EX

By laevanter

148K 6.5K 148

Dunia itu berputar. Di dunia berlaku yang namanya hukum alam. Artinya, apa yang kau lakukan ke orang, baik at... More

Prologue
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fifteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three
Thirty Four
Thirty Five
Thirty Six
Thirty Seven
Thirty Nine
Forty
Forty One
Forty Two
Epilogue
VS Gallery

Thirty Eight

2.3K 106 0
By laevanter

Sherlyn lagi-lagi menatap jam tangannya. Sudah pukul 12. 30. Ia dan Devon janjian pukul 13.00 nanti. 'Devon udah dateng belom ya?'  Sherlyn bertanya-tanya dalam hati. 'Ah, gue tungguin aja di restorannya. Daripada di sini, panas,'  lanjut Sherlyn. Ia bangkit dan berjalan memasuki restoran itu. Kepalanya menoleh ke sana-kemari, mencari meja kosong. Tak sengaja, pandangannya tertuju ke sebuah meja yang dihuni oleh seorang lelaki dan seorang perempuan yang sedang bercanda-ria sembari menggenggam tangan satu sama lain dengan mesra. Si lelaki pun mengusap-usap rambut perempuan itu, bahkan menciumi punggung tangannya.

Sherlyn menggeram di tempatnya. Kedua matanya panas seketika melihat siapakah lelaki itu. Jantungnya berdegup kencang. Tiba-tiba, kata-kata Vigo kembali terngiang-ngiang di kedua telinganya. Sherlyn berjalan dengan langkah lebar-lebar menuju meja itu. Ia meraih segelas jus jeruk yang ada di meja tersebut dan menyiram wajah lelaki itu dengan jus jeruk tersebut yang isinya masih lumayan penuh. Sebelum lelaki itu sempat menyadari siapa orang yang dengan kurangajar menyiramnya dengan jus jeruk, Sherlyn sudah mendahuluinya.

"Kita putus. Dasar Sampah!" dan setelah itu, Sherlyn langsung pergi keluar dari restoran itu, dihujani oleh tatapan-tatapan penasaran pengunjung lainnya. Lelaki itu menyeringai, dengan santai mengelap wajahnya dengan tisu. Ia sudah cukup puas melihat Sherlyn sempat menitikkan air matanya tadi, walaupun wajah dan bajunya terkena siraman jus jeruk. Gadis di hadapannya ikut membantunya mengelap wajahnya.

"Kamu nggak apa-apa? Dia cewek yang kamu bilang pacar kamu itu kan? Yang bakal kamu putusin? Dasar cewek gila!"

Lelaki itu mengangguk. "Yah, sekarang aku sama dia udah putus. Jadi mulai hari ini, kita resmi pacaran."

Devon menyeringai senang menatap gadis di depannya yang langsung tersenyum lebar.

********************

Sementara itu....

"Jauhin Sherlyn. Jangan sentuh dia ataupun main-main sama perasaannya," Vigo berkata tajam.

David menyeringai, kemudian mengalihkan pandangannya. "Nggak bisa. Gue harus liat dia dan lo sakit terlebih dahulu, terutama lo. Baru gue lepasin dia dari kakak gue," balas David dengan santainya. Vigo menggeram marah. Kedua tangannya terkepal kuat. "Kenapa? Marah? Gak ada yang bisa lo lakuin sekarang. Gue tau Sherlyn nggak percaya sama lo soal Devon, iya kan? Buktinya, siang ini Devon ngajak dia jalan, dan dia mau."

"Bajingan...."

"Gak ada gunanya lo maki-maki gue. Sherlyn bakal tetep sakit, Bro. Gue dan Devon nggak akan ngelepasin dia sebelom dia ngerasain yang namanya dihantem keras ke tanah, ngerti?" kini bukan nada santai lagi yang keluar dari mulut David, melainkan nada suaranya berubah menjadi dingin dan tajam.

Vigo menghela dan menghembuskan napasnya beberapa kali, mencoba untuk rileks. "Gue mohon," Vigo meneguk liurnya. Harga dirinya benar-benar seperti terinjak-injak ketika ia memohon pada 'musuh'-nya sendiri. "Gue mohon, lepasin Sherlyn. Jangan biarin dia disakitin sama Devon. Devon harus selalu sayangin dia, ngejaga dia. Gue mohon, jangan bikin dia sakit."

