Metanoia

By chocoxltes

113K 7.1K 2K

|| s e q u e l of Married Enemy Ini tentang bagaimana aku melupakanmu, tentang aku yang hidup di hantui mas... More

// tentang bagaimana tanpamu
// the boy who i hate
// the boy
// be friend
// again
// one fun day
// sebuah cerita
// keluh kesah
// what a day
// what a day (2)
// rasa
// the old side
// kencan?
// kencan? (2)
// membuka hati
// cerita lama
// pengungkapan rasa
// takut
// masa lalu
// double date
// deep talk
// promise
// our future
// bertukar cerita
// pergi lagi
// lost control
// berubah lagi
// the boy who i hate (2)
// keera bet
// penjelasan
// the day
// drunk
// malika side
// khalid
// safe place?
// a party
// pesan singkat
// mine
// a cold boyfriend
// lika
// satu bulan berharga
// yellow
// break up
// him

// nikah muda?

2.8K 154 25
By chocoxltes

Sudah dua minggu hubunganku dan Arden berjalan lancar dengan penuh canda tawa. Dua minggu kami membuatku sangat yakin bahwa Arden laki-laki baik tidak seperti Cameron bilang, nyatanya Arden selalu ada buatku dan support aku ketika ada masalah tugas. Bang Drico sudah balik ke Bandung dan aku kembali ke apartemen karena bila di rumah jaraknya cukup jauh dan membutuhkan waktu banyak untuk ke kampus belum lagi macetnya Jakarta. Soal dari acara mengenali Arden kepada teman-teman Cameron aku akhirnya memilih untuk tidak terlalu berhubungan dengan mereka lagi, bahkan minggu lalu mereka sparing futsal yang biasanya aku ikut untuk menghibur diri sekarang aku memilih untuk tidak ikut.

Setidaknya Arden membutuhkan kepercayaanku, bagian masa lalunya berhubungan dengan pertemanan sementara aku berhubungan baik dengan teman Cameron. Setidaknya beberapa bulan ini aku tidak banyak kontak langsung dengan mereka untuk membuat Arden yakin.

Siang yang terik ini aku tengah menunggu Arden di kantin sendirian karna Keera sedang ada kelas sementara kelasku sudah selesai. Aku sudah memesan makanan biar Arden datang ia bisa langsung menyantapnya tanpa harus menunggu lagi karna Arden berangkat dari Depok yang membutuhkan waktu lama kesini. Aku menatap layar ponsel disana Arden mengirimku pesan bahwa ia sudah berjalan ke arah kantin, rasanya masih deg-degan padahal sudah dua minggu bersama. Dan disanalah Arden berjalan memberi senyum ke arahku membuat senyumku mengembang mendapati Arden. "Hai! Maaf nunggu lama," sapanya sudah duduk di depanku membenarkan baju.

"Tenang aja ih. Oh iya gimana skripsi udah selesai?"

"Udah kok tinggal ngasih, terimakasih ya udah nemenin ngeskripsi terus," katanya seraya mengusap kepalaku dalam senyum.

Aku mengambil sendok dan garpu lalu menaruh di piring Arden, "Selamat makan Arden!"

Ia tersenyum senang memulai menyantap makanan pesanannya. "Serius nih enak ayam bakar nya?"

"Ih enak, gak percaya banget dah,"

"Kapan-kapan ke kampus aku dong makan di kantin sana kita,"

"Boleh! Soon ya?"

Arden mengangguk. Aku sangat senang dengan gaya pacaran kami maksudnya sangat sehat. Saling support, saling mengerti dan menyesuaikan. Aku juga senang Arden cukup dewasa walaupun terkadang masih was-was karena masa lalunya, tapi tak apa aku mencoba untuk mengerti dengan keadaan Arden. "Oh yaa... Mamaku kaget tadi pagi pas bangunin aku," ujar Arden memulai cerita.

"Kaget? Kagetin apa tuh?"

