Metanoia

By chocoxltes

113K 7.1K 2K

|| s e q u e l of Married Enemy Ini tentang bagaimana aku melupakanmu, tentang aku yang hidup di hantui mas... More

// tentang bagaimana tanpamu
// the boy who i hate
// the boy
// be friend
// again
// one fun day
// sebuah cerita
// keluh kesah
// what a day
// what a day (2)
// rasa
// kencan?
// kencan? (2)
// membuka hati
// cerita lama
// pengungkapan rasa
// takut
// nikah muda?
// masa lalu
// double date
// deep talk
// promise
// our future
// bertukar cerita
// pergi lagi
// lost control
// berubah lagi
// the boy who i hate (2)
// keera bet
// penjelasan
// the day
// drunk
// malika side
// khalid
// safe place?
// a party
// pesan singkat
// mine
// a cold boyfriend
// lika
// satu bulan berharga
// yellow
// break up
// him

// the old side

4.2K 190 27
By chocoxltes

"Apa sih Annaaa?"

Galau, kalau kata orang-orang sih galau. Iya, aku sedang merasakan galau seharian ini rasa bingung tentang rasaku pada Arden, bingung bagaimana sebaliknya dia padaku, bingung aku harus apa, dan lainnya. Berakhir aku di depan Keera yang memakan bakso di kantin menatapku kesal karena aku yang bicara jadi tidak jadi. "Na! Ih kenapa sih lo?!"

"Sumpah, gak tau Ra gue gelisah banget,"

"Apaan, gelisah apaan? Ini bakso gue pedes banget, anjir jangan cari masalah apa pala gue pening bet lagi,"

"Udah, udah gak usah cerita lah,"

"Cerita ah, udah cepetan,"

Aku menggeleng, "Gak, gak!"

Keera menatapku sinis sesambil mengunyah baksonya kepedasan, "Cerita ah, jangan sampe gue bilang ke Arden lo minta di tembak!" ancamnya.

"Asal banget sih lo! Ntar deh gue cerita,"

"Sekarang, sekarang gue lagi pedesan nih, mulut mau nyinyir,"

"Gue mau nanya... Arden sama gue ada apa sih?"

Keera menatapku heran, "Apa, ada apa maksud?"

"Ada niat apa?"

"Mau deketin lo? Kayaknya sih gitu, dia kan udah lama jadi sadboy ditinggal nikah,"

"Hah? Beneran?"

"Iya, cewek nya selingkuh ena-ena, tapi Arden gak tau tiba-tiba pas ketemuan ceweknya udah buncit," jelas Keera santai.

"Udah gila," sahutku tidak percaya.

"Ya, kan? Emang kurang ajar tuh cewek, dari awal gue udah gak suka sebenarnya tapi Arden nya bucin banget kayak apaan tau, ew. Dasar lonte."

Aku sontak memukul lengan Keera memberi tau bahwa ucapannya terlalu kasar. "Begi, lanta lonte aja ih,"

"Mulut gue lagi gak bisa ngontrol, tapi bener kan? Terus Arden itu punya adek cowok, ganteng banget tahun ini lulus SMA tapi pendiem kalo lagi bawel sih bawel. Arden anaknya badung tapi kalo bucin dijaga banget, gue harap sih lo bakalan jadi sama dia karna gue udah tau bentukannya," jelasnya memperdalam.

Aku ber-oh ria mendengar cerita Keera tentang Arden. "Mau nanya apa lagi soal Arden?" tanya Keera lalu meneguk habis minumnya.

"Gak tau ah, gue bingung gitu takut gue bakal sakit hati lagi, Ra gue udah capek main-main mau yang serius aja gitu loh,"

Keera mengangguk ngerti, "Kayak Alan gitu, ya? Heheh. Tapi gue jamin Arden nggak berengsek kok dia bener-bener jaga banget, yang kemarin aja dia nangis pas tau hamil ceweknya karena dia bener-bener jaga kayak gak nyangka aja gitu mereka gak pernah ngapa-ngapain terus hamil tiba-tiba, dihamilin siapa tuyul? Asli masih kesel itu cewek gak mau ngaku tauuu, soalnya Arden kaya sementara selingkuhannya begitu deh. Matre juga ya si lonte, baru nyadar gue,"