"Apa untungnya buat gue, hah?" nada suara David meninggi, diakhiri dengan suara tawa. "Lo lupa? Dulu, gue pernah mohon-mohon sama lo untuk nggak nyakitin Aurel, untuk selalu ada di sisi dia. Tapi nyatanya apa? Lo ngebuang dia, Man! Lo nyakitin seseorang yang sangat gue sayang, lebih dari diri gue sendiri. Dan lo malah milih Sherlyn, jadian sama dia! Sama sekali gak mikirin perasaan Aurel yang tulus sayang sama lo. Tau rasanya gimana? Lo tau karma kan?"

Vigo terdiam. Tidak, ia tidak boleh emosi dulu. Bagaimanapun caranya, ia harus bernegosiasi tentang hal ini dengan David. Ia akan berusaha tidak menyerang terlebih dahulu walaupun ia ingin.

"Sakit, Bro," lanjut David. Ia tersenyum sedih. "Lo yang bikin dia pergi. Lo udah nyakitin dia. Lo tau? Cewek yang lo sakitin, yang lo buang gitu aja, adalah cewek yang mati-matian orang lain berusaha untuk bahagiain dia! Sadar gak lo sama kesalahan diri lo sendiri, hah?"

Vigo tetap bungkam. Otaknya kembali memutar kejadian itu. Kejadian saat Aurel selalu mendekatinya dan memberikan perhatian lebih padanya. Aurel yang sangat baik padanya, namun ia tidak menghiraukannya dan malah menjauhinya. Oke, rasa bersalah mulai menyerang Vigo. "Gue minta maaf."

"Apa?" David mendekat, menatap Vigo tak percaya.

"Gue minta maaf atas apa yang pernah terjadi dulu. Gue nggak pernah bermaksud untuk nyakitin Aurel, sama sekali. Gue bener-bener minta maaf."

"Minta maaf? Gak ada gunanya sama sekali, Man," balas David. Ia menggeleng prihatin. "Apa minta maaf lo itu bisa bikin Aurel balik ke sini lagi? Bikin Aurel kembali sama gue, hah?!"

Vigo tetap berdiri tegak, tak gentar sedikitpun mendengar bentakan David. "Gue tau, permintaan maaf gue gak akan bisa ngubah keadaan jadi kayak dulu. Gue tau gue salah. Tapi tolong, jangan bawa-bawa Sherlyn dalam masalah kita. Dia nggak tau apa-apa, dia nggak salah, Vid," ucap Vigo lirih, berusaha setenang mungkin. "Cukup gue yang lo jadiin korban kalo lo emang mau bales dendam. Jangan dia."

"Nggak bisa semudah itu, Go," David menjawab tajam. Ia sama sekali tak tersentuh dengan pengakuan salah dan permintaan maaf Vigo. Apalagi permohonannya. "Gue belom puas kalo belom ngeliat lo menderita karena orang yang lo sayang menderita. Karma itu berlaku, Bro."

Vigo terdiam. Apa benar bahwa karma itu berlaku? Apa benar saat ini ia sedang berhadapan dengan karma itu? Vigo sungguh bingung. "Lo mau apa?" tanya Vigo. "Gue bakal kasih semuanya. Gue bakal nurutin semua yang lo minta, asal jangan ganggu Sherlyn. Jangan biarin Devon nyakitin dia lebih jauh lagi. Biar gue yang paksa Sherlyn untuk putusin Devon kalo perlu, tanpa Devon harus nyakitin dia. Dan lo boleh ngelakuin apapun ke gue."

David berpikir sejenak. Kedua mata elangnya menatap Vigo dengan tampang menyelidik. "Lo serius? Rela nanggung semua rasa sakit yang pernah gue dan Aurel tanggung?"

"Asal lo jangan sentuh Sherlyn."

"Lo rela 'mati' sekalipun demi dia?"

Vigo terhenyak. Butuh beberapa detik baginya untuk berpikir mengenai jawaban itu. "Gue rela."

