Sweet Enemy

由 Fictiongirll

4.7M 271K 3.8K

[Salsabila Kirana] Gadis yang baru pindah ke SMA Harapan itu seketika hari-harinya berubah setelah bertemu de... 更多

Prolog
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Epilog
Author Note
Pengumuman
Cuma Angin Lewat
Extra
Extra - 2

1

307K 12.6K 315
由 Fictiongirll

Cahaya matahari mengintip melalui sela tirai kamar. Seorang gadis masih terlelap dalam tidurnya, tak menghiraukan bunyi alarm yang sudah berbunyi terus menerus sedari tadi. Setelah beberapa lama, ia beranjak dari tidurnya dan mematikan alarm yang menggangu tidurnya itu.

"Bila, kamu kapan bangun? Ini udah keburu siang. Ayah udah siap loh dibawah." Suara yang tak asing ini segera membangunkan gadis yang biasa disapa Bila tersebut.

"Iya, Bun. Ini Bila mandi dulu," ujarnya, dengan nada bicara lantang namun halus.

Tanpa basa-basi, Bila langsung mandi setelah menyiapkan seragam yang akan dipakainya hari ini. Ngomong-ngomong, hari ini adalah hari pertamanya di SMA Harapan, sebuah sekolah prestisius di kotanya. Bila pindah sekolah karena mengkuti Ayahnya yang di mutasi kerja, yang pada akhirnya membawanya untuk menetap di kota ini.

"Gak sarapan dulu, Bil?" tanya bunda, yang baru saja menyelesaikan sarapan paginya.

Bila menggeleng. "Nggak deh, Bun. Takut telat."

Setelah berpamitan dengan Bunda, Bila segera naik ke mobil. Selama perjalanan, tak lupa Bila mencoba menghapal jalanan yang tentunya akan dilewatinya setiap hari.

"Yah, SMA Harapan itu kaya gimana sih sekolahnya?"

Rasa penasaran Bila tentang sekolahnya yang baru ini, akhirnya ia tanyakan kepada ayahnya, yang merekomendasikan-nya masuk ke sekolah ini.

"Loh, Bila kan bakal sekolah disana. Cari tau dong," ucap Ayah, tertawa.

"Itung-itung buat tau sedikit info kalau ada yang nanya," balas Bila.

"Udahlah. SMA itu dinikmatin aja. Jangan terlalu dipikirin. Yang pasti, Ayah yakin Bila bakalan bisa berbaur kok. " Ayah mengusap kepala Bila sambil tersenyum.

"Ayah mah bisa aja. Wajar sih ya, ayah kan dulu populer. Apa daya deh anak Ayah satu ini." Bila tertawa kecil.

***

Berbicara saat dijalan benar-benar membuat lupa waktu! Tiba-tiba saja, Bila sudah sampai di sekolah barunya, SMA Harapan. Sama seperti bayangannya, sekolah ini benar-benar bagus. Gedungnya besar, halamannya luas, dan masih banyak hal-hal bagus lainnya.

Bila lalu berpamitan dengan Ayah. Setelah Ayah pergi, Bila segera memasuki gerbang sekolahnya.

Rasa gugup, takut, dan senang, bercampur aduk di benaknya. Sekolah baru, pengalaman baru, dan yang paling penting--teman baru.

Bagi Bila, yang sedikit pemalu, agak susah memang untuk berbaur dengan anak-anak yang dari tadi ia perhatikan, rata-rata semuanya supel. Rasa minder mulai muncul di benaknya. Namun, Bila segera menepis pikiran negatifnya.

Gadis itu sekarang benar-benar bingung. Bukannya apa, Bila bahkan tidak tahu harus pergi ke mana. Sedangkan, apel pagi akan segera dimulai. Bila bahkan masih belum tahu di mana letak kelasnya.

Bila mondar-mandir kesana kemari di depan sebuah ruangan yang tertera tulisan "Ruang OSIS" di depannya.

Gimana nih, gumam Bila yang memiliki kebiasaan jalan mondar mandir jika sudah kebingungan.

Tiba-tiba, Bila menabrak seseorang yang baru saja keluar dari ruang OSIS. Tumpukan buku-buku dan kertas yang dipegang oleh orang tersebut, berceceran kemana-mana. Bila tersentak, sekaligus menganga tak percaya.

Aduh, apa lagi nih, batinnya.

Bila tak sempat lagi memahami kejadian yang terjadinya secara tiba-tiba itu. Orang yang Bila tabrak barusan, terjatuh di lantai.

"Duh," ucapnya, sedikit meringis.