Aku geleng-geleng kepala mendengar ocehan Keera dengan kata-kata kasarnya. Keera jarang berbicara lantang seperti itu kecuali ia benar-benar marah atau sedang memakan makanan pedas yang mengundang amarahnya. Percayalah Keera sahabat yang baik. "Udah ah lo julid banget kalo lagi kepedesan, gue mau ke toilet dulu,"

Keera mengangguk acuh tak acuh sibuk dengan baksonya. Aku berjalan di lorong kampus sesekali tersenyum sapa ke beberapa orang yang sempat sekelas bareng. Baru saja ingin berbelok ke toilet aku melihat jelas sosok Arden tengah berlari kecil dari arah parkiran. Cepat-cepat aku berbelok ke toilet, mengatur napasku. Entahlah kenapa aku bersembunyi tapi percayalah jantungku berdegup kencang. Aku berlari kecil ke wastafel mencuci mukaku dan menatap wajahku di kaca. Bodoh. Aku kan memakai riasan wajah, sungguh Anna yang bodoh. "Anjir gak bawa make up lagi, mampus gue kayak mayat hidup dah,"

Segeraku pakaikan liptint yang kubawa untuk kutaruh tipis di bibir dan pipiku, setidaknya ada warna cerah di wajahku. Aku keluar dari toilet kampus dengan hati-hati menahan rasa gugupku karena Arden, tapi Tuhan tidak berkehendak padaku. Arden sudah berdiri di depanku dengan senyum disana membuatku menciut malu. "Kok pas liat gue langsung masuk sih, aturan disapa dulu tau,"

Aku menyengir kuda, "Iya, gue kebelet banget tau,"

Arden terkekeh, "Itu mata ngapa dah?" Arden mendekatkan wajahnya padaku dengan tatapan menyelidik. "Hah? Apaan, kenapa?"

"Itu mata lo item-item, lo abis nangis kena maskara?

Segeraku raba area mataku, ini pasti karena tadi aku mencuci mukaku. Bodoh sekali Anna. Hendak ingin berbalik ke toilet Arden menahan lenganku membuatku menatapnya heran. "Udah gak usah, gak kelihatan banget juga di berisihin gini juga bisa." Arden mengusap area mataku menghilangkan noda hitam karna maskaraku, dan aku menatapnya disana. Jarakku dengan wajah Arden tinggal beberapa inci mungkin dia tidak menyadarinya tapi tetap saja aku bisa merasakan napasnya menerpa wajahku, begitupun jantungku yang berdetak.

Arden mengalihkan tatapannya padaku, sadar jarak antara kami yang sangat berdekatan. Arden diam, akupun diam bahkan tangan Arden sudah tidak lagi mengusap dia memegang pipiku. Lama, ini sangat lama Arden mau apa sih? "Yaelah! Pantesan lama orang lagi mau ciuman, cih! Bilang kek gue kira lo jatuh gitu di kamar mandi, Na!"

Arden berbalik cepat begitupun aku yang langsung memandang lurus membuat benturan kecil dahiku dengan dagu Arden. Aku meringis sakit karena wajah Arden yang tirus. Arden kembali menatapku dan mengusap dahiku. "Eh, maaf refleks demi,"

Keera lantas tertawa di sana melihat aku dan Arden yang konyol. "Kacau banget dah lu pada ih!"

Arden tersenyum simpul masih dengan usapan di dahiku. "Sakit tau!" omelku pada Arden.

"Lah, iya maaf hahah, gue refleks gitu," Arden menariku dalam rangkulannya usil sementara aku berusaha lepas dari rangkulan Arden yang menempatkanku ke dalam ketiak Arden. "Kata wangi apa ketek lo!" kataku.

"Ayo, Den ke kantin bayarin gue," ajak Keera disana.

"Kurang ajar."

❤️❤️❤️

"Nih,"

Aku menatap sebuah kartu di lapisi dengan pita berwarna blue baby yang Arden berikan padaku. Aku meraihnya dengan heran dengan tatapan heran pada Arden. "Udah mau sebulan, gue mau ajak lo dinner,"

"Terus? Ini apa?"