David tertawa meremehkan. "Naif," ucapnya pelan, namun Vigo tetap bisa mendengarnya. "Gue mau kita fight sekarang, sampe salah satu diantara kita mati—minimal sekarat. Kalo gue menang, lo harus siap ngeliat Sherlyn nangis darah karena disakitin sama Devon. Dan kalo lo menang, gue bakal ngelepasin Sherlyn. SERANG!!!"

********************

Sherlyn terduduk lemas di bangku taman yang tadi. Orang-orang yang melihatnya menangis hanya menatap heran. Sherlyn tak peduli. Hatinya sakit sekali. Hatinya dipenuhi oleh rasa marah, kesal, cemburu, dan penyesalan.

'Kenapa gue nggak dengerin Vigo?'  Sherlyn menggeleng kencang. Ia mengangkat kedua kakinya ke atas bangku dan memeluk lututnya, menenggelamkan wajahnya diantara kedua tangan yang memeluk lutut. 'Kenapa gue malah ngusir dia dan nampar dia? Kenapa gue nggak percaya aja sama dia? Apa sih yang udah gue lakuin?'

Sherlyn tetap menangis. Pikirannya tertuju kepada Vigo. Ia amat sangat menyesal karena tidak mau mendengarkan kata-kata lelaki itu. Betapa ingin sekali ia bertemu Vigo sekarang dan memeluknya erat, mengeluarkan seluruh keluh-kesahnya serta meminta maaf padanya. Apakah Vigo akan memaafkannya?

"Hiks, Vigo..." tanpa sadar, Sherlyn menggumamkan nama Vigo dalam tangisannya. Pikirannya penuh. Hatinya sakit. Ia terlihat kacau sekali. Ia tidak menyangka Devon akan sejahat itu padanya. Ia masih tidak bisa terima dan percaya Devon selingkuh darinya, malah asyik-asyikkan bermesraan dengan gadis lain. Ia tidak terima sama sekali!

Sherlyn mengangkat kepalanya. Ia mengeluarkan ponsel dari dalam tas kecilnya, mencari kontak Vigo dan langsung meneleponnya. Hanya nada sambungan yang terdengar. Sherlyn tetap menunggu. Ia benar-benar membutuhkan Vigo sekarang.

********************

Vigo terdesak. Ia tidak menyangka bahwa David membawa komplotan gengnya ke sini. Padahal mereka sudah janjian hanya bertemu empat mata. Namun Vigo tidak mempedulikan itu. Ia sedang konsentrasi penuh dengan manusia-manusia yang menyerangnya secara bersamaan. Sekitar 10 orang, kecuali David. Lelaki itu mundur beberapa langkah, menyaksikan pertarungan dari jauh sembari tersenyum licik. Vigo tidak menyangka bahwa David akan menipunya. Perjanjian awal mereka adalah mereka akan bertarung satu lawan satu, namun ternyata tidak. Yang terjadi malah 10 lawan 1. Kemungkinan besar Vigo akan tumbang dan kalah dalam pertarungan ini. Namun ia masih berusaha, masih berjuang bertahan diantara puluhan tinju yang menghujaninya.

5 menit. Dua orang berhasil ia tumbangkan. Hal itu membuat 8 orang lainnya naik pitam. Mereka makin membabi-buta menyerang Vigo. Vigo kelabakan, berusaha bertahan selama mungkin. Kalau tidak dengan kemampuan bela diri Taekwondo dan Kick boxing yang ia miliki, ia tidak akan mungkin bertahan selama ini.

10 menit. Seorang lagi dapat ia tumbangkan akibat pukulan keras di tengkuk. Tubuh Vigo kesakitan menerima pukulan dan tendangan dari 7 orang lainnya. Ia benar-benar terdesak. Namun ia tidak mau menyerah. Ia tetap bertahan, berjuang sekuat dan selama yang ia bisa. Menghindar, menyerang, dan bertahan dari anak buah David yang terus mengeroyoknya.

********************

Sherlyn menatap layar ponselnya dengan cemas. Vigo tak kunjung mengangkat teleponnya. Firasatnya memburuk. Ia berpikir cepat, dan langsung mencari kontak lain. Kylie.

"Halo, Kak Sherlyn? Ada apa, Kak?" terdengar suara Kylie dari seberang sana.

"Ky, kamu di mana?" tanya Sherlyn dengan suara parau.

