarnya indah.

Langit dipenuhi bintang yang menyebar diantara sang bulan. Namun jelas suasana hati Midoriya tidak seindah pemandangan yang ada. Justru sekelam gelapnya malam tanpa adanya cahaya sama sekali.

"Besok akan ada pembicaraan pagi-pagi sekali. " ujar Dabi saat menutup pintu. "Aku mencuri dengar dari Shigaraki dan Kurogiri yang berbicara di ruang utama. Kurasa kau harus tidur karena akan dibangunkan awal sekali. "

Tidak ada balasan apapun. Hening. Dabi melihat Midoriya yang tidak bergerak sedikitpun dari posisinya.

Dabi menghela nafas, dia melepas jaketnya dan menyampirkannya ke pundak Midoriya. "Tidakkan cuacanya terlalu dingin untuk dinikmati?" tanyanya setelah berdiri disamping gadis itu, ikut melihat keluar.

"Tidak juga... " Midoriya akhirnya bersuara, dengan sangat lirih.

Dabi sadar semakin hari Midoriya tinggal di markas, mentalnya semakin buruk. Namun rencana mereka sudah terlanjur dilaksanakan. Akan sia-sia jika mundur sebelum mendapat hasil.

Dabi sebenarnya pernah menyarankan Midoriya untuk mundur dan dia yang akan menggantikan posisinya mencaritahu rencana utama. Namun Midoriya menolak, dia tidak akan mundur.

Dia tidak lagi pernah bicara soal mundur dari rencana, namun melihat semakin buruknya kondisi Midoriya membuatnya kembali was-was.

"Ingin pergi keluar? Berjalan-jalan sebentar akan membuatmu cepat mengantuk. " Dabi menyarankan apapun yang mungkin bisa membuat suasana hati Midoriya membaik.

"Kau bilang cuaca terlalu dingin untuk dinikmati..." Midoriya sama sekali tidak mengalihkan lamunannya dari langit malam.

"Yah, berjalan akan membuat tubuh sedikit hangat. Tidak mau? "

"Aku tidak yakin itu akan membuatku mengantuk.. "

"Coba saja. Ayo. " Dabi mengandeng Midoriya pergi dari depan jendela kamarnya dan pergi keluar.

.
.
.
.
.

To be continue--
.
.
.

Author--

Ahem.

Gini, kayanya udah mau deket-deket ending. Bukan chapter besok, masih ada berapa chapter lagi. Ternyata engga sepanjang yang author kira pas awal bikin ini buku, haha.

Tapi gpp, kalo mau ending, otomatis author bakal publish buku baru.

Jadi, tunggu aja pengumuman soal buku barunya di chapter-chapter besok yak.

Juga, author mau nanya nih.

Pada suka yang mana sih,

Happy ending?

Bad ending?

Atau malah double ending kaya buku I'm Happy Thankyou?

See ya next chap!

Continue Reading

You'll Also Like

538 150 19
"Halo semua." Vlad King memberi hormat pada ekspresi kaget Kelas A. "Uh ..." Iida adalah orang pertama yang melepaskan diri dari keterkejutan, menga...
2.2M 108K 45
•Obsession Series• Dave tidak bisa lepas dari Kana-nya Dave tidak bisa tanpa Kanara Dave bisa gila tanpa Kanara Dave tidak suka jika Kana-nya pergi ...
21.4K 2.3K 32
UDAH END BUKAN BERARTI KAGAK MINTA VOTE!!!! "Aku memberimu berkat hidup abadi. Bukan umur panjang dimana kau akan ditinggalkan oleh orang-orang yang...
32.1K 2.4K 13
Kumpulan Oneshoot Haikyuu AU!! Dengan berbagai jenis genre di dalamnya. So, Hope you enjoyed my Story (๑・ω-)~♥"