Bila hanya diam mematung, tak tahu harus berbuat apa. Orang-orang yang lalu lalang disekitar mereka pun hanya melihat, tanpa ada yang menawarkan bantuan satu pun.

Cowok itu mendecak kesal dan segera beranjak dari posisi sebelumnya. Ia mengambil beberapa kertas dan buku yang sudah berserakan di sekitarnya. Sambil mengambil buku dan kertas tersebut, ia menghela nafas kasar.

"Sial." Ia mengumpat pelan.

Cowok itu segera menyadari kehadiran seseorang yang telah berdiri lama—mematung lebih tepatnya—di depannya.

Tampak seorang gadis, dengan paras yang manis dipadukan sepasang mata berwarna coklat muda, sedang menatapnya.

"Lo yang nabrak gue?" tanyanya kesal, setelah menatap gadis tersebut sejenak.

"Uh.. um.."

Bila mengalihkan pandangan matanya, seraya menggaruk tengkuk lehernya tak enakan. Sedangkan si cowok, mengangkat sebelah alisnya, seakan memandang Bila skeptis.

"Lah, malah bingung. Gak minta maaf? Atau ngebantuin gitu?"

"Tadi... anu... itu... sumpah gak sengaja." Bila menyela, agak gugup.

Tanpa menghiraukan Bila, cowok itu kembali memalingkan pandangan matanya.

"Makanya hati-hati! Jalan pake mata dong," ucapnya kesal.

Bagaimana tidak kesal? Pasalnya, ia harus segera mengantarkan ini sebelum apel pagi dimulai.

"Ya, maaf."

Balas Bila sedikit dengan nada kesal. Meskipun pelan dan kecil, cowok tadi bisa mendengar suara Bila dengan jelas.

"Lah, malah sewot." Cowok itu mengernyitkan dahinya. "Ah, udahlah. Ngabisin waktu," ujarnya, sembari mengambil sisa kertas dan buku yang berserakan.

Setelah selesai mengambil kertas dan buku-buku tadi, cowok itu segera meninggalkan Bila yang masih diam mematung di depan ruang OSIS.

Kembali ke Bila yang masih mematung di depan ruang OSIS. Tadi, beneran pengalaman yang benar-benar tidak disangka olehnya. Sebenarnya, ia ingin membantu cowok tadi. Namun, saat tahu cowok tadi ngeselinya minta ampun, Bila mengurungkan niatnya. Mau dibantuin tapi malah marah-marah. Situ maunya apa?

Semoga gak ketemu lagi, batin Bila.

***

Waktu pun terus berlalu, dan Bila masih berjalan mondar-mandir di depan ruang OSIS. Bila bingung harus ke mana, padahal apel pagi akan segera dimulai.

Tiba-tiba, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Astaga!" teriak Bila kencang.

"Eh, kaget gue," balas orang yang menepuk pundaknya dengan teriakan yang lebih kencang.

Seorang gadis dengan rambut pendek sebahu menatap Bila kaget. Ada seorang gadis lagi, dengan rupa yang yang sangat menawan bak gadis-gadis yang terpampang di cover majalah fashion.

"Ngapain mondar mandir depan ruang OSIS?" tanya gadis yang tadi menepuk pundaknya.

Bila terdiam sejenak menatap kedua orang tersebut. Keheningan menyelimuti suasana di sekitar ruang OSIS. Merasa canggung, gadis yang tadi menepuk pundak Bila memulai pembicaraan duluan.

"Jadi? Mau ke mana?" tanyanya lagi.

"11 IPA 2," jawab Bila singkat.

Sungguh suasana yang canggung. Bila hanya bisa memalingkan pandangannya dari gadis tersebut.

"Ohh, itu mah kelas kami!" jawab gadis tadi. "Anak baru ya? Kenalin, nama gue Cintia, dan cewek sebelah gue ini, namanya Rachel. Dia ini blasteran inggris-indo makanya mukanya agak bule bule gitu."

Ujar gadis yang bernama Cintia itu, seraya berjabat tangan dengan Bila. Sedangkan gadis yang bernama Rachel itu tersenyum manis ke arah Bila.

"Nama gue Salsabila Kirana. Biasa dipanggil Bila."

"Santai aja!" Cintia tertawa. "Kalau gitu, kita apel aja dulu. Ini udah mau mulai. Nanti ke kelasnya bareng aja."

Bila mengganguk, kemudian mengikuti kedua teman sekelasnya tadi ke lapangan. Murid-murid telah berkumpul membentuk barisan di lapangan, ada beberapa yang baru datang dan ada juga yang baru turun dari lantai atas.

"Tasnya taruh dulu aja disini," ujar Cintia.