Kylie yang mendengar suara parau Sherlyn menjawab dengan bingung, "Eh, Kakak kenapa? Aku di rumah, Kak. Kakak abis nangis?"

Sherlyn menggeleng, walaupun ia tahu Kylie tidak akan melihat gelengan kepalanya. "Vigo ada di rumah?" tanya Sherlyn langsung saja.

"Kak Vigo pergi keluar, Kak. Dari pagi tadi," jawab Kylie. "Emang kenapa, Kak? Kakak baik-baik aja kan?"

"Iya, aku baik-baik aja kok. Nggak ada apa-apa, Ky. Aku cuma ... cuma mau tau aja. Hm, gini deh. Kalo Vigo pulang, tolong bilangin dia untuk telepon aku. Makasih ya, bye," Sherlyn langsung menutup telepon secara sepihak. Ia yakin Kylie pasti merasa sangat bingung di sana. Sherlyn beralih ke nomor selanjutnya. Raka.

"Halo, Lyn? Kenapa?" terdengar suara Raka.

"Lo di mana, Ka?" tanya Sherlyn.

"Gue di basecamp nih. Kenapa?" Raka menjawab sekaligus bertanya.

"Ada Vigo gak di sana?" tanya Sherlyn lagi. Ia berharap-harap cemas.

"Vigo? Tumben lo nanyain dia. Dia nggak ada di sini Lyn dari pagi. Katanya mau ada urusan," jawab Raka enteng. Sherlyn mendesis tertahan. "Emangnya kenapa lo nanyain dia? Ada masalah lagi sama Vigo?"

"Seperti yang lo tau, Ka. Vigo beneran nggak ke basecamp?" Sherlyn memastikan. "Antara lo, Dean, Alvin, atau Rome nggak ada yang tau gitu?"

"Wah, yang lain gue yakin juga gak tau, Lyn. Vigo paling nggak suka masalahnya diikutcampurin. Lo abis nangis ya? Suara lo serak, terus kedengeran panik gitu."

Sherlyn tidak menghiraukan kata-kata Raka. Ia membalas, "Ka, bisa jemput gue di Taman Dandelion deket Heaven Resto gak? Penting. Gue butuh bantuan kalian semua terkait Vigo."

********************

Kembali ke pabrik kaleng bekas. Vigo terengah-engah, menatap musuhnya tumbang satu-persatu, mengerang kesakitan. Peluh bercucuran membasahi dahi dan seluruh tubuhnya. Tinggal 5 orang lagi yang harus ia tumbangkan, dan itu tidak termasuk David yang masih setia berdiri di pojok sana, memandang pertarungan sambil melipat tangan di dada dan menaikkan dagunya dengan angkuh. Ia terus tersenyum licik sejak tadi.

Vigo tahu, bahwa David tidak akan menyerangnya sebelum anak buahnya tumbang semua. David sengaja mengulur-ulur waktu dan membuat Vigo kelelahan, sehingga ia bisa menyerangnya dengan mudah nanti. Vigo menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan pelan. Ia menyiapkan kuda-kuda. Tatapan matanya yang lelah kembali fokus dan menajam. Tidak peduli dengan luka di wajah dan sekujur tubuhnya. Ia harus cepat-cepat menyelesaikan ini semua!

********************

Jam sudah menunjukkan pukul 14.05 ketika Sherlyn tiba di basecamp ZC bersama Raka. Sherlyn langsung turun dari motornya Raka. Beberapa anggota ZC yang mengenalnya langsung menyapanya.

"A-yo, Sherlyn! Cie, tumben dateng ke sini. Udah lama banget lo gak mampir. Ada apaan nih kira-kira?" Ghazi, salah satu anggota ZC berjalan ke arah Sherlyn, ber-high-five dengannya dan langsung merangkulnya.

Sherlyn melepaskan rangkulan itu dengan malas. Ada Rome, Dean, dan Alvin di sana, menatapnya dengan bingung. Raka berdiri di belakang Sherlyn. "Gue mau ketemu sama ketua ZC. Dia di mana sekarang?" tanya Sherlyn langsung saja.