Arden tampak menyengir disana membuatku ikut menyengir walau tidak tau apa yang lucu. "Jadi... Mama  aku hari ini terakhir di Jakarta terus bangunin aku kan buat sarapan, terus hapeku bunyi ada nama kamu nah Mama otomatis kepo kan... pas liat nama kontakmu sama lockscreenku Mama makin kenceng bangunin aku. Terus pas aku bangun nanya-naya yaudah aku jelasin kalau kamu pacar aku, Mama minta dikenalin deh secepat mungkin."

Aku dibuat terdiam beberapa saat terkejut dengan apa yang Arden bicarakan. Aku akan berkenalan dengan orang tua Arden? Rasanya sangat spesial buatku mendengar orang tua Arden ingin berkenalan denganku. Sudah lama tidak merasakan ini. "Hah? Serius ih kaget... aaah lucu banget!!!"

Arden tertawa melihat wajahku memerah mungkin. "Kecepatan, ya? Apa gimana? Mama kaget karena udah lama banget aku gak berhubungan Na, sampai Mama khawatir aku masih normal apa enggak,"

"Iya aku ngerti kok, enggak kecepatan juga cuma kaget aja gitu Mama kamu sesenang itu mau ketemu aku,"

"Kamu mau kapan?"

"Ha...hah?"

"Iya, kamu bisa kapan? Aku nyesuaiin kamu aja daripada kamu heboh sendiri pas Mama aku yang jadwalin,"

"Eh... secepatnya, ya?"

"Iyaa tapi kalau kamu nggak bisa ya sebisamu aja,"

"Ih! Masa Mama minta cepat aku ngelunjak. Yaudah besok aja Den, kamu sibuk nggak? Soalnya aku ada presentasi minggu ini besok doang kosong karna ada yang gak bisa kelompok aku,"

Arden mengangguk, ia tersenyum senang kupastikan itu. "Oke, besok tapi Mamaku hari ini pulang ke Bandung, gimana dong? Mau gak mau nginap?"

"Hah? Yah... yaudah aku usahain deh ntar aku coba ngomong sama kelompok aku dulu,"

Arden mengangguk setuju. "Terimakasih Anna udah mau ngeluangin waktu."

🦋🦋🦋

"Mama Almaaaa!"

Hari ini Mama Alma ke apartemen untuk mengunjungiku karena saat aku masuk rumah sakit Mama tidak bisa jenguk karena ada urusan. Disana Mama memelukku erat membawa tentengan paper bag besar yang ia taruh di ruang tamuku. "Anna sehat kan udah enggak kenapa-kenapa lagi? Maaf Mama baru jenguk kamu sekarang Mama sibuk banget ngurus kantor kadang harus di handle sama Mama sendiri," jelas Mama Alma seraya merapihkan bajunya sebelum duduk.

Aku memberikan botol minuman teh dingin dari kulkasku ke meja agar Mama bisa minum karena cukup jauh berjalan ke towerku. Aku memberi senyum dengan gelengan, "Enggak papa Mah Anna ngerti kok! Anna udah sehat juga puji Tuhan, Mama gimana? Jangan capek-capek nanti drop Mama kan ada anemia," ujarku memperingati penyakit yang Mama derita.

Mama Alma meneguk setengah minumannya dan memberi seulas senyum padaku. "Iyaa sayang... Mama juga usahain gak banyak aktifitas di luar. Gimana kuliahmu? Anna udah punya pacar belum?" Tanya Mama Alma untuk kesekian kalinya. Aku mengerti mengapa Mama menanyai itu terus menerus, tapi untuk saat ini aku sudah mempunyai jawaban untuk Mama Alma hanya saja rasanya seperti bersalah seakan aku sedang ketawan selingkuh.