Bila meletakkan tasnya di sebuah bangku dekat pohon. Ia lalu mengikuti Cintia dan Rachel yang sudah berbaris di barisan 11 IPA 2.

Ada beberapa murid dari kelas lain yang melihat ke arah Bila. Khususnya, teman-teman sekelasnya yang mulai menanyakan 1001 pertanyaan ke Bila.

"Anak baru ya?" tanya seorang gadis yang terlihat sangat ramah, Bila melihat nametag yang bertuliskan Mona di bajunya.

"Halo, salam kenal!" Gadis berkacamata yang berdiri di depan Bila berjabat tangan dengannya.

"Welcome to IPA 2!" ujar seorang cowok yang tersenyum ramah ke arah Bila.

Sambutan yang diberikan dari teman sekelas Bila membuatnya merasa sangat lega dan senang. Perasaan canggung, takut, gugup, minder, semua itu hilang seketika saat bertemu dengan mereka.

Seperti apel biasanya, pembina apel selalu memberikan amanatnya setelah mengistirahatkan peserta apel. Namun, pembina apel kali ini berbeda. Biasanya, guru yang menjadi pembina apel. Tetapi, kali ini, yang Bila lihat adalah seorang murid yang naik ke atas podium.

"Itu siapa tuh yang jadi pembina?" tanya seorang teman Bila yang berbaris tepat di belakangnya.

"Siapa lagi kalo bukan Ketua OSIS, si Adriano Putra!" balas Cintia, tertawa.

Adriano Putra? Bila pun mulai bertanya-tanya di dalam hatinya tentang orang tersebut.

Pagi itu, sinar matahari-nya sangat terik. Sehingga, Bila harus memicingkan matanya untuk melihat ke depan dengan jelas.

"Selamat pagi." Suara bariton itu terdengar dari speaker sekolah.

Mendengar suara orang tersebut membuat Bila merasa seperti familiar. Akhirnya, setelah memicingkan matanya berkali-kali, Bila bisa melihat siapa yang sedang berdiri di atas podium itu. Sosok cowok yang berdiri di atas podium itu berhasil membuat Bila terperangah.

Cowok yang tadi menabraknya di depan ruang OSIS!

"Saya, selaku Ketua OSIS SMA Harapan, mengucapkan selamat kepada teman-teman yang telah memenangkan olimpiade tingkat kota kemarin," ujarnya, sambil tersenyum berkharisma ke seluruh peserta apel.

Terdengar suara teriakan dari beberapa barisan, yang semuanya menyoraki dan memanggil nama dari cowok tersebut.
Ada yang memanggilnya Adriano lah, Adri lah, dan mayoritas mereka memanggilnya Rian.

Bila menatap dengan heran ke arah cowok yang benar-benar berbeda dari yang tadi dilihatnya.

180 derajat beda!

Cowok yang namanya Rian ini, tadi jutek banget padanya. Tapi, saat ia berdiri di podium itu, ia terlihat berbeda. Malahan Rian yang tadi ditabrak Bila, tampak tersenyum dengan ramah dan nada bicaranya lebih halus.

Melihat ekspresi Bila yang terlihat bingung, Cintia memanggilnya.

"Kenapa Bil?" tanya Cintia.

"Eh, enggak apa-apa." Bila langsung mengalihkan pandangannya ke arah Cintia, setelah menatap Rian untuk waktu yang cukup lama.

"Kenapa? takjub ya?" tanya Cintia. "Ngeliat ciptaan Tuhan yang sempurna?" Cintia menimpali dengan tertawa kecil.

Spontan Bila menggelengkan kepalanya dan tersenyum masam saat mendengar perkataan Cintia. Makhluk paling sempurna apanya! Orang dia aslinya beda jauh banget dari image-nya yang sekarang. Bila mencibirnya, setiap kali Rian tersenyum lebar ke arah peserta apel.

Setelah si Rian ini selesai memberikan amanat, apel dibubarkan. Teman sekelas Bila berbondong-bondong mengantarnya ke kelasnya.

"Ke arah sini, Bil!" ujar cowok yang tadi menyapa Bila dengan ramah saat apel. Ia terlihat begitu bersemangat.

Bila pun sampai di kelas 11 IPA 2. Kelas yang simple, namun terlihat rapi. Saat masuk, bau pengharum ruangan menyelimuti seisi kelas, membuat bau lavender tercium di sekeliling ruangan. Kelasnya pun sangat bersih. Baru sekali masuk, tapi Bila sudah merasa nyaman.

"Kita perkenalan diri dulu aja yuk," ujar Cintia, yang menarik Bila ke depan kelas.