"Alamatnya buat besok malam,"

"Gue gak ngerti?"

"Besok kita ketemu di tempatnya, gue nggak jemput lo,"

Aku mengangguk ngerti, "Okay,"

Arden tersenyum girang menatapku, "See you tomorrow, Anna!"

Ia memasuki mobilnya meninggalkanku di parkiran apartemen dengan penuh tanya walau senang Arden mengajakku makan malam bersama. Lantas besok aku pergi sama siapa? Aku berbalik cepat-cepat memasuki apartemen dan menghubungi Kak Ben.

"Apaan? Kagak bisa gue, Na, besok gue mau belanja bulanan lo segala dinner, dinner orang mah mending belanja kan besok sabtu istirahat, udah di transfer juga sama bonyok buat belanja. Lo mau kapan lagi belanja kulkas udah jamuran kagak ada isi pisan makanya gue males ke apart lo hehe,"

Aku mendelik menatap layar ponselku. Kurang ajar Kak Ben. "Rese lo! Udah, udah nggak usah gue minta orang lain aja!"

"Minta si Pel coba dia kan gabut,"

"Gak mau ah, mau nyusahin lo aja,"

"Lah lo juga nyolot. Terserah dah, udah saran gue kalo gak ada anter nggak usah. Lagian dia yang ngajak dinner malah nggak di jemput kagak danta si fakboi,"

"Iiih! Apaan sih, Kak! Udah sana lo ah, bye!"

Aku mematikan sambungan kesal akan ucapan Kak Ben yang menyebalkan. "Gaffriel bisa gak, ya? Kan gue udah lumayan asik juga sama dia, lagi sensi nggak ya,"

Sambungan terdengar cukup lama, "Ha?" katanya.

Aku mendelik, "Gaffriel cakep... boleh minta tolong nda?"

"Gak, sibuk."

Nah kan berubah, padahal kemarin ia sudah bicara cukup panjang. "Dia mah berubah gitu, kemarin aja lo asik gitu banyak ngomong..."

"Gue lagi hibernasi."

"Oh, ganggu ya,"

"Ada apaan?"

Senyumku mengembang. "Frieeell... besok bisa gak temenin gue? Gue mau dinner dong sama doi,"

"Kok gak di jemput sama dia?"

"Gak tau juga,"

"Bego. Yaudah, jajanin gue,"

"Hah, apaan? Singkat banget ih, maksudnya lo mau gue jajanin?"

"Iya lah,"

"Iya deh,"

Sambungan mati. Bahkan aku belum bilang jam berapa dia harus mengantarku, tapi tidak apa setidaknya Gaffriel mau.

Tok...Tok...

Tok..tok...

BUGH...BUGHH...

Aku menghela kasar sudah sekitar lima menit yang lalu pintu apartemenku di ketuk oleh orang. Dia tidak tau apa aku baru tidur subuh untuk memilih baju? Wah, kurang ajar. Aku berjalan menuju pintu dengan langkah besar dan apa yang kudapati, Gaffriel dengan tatapan santainya. Ia memasuki apartemenku, duduk di ruang tengah tanpa kusuruh, bahkan aku belum menyuruhnya masuk. "Lo ngapain sih?!" tanyaku kesal.

"Anter lo dinner,"

"Ih, ini kan baru jam dua belas!"

"Oh, ya? Yaudah deh gue balik lagi tapi gak ke sini lagi," ujarnya santai dengan cepat kutahan lengannya. "Eh! Iya, yaudah nggak apa,"

Gaffriel kembali terududuk menyalakan TV kali ini. "Gue baru bangun tau, rese banget sih. Lagian kan dinner, makan malam kok lo dateng siang sih, bedon?"

"Di rumah gak ada makan, laper,"

"Lah, gue baru bangun belum masak gak ada bahan makanan juga?"

"Terus? Lo makan baru malem?"

"Ya pesen,"

"Gidah pesen," sahutnya mantap.

Aku melayangkan sebuah pukulan pada Gaffriel, pukulan keras agar dia tahu rasanya dibuat darah tinggi karena omongannya yang asal dan nyelekit terkadang. "Ampun! Ampun!" ringisnya kesakitan.

"Gak ada ampun buat lo!"