"Emm... Mama Anna bingung gimana bilangnya rasanya—"

"Kayak kepergok selingkuh, ya?" Tanya Mama di akhiri tawa membuatku menyengir kuda. "heh! Mama justru senang Anna kembali dicintai sama laki-laki yang lebih baik dari Cam. Karena Mama tau laki-laki yang kamu pilih buat jadi pasangan kamu pasti laki-laki yang baik. Iya kan Anna?" Lanjut Mama Alma di akhiri tanya memberi kesan menyakinkan.

Lantas aku mengangguk kaku, "I—iyaa... aku harap."

Mama tersenyum penuh arti padaku, ia meraih tanganku dan menggengamnya erat. "Mama sayang banget sama Anna dan Anna berhak kembali bahagia walaupun bukan lagi dengan Cameron. Anna tetap jadi anak Mama, tetap jadi menantu Mama satu-satunya. Jadi kamu jangan merasa aneh ya buat kembali berhubungan, jangan sungkan buat cerita ke Mama, oke?" Ujar Mama menyakinkanku. Rasanya bahagia tapi juga sedih. Campur aduk. Mama Alma baik sekali dan aku merasa beruntung bisa kenal Mama Alma, mempunyai keluarga seperti Mama Alma.

Aku langsung saja memeluk Mama Alma, "Aku sayang Mama! Sehat-sehat ya Mah! Tapi..." Aku melepaskan pelukan dan menatap Mama membuat wanita paruh baya itu menatapku kebingungan. "Iya? Kenapa Na?"

"Besok Anna ketemu orangtua pacar aku..."

"Waah... bagus dong!"

"Iyaa... tapi kan cepet banget Mah..."

"Tandanya keluarganya baik dong mau tau siapa perempuan yang bisa dapetin hati anaknya? Biasanya sih pasti pemilih,"

Secepat kilat aku menepuk tanganku kencang, "Bener! Ih Mama kok tau?"

"Pengalaman Mama pas muda Na. Mau liat dongg si cowok beruntung yang dapetin kamu..."

Aku menatap Mama Alma malu layaknya sedang di godai. "Aaah... malu ah gak mauu..."

"Ih! Liat dong kepoo tauu!"

Jam menunjukan pukul 18.30 malam Mama Alma sudah pulang meninggalkanku untuk bersiap ke rumah orang tua Arden di Bandung yang berarti aku akan menginap. Aku sudah memberi tahu kedua orangtuaku begitu juga Bang Drico yang sangat antusias dan rencana kami akan bertemu sebelum pulang kembali ke Jakarta berhubung aku sangat merindukan keponakanku.

Sudah sepuluh menit berlalu tanganku masih saja berkeringat, jantungku berdebar tidak karuan membayangkan bagaimana saat aku sudah sampai dirumah Arden. Oh Tuhan... padahal dulu aku tidak segugup ini bertemu Mama Alma mungkin faktor perjodohan. Ponselku berbunyi disana terlihat Arden memberiku pesan bahwa ia sudah berada di tower langsung saja aku mengambil bawaanku dan turun ke bawah. Bahkan jantungku semakin berdegup kencang untuk bertemu Arden. Lift terbuka aku menatap jelas Arden berdiri dengan kaos abu-abu tua di lapisi kemeja flanel hitam, celana hitam panjang dan sepatu  Vans old skool berdiri tepat depan lift dengan cengirannya menyapaku tengah terkejut akan kehadiran Arden. Ia meraih bawaanku dan merangkulku, "Ciee mau ketemu Mama Papa," ledeknya semakin membuatku gugup. "udah tenang aja Mama sama Papa gak gigit kok, paling nyubit aja dikit," lanjutnya lagi mencairkan suasana.

Aku menyengir, "Lawakan lo agak bikin merinding bos monmaap,"

Arden mengacak rambutku gemas, "Tenang aja sayang kan ada aku ntar di bantu kalo di wawancarain Mama Papa," katanya beralih memegang erat tanganku ke arah parkiran.