Keringat mulai bercucuran, saat dirinya berdiri di depan kelas, sembari diperhatikan oleh teman satu kelasnya.

Saking gugupnya, Bila tidak berbicara sekitar 3 menitan. Melihat Bila yang mungkin merasa canggung, Cintia segera memecah keheningan di kelas dengan memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.

"Kalo gitu kenalan satu-satu aja dulu. Biar dia gak bingung." Cintia memberikan kode kepada teman sekelasnya.

"Kaya yang lo udah tau, Bil. Nama gue Cintia. Kepanjangannya, Cintia Azwa Moye."

"Nama gue Rachel Thompson. Panggil aja Rachel." Rachel tersenyum manis ke arah Bila, yang dibalas oleh senyuman dari Bila.

"Kalo gue namanya Rendy Alvian Pratama," kata cowok yang tadi menyapa Bila dengan ramah saat apel. "Tapi, panggil aja gue Regan! Rendy ganteng."

"Apaan Dy. Huek, jijik banget." Seisi kelas mengejek Rendy, yang sedang tertawa dengan songong.

"Halo! Nama gue Diana Putri Andini. Panggil aja Diana," sebutnya, sambil membetulkan letak kacamatanya. Dia adalah gadis yang tadi menyapa Bila saat apel.

"Nama gue Aditya Hermansyah. Panggil aja Adit. Gue menjabat sebagat ketua kelas." Singkat, jelas, padat. Emang karakteristik dari seorang ketua kelas.

Setelah bertukar perkenalan masing-masing. Tiba saatnya giliran Bila untuk mengenalkan dirinya. Bila merasa sedikit gugup. Namun, ia mencoba untuk memberanikan dirinya.

"Nama gue Salsabila Kirana. Panggil aja Bila," ujar Bila lirih, sambil tersenyum tipis.

Dari tadi ia menyembunyikan tangannya yang gemetaran tak karuan. Emang dari dulu, Bila selalu gak bisa kalau harus maju ke depan kelas. Entah alasannya sakit perut tiba-tiba lah saat presentasi, pusing mendadak, kebelet ke wc, dan sebagainya.

Seisi kelas menatap Bila untuk waktu yang cukup lama, sampai seseorang memberikan kode, dan secara bersamaan mereka berkata.

"Selamat datang di kelas kami!"

Bila sempat kaget saat melihat mereka menyapanya dengan semangat. Gadis itu merasa gembira melihat sambutan dari teman-teman barunya ini.

"Salam kenal, Bila!" ujar Cintia, yang tersenyum melihatnya.

Bila pun diajak duduk di sebelah Cintia, yang kursi sebangkunya memang telah kosong sejak hari pertama sekolah.

"Hello, chairmate!" sapa cintia.

"Halo juga," balas Bila.

Bagi Bila, perasaan gugup yang ia miliki seakan memudar setelah bertemu dengan teman-temannya ini. Ia harus berterima kasih kepada Cintia dan Rachel juga, karena berkat mereka Bila lebih mudah bergaul dengan teman sekelasnya.

***

Jam pelajaran pertama adalah matematika. Emang dahsyat sih, baru masuk langsung belajar matematika. Perbedaan sekolah dan kurikulum membuat Bila kewalahan selama pelajaran matematika.

Namun, untungnya, berkat bantuan Rachel yang menjelaskan beberapa rumus yang lumayan sulit untuk dimengerti, Bila akhirnya bisa mengikuti pelajaran.

Bu Eni sapaannya, untuk guru matematika yang 'katanya' killer ini. Untunglah, Bila itu tipe orang yang lumayan rajin dan tekun kalau soal belajar. Sehingga, dirinya bebas dari 'pengawasan istimewa' Bu Eni.

Matematika Peminatan selama 3 Jam membuat Bila menggelengkan kepalanya pasrah. Melihat angka secara terus menerus membuat kepalanya pusing tujuh keliling.

Tak lama, penyelamat yang ditunggu-tunggu pun datang. Bel istirahat berbunyi dan para murid langsung berhamburan keluar kelas.

"Yuk, kita makan ke kantin," ujar Cintia dan Rachel dan Bila mengangguk mengiyakan.

Diluar kelas, koridor menjadi ramai karena dijejali siswa-siswi yang tak sabar untuk menikmati makanan di kantin, atau bersantai dari penatnya belajar.

Ditengah kerumuman itu, Bila tiba-tiba merasa bahwa ia melupakan sesuatu. Sialnya, Bila ingat kalau dompetnya masih tersimpan dengan rapi di dalam tasnya.

"Dompet gue tinggal." Bila menghela nafas pelan, sedikit malas untuk kembali ke kelas.