"Sak—aduh! Anna, sakit demi..."

Aku memberhentikan pukulanku, "Jadi babu gue hari ini." kataku jelas dan padat.

Gaffriel membulat mata terkejut, "Apaan?"

"Jadi babu,"

"Ogah, kalo mau bales dendam karena dulu jadi babu Cam jangan sama gue,"

"Sekarang adanya elo, gimana dong?"

"Gak, gak mau."

"Dulu gue gak kesampean bales dendam sama Cameron,"

"Derita lo lah."

"Gak dong,"

"Apaan sih jadi gue yang kena,"

"Gue mandi dulu lo di sini aja, abis selesai mandi elo harus temenin gue belanja,"

"Hih, males gak di kasih makan,"

"Makanya jadi babu dulu baru di kasih upah,"

"Upah ama makan?"

"Upah ya upah, makan ya makan. Jadi banyak mau lo,"

"Bener ya jajanin?"

"Maunya apa sih?! Tadi makan, gak ada semenit tadi mau upah sama makan sekarang jajanin,"

"Makan aja makan," Gaffriel membalikan tubuhku dan mendorongku menjauh dari ruang tengah, "Gidah mandi, mandi yaa terus kasih gue makan,"

Aku mendelik walau senang Gaffriel sedikit berubah sekarang menjadi banyak bicara dan lucu. Apa ini sifat asli yang Gaffriel punya dulu?

❤️❤️❤️

"Ini... butuh,"

"Apa lagi? Oh, ini!"

"Ini juga..."

"Lucuuuu! Beli, beli,"

"Hmm, Friel lucu mana? Ini ya? Ini aja,"

"Ini juga,"

"Yaaampun, ya— iih sakit!"

Aku memukul tangan Gaffriel yang menarik dahiku untuk ditepuk olehnya, "Heh, lo katanya mau belanja bulanan, kok beli barang-barang?"

"Biarin ah, abis ini baru belanja bulanan,"

"Boros banget, beli yang berguna apa. Ini topi caplok-caplok kuping gak guna, Na,"

"Bergunaaa!"

"Bakal apaan? Nyaplok nyamuk? Nakutin tikus, hah?"

Aku mendelik. "Ini tuh lucu gitu loh kayak orang-orang korea gitu gue liat di drakor,"

"Ya di drakor, sama lo mah gak cocok."

Rasa sesal mengajak Gaffriel menemaniku belanja bulanan semakin memuncak. Sepertinya sebuah passion mengucapkan kata menjengkelkan bagi Gaffriel, bahkan ucapannya seperti asal saja. "Dahlah, gak lagi ngajak lo, bye!"

"Beli barang yang berguna jangan boros. Cepetan pilih tiga barang aja yang paling lucu buat lo," katanya mengatur.

Aku mendelik lagi-lagi. "Dih, jadi ngatur gitu lo,"

"Ngatur yang baik ini. Lo gak mikir apa lo belanja begini belum beli keperluan bulanan itu pake duit siapa? Mikirlah orangtua kerja capek susah payah, apalagi orangtua lo udah berumur dan kerjaan lo cuma ngabisin, belom bayar kuliah lo yang super mahal. Gak kasian?"

Wah! Apa yang kudengar ini? Dari sosok siapa kudengar ucapan ini? Gaffriel? Tidak kusangka sekali dia bisa bicara seperti itu. Tapi memang ada benarnya belakangan ini aku agak boros, padahal di umur segini seharusnya aku bisa lebih mengatur uang. Yah, sedikit ada rasa malu mendengar ucapan Gaffriel aku akui. "Iyaa." kataku nurut memulai mengembalikan barang menyisahkan satu barang yang menurutku lucu.

"Satu?" tanya Gaffriel di kasir heran melihat sisa barang bawaanku dari sekian banyak tadi. "Iye, biar gak boros."

Gaffriel tersenyum di sana mendengarkan aku yang nurut akan ucapannya kali ini. "Jangan lupa tambahan hadiah karena gue lo jadi hemat,"

Aku mendengus mendengar ucapan Gaffriel yang ternyata pada ujungnya harus ada imbalan. Kurang ajar.