Di perjalanan suasana sangat hangat Arden menceritakan soal masa kecilnya, begitupun aku lalu ke rest area untuk membeli cemilan dan membeli kopi agar Arden terjaga karena perjalanan akan cukup panjang melihat keadaan jalanan cukup lumayan ramai malam itu. Sesekali aku tertidur lalu terbangun hingga Arden menyuruhku tidur sesambil menghelus kepalaku hingga aku terlelap. Aku benar-benar merasa nyaman dengan Arden dia sangat bisa membuatku merasa terjaga bahkan semua perlakuannya sungguh membuatku hangat. Bila ditanya bagaimana perasaanku kepada Arden... aku mulai lebih menyayanginya, rasanya ingin terus ada untuk Arden, ingin terus bersama. Rasa yang dulu aku rasakan ketika memulai membuka hati untuk Cameron. Bicara soal Cameron aku harap Cameron bisa melihat dari atas sana, di antara bintang dan bulan menjagaku, melihatku kembali bahagia karena itu permintaan yang ia mau sejak ia pergi. Aku sudah membayar janjiku Cam, hutangku sudah lunas bahwa aku sudah kembali bahagia. Semoga saja Arden menjadi terakhir dan tidak membuatku terluka karena aku tidak mau kamu sedih di atas sana, aku tidak mau kamu melihatku kembali terpuruk. Karna sekarang bahagiaku adalah bahagiamu kan Cam?

"Hey... sleeping beauty wake up! Udah sampe tau,"

Aku perlahan membuka mata mendengar beberapa kali Arden memanggilku, aku menatap sekeliling ternyata kami sudah berada di sebuah perumahan. Mataku langsung saja beralih ke arah ponselku menatap sekarang pukul berapa. "Udah jam satu pagi, sayang. Ayo bangun apa mau di gendong nih?" Segera aku terduduk tegak mendengar gendong sadar bahwa beratku sudah naik 2 kilo.

"Iya, iya bangun ini sabar dulu... Mama Papa nunggu di dalem?"

Arden menggeleng, ia keluar dari mobil mengambil bawaanku dan bawaannya ke depan pintu mobil duduku. "Ayo, Mama Papa udah tidur duluan tadi di chat bilang, tenang aja Na," katanya di akhiri kekehan membuatku menghela lega. Aku mulai memasuki rumah Arden yang cukup luas, sementara Arden mengunci pintu rumahnya. "Sini ke atas aja langsung ke kamar," ujar Arden seketika membuatku kembali berdegup kencang.

Arden menatapku melihat perubahan wajahku yang panik, ia tertawa disana, "Beda kamar kok kan belum boleh atuh kamu ih,"

Langsung saja aku berlari kecil mengikuti Arden menaiki anak tangga, Arden membuka pintu kamar yang tertata sangat rapih bahkan aku bisa melihat jelas foto-foto dan beberapa koleksi mobil mainan yang kupastikan ini kamar Arden. Cat kamarnya berwarna abu-abu, memasuki kamarnya di sambut dengan wangi kamar milik Arden, wangi yang sama di kos milik Arden. "Ini kamar kamu Den?" Tanyaku menyakinkan, memasuki kamar Arden seraya menatap sekeliling kamar Arden.

"Iyaa anyway pardon me kalo ada barang-barang yang aneh-aneh gitu ya,"

Aku menoleh cepat ke arah Arden dengan alisku sudah menaik satu. "Eh.. iya dari mantan aku putus di jakarta kan, terus ngurus persiapan skripsi jadi keluarga aku yang ke Jakarta terus jadi gak sempat beresin, apa mau di kamar lain—"

"NGGAK! Gak, aku disini aja." Tegasku. Oh ini rasanya kembali cemburu. Ini wajar kan? Maksudku... walau perasaan Arden sekarang sudah kepadaku barang pemberian dari masa lalu pasti akan berdampak sekali. Ahh... sudahlah aku tidak boleh egois lagi pula Raven sudah menikah.