"Yaudah, pake duit gue aja dulu, Bil." Cintia menawarkan.

"Nggak apa-apa." Bila menolak dan segera menerobos barisan siswa-siswi di koridor.

"Nanti nyusul ya!" teriak cintia dari ujung koridor, yang suaranya perlahan tenggelam diantara suara siswa-siswi SMA Harapan.

Bila naik ke atas dan kembali ke kelasnya. Tentu saja, kelasnya sudah kosong melompong. Teman-temannya sudah mengeluh kelaparan dan jenuh sejak pelajaran Bu Eni dimulai.

Bila merogoh saku tasnya. Namun, Bila tidak menemukan dompetnya, lalu ia membuka bagian dalam tasnya dan merogoh kantung bagian dalam.

Tada! Dompetnya pun ada di dalam kantung tasnya. Bila langsung mengambilnya dan berlari secepat kilat keluar kelas.

Entah takdir atau kutukan, ia bertemu lagi dengan Rian. Seperti Deja vu, pertemuan kali ini juga dimulai dengan kejadian saling menabrak satu sama lain.

Kali ini, Rian tak terjatuh, begitupun dengan Bila. Namun, kali ini, saat menabrak Rian, Bila tersandung. Dan dengan sigap, Rian menarik lengan Bila, sehingga Bila sekarang berhadapan 'face to face' dengan Rian.

Selama menatap Rian, Bila menyadari bahwa Rian memang menawan. Alis yang tebal, hidung yang mancung, kulit putih. Paras-nya memang terlihat menawan.

Namun, saat mengingat sikapnya tadi pagi, Bila langsung tersadar dari 'lamunan sejenak'-nya.

"Lah, lo lagi." Rian mengerutkan keningnya, tampak tatapan terganggu dari wajahnya.

"Lepas," ucap Bila, menatap Rian jengkel.

"Siapa juga yang mau megang lo."

Rian segera melepaskan genggamannya dari tangan Bila. Bila mengelus pergelangan tangannya yang tadi dicengkeram kuat oleh Rian.

"Salah siapa coba yang tadi nabrak gue?" Rian mengernyit.

Memang harus Bila akui, kejadian tadi pagi dan sekarang itu adalah kesalahannya karena tidak melihat. Tapi kan, dia tidak sengaja. Siapa yang tahu kalau Rian bakal lewat?

"Gue gak sengaja," jawab Bila lantang.

Entah mengapa, kalau dengan Rian, Bila bisa mengeluarkan suaranya dengan lantang dan jelas.

"Lo makanya kalau jalan pake mata," bantah Rian dengan nada sarkas.

"Dimana-mana jalan pake kaki kali. Dan juga, gue udah make mata kok! Emang gue harus ngomong ke lo dulu gitu kalo mau lewat?" Bila membalasnya.

"Dih, kok malah lo yang kesel." Rian mengerutkan keningnya, sambil menunjukkan tatapan tidak suka.

"Ya, lo-nya biasa aja kali." Bila mencibirnya dan melewati Rian dengan mendorongnya. Bila bergegas menuruni tangga, dan meninggalkan Rian.

Itu cowok kenapa ngeselinnya minta ampun sih, pekik Bila dalam hatinya.

Bak kucing dan anjing, Bila dan Rian selalu bertengkar meskipun baru bertemu.

End of Chapter 1

***

A/N:
Ini novel pertama yang author buat, mohon maaf kalau ada kesalahan kata, atau ada yang kurang berkenan dalam tanda baca, dialog, dan lain-lain. Kalau mau menyampaikan kritik, saran dan pendapat, boleh kok!

Semoga kalian suka, ya!
Vote dan stay tune untuk chapter selanjutnya.

Best regards,
Fictiongirll

继续阅读

You'll Also Like

836K 35.6K 55
Hati yang hancur karena sebuah ego dan Cinta "CK! Menyedihkan, bagaimana mungkin sampai sekarang kau belum bisa membahagiakan putraku" Apa semua itu...
2.7M 267K 52
"Gue udah nggak perawan." "Terus?" "Gue udah nggak perawan," katanya lagi seakan-akan menekan kalimat itu biar gue denger. Gue nggak nggak budek, ye...
24.7M 845K 48
Letta sangat membenci Aldi, cowok mesum, manipulative, dan sok keren di sekolah, yang jelas bukan tipikal cowok impian Letta. Tapi berbeda dengan Ald...
6.3M 74.1K 11
#3 on Random 15.07.2017 #5 on Random 09.07.2017 #8 on General Fiction 22.04.2017 [15+/17+] "gue ngak ngerti apa yang difikirin Mama sama Papa. bagaim...