Aku menatap barang belanjaanku yang cukup banyak dan berat begitupun Gaffriel dengan bawaannya, dia tampak bahagia di sana tanpa mengeluh berat ataupun lama karena jalanku layaknya siput karena kesusahan untuk membawa belanjaann bahkan sosok Gaffriel pun tidak peduli denganku. Dia sudah berjalan jauh ke parkiran tanpa melihatku ke belakang karena ia terburu-buru untuk memakan cemilan yang sudah kubeli untuknya, tolong teman Gaffriel yang dekat dengannya pukul, bully aja aku sangat ikhlas dan senang. Lelaki itu tidak ada rasa kasihan sekali padaku, mengucapkan terimakasih atas traktiranku lalu pergi meninggalkanku dengan bawaan yang cukup berat. Wah! Sangat gantleman bukan?

Dasar curut kurang ajar! Gak ada pendirian amat jadi manusia curut, kesel! Batinku kesal.

Aku kembali berjalan dan sudah tidak melihat punggung Gaffriel, sepertinya dia sudah asik dengan makanannya. Aku mendorong pintu mall untuk memasuki basement dan berbelok menemukan Gaffriel berdiri bersender di mobil seseorang tanpa permisi. "Lama banget lo gak tau apa gue laper?" ujarnya tak acuh dengan kondisiku.

Ingin bereriak sungguh, hanya saja aku sudah susah mengatur nafasku jadi aku hanya menatapnya sinis kembali berjalan dengan cepat. "Lah kan gue di tinggalin, tung— ANJING ANJING!"

TEEETTT!!!

TEEEETT!!!!

TEEEET!!

Aku berbalik cepat mendapati Gaffriel berlari kesusahan membawa belanjaan ke arahku, bibirnya berkomat-kamit tidak jelas. "NA, LARI MOBILNYA BUNYI!"

Sontak aku pun ikut berlari setelah menyadari security yang berlari ke arah mobil yang berbunyi alaramnya. Lagi-lagi lelaki kampret di depanku ini tidak tau di untung, tidak cukup untuknya memeras dompetku dan membiarkanku membawa belanjaan tanpa menungguku, sekarang kembali membuat ulah?! Tuhan tolong pukul saja tiba-tiba Gaffriel saat tidur, aku lagi-lagi ikhlas.

Gaffriel tampak cepat-cepat memasukan belanjaan dan menarikku, mengambil belanjaanku lalu cepat-cepat memasuki mobil bahkan ia sudah menyalakannya. "ANNA CEPET MASUK DI CARIIN SECURITY IH!" teriaknya panik.

Aku menggeleng tidak percaya menatap wajah paniknya. "ANNA! IH CEPETAN, EDAN LU YA,"

Akupun menurut memasuki mobil dan keluar dari area mall. "Aduh, gila tangan gue gempor," ujarnya di sela jalannya mobil. Ia tampak membelokan setir, "Bentar laper," ia membuka garasi mengambil beberapa makanannya dan memakan cemilan tersebut di sebelahku.

"Aduh enak banget, maafin aku ya perut,"

Jadi ini sosok Gaffriel yang konyol? Sama saja seperti Cameron, menyebalkan walau Gaffriel terkadang kembali jadi sosok kutuk berjalan. "Dasar laknat! Bener-bener lo ya gak ada kasihan-kasihan nya sama gue!"

Ia tampak melirikku sekilas dengan wajah datarnya, "Apaan?"

"Lo!" teriakku, bahkan untuk memarahinya saja aku tidak kuat. "Apa?" jawabnya datar.

Aku menatapnya kesal, "Sana lo makan aja, males gue."

Ia menggidik tak acuh melanjutkan makannya, "Gadanta."

Bolehkah aku melambaikan tangan ke kamera?

Continue Reading

You'll Also Like

166K 12K 26
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...
627K 99.7K 39
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
2M 163K 26
Mati dalam penyesalan mendalam membuat Eva seorang Istri dan juga Ibu yang sudah memiliki 3 orang anak yang sudah beranjak dewasa mendapatkan kesempa...
292K 27.7K 31
Arvi dan San adalah sepasang kekasih. Keduanya saling mencintai tapi kadang kala sikap San membuat Arvi ragu, jika sang dominan juga mencintainya. Sa...