Arden menyengir melihat raut wajahku, ia menarikku dalam dekapannya, mencium puncak kepalaku lembut. "Nggak Anna, aku gak akan flashback atau apapun itu. Cuma kamu, cuma kamu yang sekarang aku pikirin. Walaupun Raven dulu sempat sangat aku sayangi tapi dia masa lalu aku sekarang aku punya kamu, si Anna yang lucu ini.. yang lagi ngambek... masa depan aku, ya apa enggak?"

"IYA!" Sahutku cepat.

Arden mempererat pelukannya, "Lucu banget sih! Yaudah istirahat lagi sana pasti pegel..." Arden melepaskan pelukan dan mengambil beberapa barang di meja nya. "Ini barang dari Raven aku taro luar dulu ya," katanya. Mataku teralih menatap boneka besar di ujung kamar membuatku menghampiri boneka itu. Di pelukan boneka itu ada bingkai foto Arden bersama sosok perempuan dengan senyum manisnya ke arah kamera memperlihatkan bagaimana bahagianya bersama Arden.

"EHH!!" Jeritku. Arden menutup kedua mataku dengan tangannya siagap, "Heh! Aduuh... jangan nyakitin hati kek udah tau damage nya gede liat gituan, udah gak usah liat-liat ah!" Omelnya membuatku terkekeh. Aku melepas paksa tangan Arden dari wajahku.

"Iiih, gapapa kok aku percaya ini gak ada apa-apanya sama sekarang kita. Ya kan, Den? Udah tenang aja gak usah repot besok pagi aja kamu beresin, oke? Aku gak liat-liat deh... tapi ini lucu loh," percayalah ada rasa sakit sedikit melihat kemesraan Arden dengan Raven. Hanya saja aku tidak boleh egois aku harus dewasa. Aku bukan lagi remaja yang masih bimbang.

Arden menghela, "Yaudah tapi yang aku bawa tetep aku ambilin. Bentar ya!" Arden berlari keluar kamar membuatku menyengir dan memilih ke ranjang untuk kembali menatap sekeliling kamar Arden.

Kamarnya sangat rapih dan terjaga, bahkan Arden menata dengan baik koleksinya. Arden sangat idaman... kamar Arden juga cukup dingin karena AC nya dan juga keadaan bandung di malam hari tetap membawa suasana dingin di malam hari walaupun di dalam rumah.  "Haii! Udah aku taro gudang, oh iya aku tidur di kamar sebelah persis kalo ada apa-apa ketuk aja, Mama Papa kamarnya di bawah, di depan kamarku itu ada kamar ade aku besok kenalan yaa... yaudah kamu istirahat, aku ke kamar ya? Apa mau di temenin dulu sampe tidur? Ini ada speaker bluetooth kalo mau dengerin lagu tidur, ada TV juga kalo mau nonton film atau youtube bisa," cerocosnya.

"Temenin... sampe bobo, ya?" Pintaku.

Arden berdeham, aku mengerti bahwa Arden tidak menyangka dengan pilihanku. Lagi pula dirinya menawarkan jasa temani sebelum tidur jadi aku boleh memilih itu bukan? "Ha—ah? O...okee.." Katanya gugup aku bisa melihat jelas ia menggaruk kepalanya mengundang tawaku.

Arden tampak lucu disana bingung bagaimana cara duduk yang tepat untuk menemaniku. "Kurang ajar lu Na." Komentarnya semakin membuat tawaku menjadi-jadi. "Lagian nawarin."

Arden mendelik sementara aku mencari tempat nyamanku di atas paha Arden. Ia menghelus kepalaku, sementara tangan satunya menghelus keningku lalu turun ke pipi. "Selamat tidur Anna, mimpi indah yaa..."

🖤🖤🖤

Aku terbangun, membuka mataku perlahan lalu teruduk cepat menyadari aku sedang berada di kamar laki-laki seketika aku lupa bahwa aku sedang berada di rumah Arden. Mataku langsung mencari sosok Arden tapi nampaknya Arden kembali ke kamarnya. "Ih... gue kira bakal tidur bareng karna dia ketiduran. Idaman banget anjir Arden... tolongin gue siapapun!!!" jeritku menyadari bahwa Arden bukan tipe lelaki yang mencari keuntungan dalam kesempitan. Arden tetap memilih tidur di kamarnya dan meninggalkanku tertidur pulas di kamarnya. Arden sangat menjagaku.

Aku langsung saja ke kamar Arden, mengetuk dan membuka pintu kamar dan tebak apa yang kudapatkan... lelaki itu tertidur dengan celana pendek dan telanjang dada. Padahal masih pagi kenapa keadaan sudah panas saja. "He'em... mampus lo Na ngerasain jadi Cameron pas lo sembrono..." Aku meringis mau tak mau mendekat untuk membanguni Arden karena tidak memungkinkan aku ke bawah sedangkan aku belum mengenal orang tua Arden.

"De...Ardenn... bangun dongg aduh ituu kemana-mana Yallah, Tuhan Yesus, mati beridiri gue liat ginian ih. Arden... bangun begoo aelah!" Aku mengguncang tubuh Arden sementara tangan kiriku berusaha menutupi mataku.

"Hngg—emm... iyaa..."

"Bangun! Arden bangun yuk... jangan bikin anak orang dosa yuk gak baik..."

"Heeh..."

"Den..."

"Hm..."

"Den jangan sampe gua panggil ambulan gara-gara mata gue bintitan!"

"Ap—HAH?!" Seketika Arden terbangun menutupi bagian bawah refleks sementara aku meloncat kaget memegangi dadaku. Ini apaan sih.

"Aishh! Gue kira celana gue terbang kemana sampe bilang mata kamu bintitan, ish!" Omelnya.

Aku geleng-geleng kepala, "Liat itu lo telanjang dada, jelek! Gak baik tau pagi-pagi dapet pemandangan begini! Hih."

Arden meraih kaos oblong abu-abunya, memakainya lalu kembali tidur. "Liat aja sih, gak apa," ucapnya tanpa berdosa. Jadi ternyata Arden memancing seorang Anna? Dia belum tau saja bagaimana agresifku mengingat dulu saat bersama Cameron.

"Dah deh mending bangun ayo, udah pagi gak enak sama orangtua kamu tau! Ayooo..."

"Lima menit lagi..."

"Ih gak ada itu lima menit!"

"Dua menit..."

"Nggak!"

"Semenit..."

"Gaaaakkk!!!"

"Setengah menit..."

"Nopeeee!"

"Ish... sedetik!"

"Udah sedetik! Ayo bangun cepet!"

"BANG ARDEN PACARAN DI KAMAR NAJIS!"

Seketika aku menatap ke pintu kamar di sana nampak laki-laki jangkung dengan rambut acak menatap jijik ke arah ranjang. Arden sudah terduduk mengusap wajahnya, "Berisik lu goblok!" Teriaknya dengan suara berat sementara lelaki itu menyengir menutup pintu kamar.

Bolehkah aku jujur? .... Adiknya Arden ganteng banget... kupastikan banyak sekali yang naksir dengannya begitupun dengan aku... aww! "Heh!" Aku menatap Arden terkejut, menyengir kuda. "Adek gue cakep emang, jangan pindah hati gitu aja dong," kata Arden seakan membaca pikiranku.

"Eheheh, iya ganteng banget woi! Mau kejang-kejang gue barusan, ini mimisan bentar—"

"Gak gue anterin pulang ke jakarta lu ya!"

"Eh ampun! Iya, iya enggak kok biasa aja."

Arden memutar bola mata malas dan beranjak dari ranjang, "Ayo ke bawah."

Menuruni tangga jantungku tidak karuan berdetak kencang, seketika Bandung terasa seperti di neraka, sangat panas. Arden meraih tanganku, mengenggamnya dan disanalah kedua orangtua Arden. "Pagi Mah, Pah,"

"YAAAMPUN ARDEN BAWA CALON MENANTU MAMA AAAAAH!!!" Mama Arden memelukku erat yang langsung kubalas pelukan itu. Oh Tuhan benar-benar reaksi yang tidak kuduga. "Ih, cantik banget kamu! Sini, sini Tante udah buatin roti bakar sama Teh nih," Mama Arden menarikku ke meja makan di depanku ada Adik Arden yang memberiku senyum manisnya... wah tidak baik sekali bagi hatiku yang sangat menyukai cogan.

"Halo Om, selamat pagi..." Sapaku kepada Papa Arden, menyalam punggung tangannya. "Halo... siapa namanya?"

"Anna Om,"

"Ooh Anna, udah lama sama Arden?"

"Udah kenal tiga bulanan Om..."

Papa Arden hanya mengangguk senang disana tak lama juga Arden duduk di samping kananku, mengacak rambutku gemas. "Ini di makan... Anna mau cokelat, stroberi apa selai kacang?" Tanya Mama Arden yang sudah sibuk di meja makan menyambutku. Sangat hangat berada di keluarga Arden. "E..ehh... cokelat aj—"

"Ini... cokelat sama stoberi, makan yang banyak ya! Nanti kalau kurang dibuatin lagi," potong Mama Arden sudah menaruh piring di depanku dengan 2 roti di atas piring tersebut.

Aku tersenyum mengangguk, memulai memakan roti bakar tersebut. "Anna ya? Anna kuliah dimana? Sekampus?" Tanya Mama Arden lagi.

"Enggak Tante, aku di Atma Jaya di Jakarta,"

"Lho... jauh dari Depok toh... lho terus kalian gimana kenalnya?"

"Ituu... dikenalin sama Alan Mah, biasa tukang jodoh eh nyantol di Anna akhirnya," jawab Arden di balas anggukan kedua orangtua Arden.

"Terus... kapan nikah?"

Saat itu juga aku terbatuk layaknya ingin mati. Benar-benar tidak kuduga. "Aish! Si Mama!" Omel Papa Arden sementara Arden sibuk menepuk punggungku seraya menyodorkan minum. "Eh... ih maaf aduh Tante abisan kesenengan Arden masih suka cewek terus tiba-tiba ngenalin yang geulis kayak kamu..."

Aku terkekeh, "Iyaa... gapapa Tante Annanya kaget aja,"

"Soalnya nih ya si Arden bilang mau nikah muda gak mau keulang lagi, nah makanya Tante tanyain bener enggak,"

Arden meringis menatapku, "Iy..iyaa Mah, tenang aja. Udah pasti itu tapi liat keadaan juga di Anna masa aku maksa anak orang nikah,"

"Emang Anna belum mau?"

"Mama ih..." Tegur Papa Arden membuat Mama Arden meringis senyum. "Uh...oh... Anna belum tau Tante soalnya Anna baru masuk kuliah lagi gak mungkin putus kuliah lagi..."

"Yang penting mah halal dulu urusan cucu Tante gak buru-buru hihihi..."

Arden menepuk keningnya saat itu juga membuatku terkekeh, "Arden bisa tahan kan?" Lanjut Mama Arden semakin membuat Arden frustasi dengan ucapan Mamanya. Aku cukup menikmati sarapan pagi ini melihat wajah Arden yang tidak terkontrol. Walaupun aku juga cukup terkejut tapi aku bisa mengerti mengapa Mama Arden sangat meminta kejelasan hubungan ini.

Continue Reading

You'll Also Like

4.7M 34.6K 30
REYNA LARASATI adalah seorang gadis yang memiliki kecantikan yang di idamkan oleh banyak pria ,, dia sangat santun , baik dan juga ramah kepada siap...
718K 140K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
1.6M 134K 29
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
4.8M 177K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...