Ghazi menatapnya dengan bingung. "Ketua ZC? Maksud lo Bang Faren? Dia lagi pergi beli cemilan—nah, panjang umur! Tuh dia, baru dateng," Ghazi menunjuk seorang lelaki yang baru saja tiba dengan tentengan plastik besar di kedua tangannya. Ghazi buru-buru meraih dua plastik itu dari tangan Faren, lantas berseru-seru kepada teman-temannya, "Cemilan dataaangg!!!"

"Dasar bocah gila," rutuk Faren. Pandangannya tertuju kepada Sherlyn yang berwajah panik. "Eh, lo Sherlyn kan? Pacarnya—maksud gue, mantannya Vigo?" Faren memastikan. Sherlyn mengangguk. Raka, Rome, Dean, dan Alvin yang merasa akan ada sesuatu yang buruk pun mendekat. "Apa kabar? Tumben mampir lagi ke sini."

"Baik, Bang," jawab Sherlyn. "Bang, lo tau gak Vigo di mana?" tanya Sherlyn langsung saja. Raka, Rome, Alvin, dan Dean menyimak dengan serius. Pasalnya, sejak pagi Vigo memang tidak kelihatan batang hidungnya. Terakhir kali Vigo hanya mengirimkan pesan chat di grup mereka, berkata bahwa hari ini ia ada urusan dengan seseorang dan tidak ingin diganggu.

"Vigo? Tadi pagi sih gue udah nyuruh dia ke sini, kumpul-kumpul kayak biasa. Tapi dia bilang ke gue, dia ada urusan sama temennya. Untuk jelasnya sih gue gak tau urusannya apa dan di mana. Gue sebagai ketua ZC aja gak berani ikut campur masalah dia. Emangnya ada apa? Dia ngilang?" jelas Faren, diakhiri dengan tanya.

Sherlyn terhenyak. Faren pun tidak tahu di mana Vigo sekarang. Firasatnya makin memburuk. "Iya. Keluarganya pun gak ada yang tau dia ke mana. Gue tadi sempet nelpon adeknya, dan adeknya bilang Vigo udah pergi dari rumah sejak pagi tadi. Gue ... gue khawatir. Firasat gue buruk aja. Masalahnya sekarang gak ada yang tau Vigo di mana."

Faren mengangguk mengerti mendengar penjelasan Sherlyn. "Hm ... gitu ya. Biasanya sih dia emang suka ngilang tiba-tiba, Lyn. Antara kebut-kebutan di jalan atau pulang, tidur. Tapi ya agak aneh juga sih sebenernya."

"Gak biasanya Vigo begini, Bang," Rome menimpali. Raka, Alvin, dan Dean yang sejak tadi hanya diam mengangguk menyetujui.

"Vigo bukan orang sibuk. Dia paling anti punya urusan sama orang lain, kecuali kalo itu bener-bener penting. Lo tau Bang dia gimana anaknya. Ini udah dari pagi lho," Raka buka suara.

"Jangan-jangan Vigo dapet masalah sama anggota geng lain?" Alvin mencetuskan kemungkinan terburuk. Sherlyn menelan liurnya. Pikirannya berkecamuk.

Faren buru-buru menggeleng, "Nggak. Kita keluarga, Vin. Kalo satu aja anggota keluarga ada yang bermasalah sama anggota geng lain, kita semua bakal maju. Gue rasa ini sih masalah pribadi."

"Bang, kalo kita cari Vigo aja gimana?" Sherlyn takut-takut memberikan usul. Ia tidak ingin terkesan menyuruh-nyuruh orang lain. Apalagi orang lainnya adalah Faren, ketua geng Zeus Colony yang sudah menjadi mahasiswa itu. "Maksud gue, ZC kan keluarga. Apa lo dan yang lain nggak ngerasa khawatir kalo salah satu anggota keluarga lo tiba-tiba ngilang gak tau ke mana?"

Faren menunduk, memikirkan kata-kata Sherlyn. Benar juga kata-kata gadis itu. Raka, Rome, Alvin, dan Dean sudah menyetujui usul Sherlyn. Kini, mereka berlima tampak menatap Faren dengan pandangan memohon. "Oke. Kita cari Vigo sekarang."

Sherlyn menghembuskan napas lega. Namun ia tahu, ia belum bisa lega. "Bang, gue ikut ya?" Faren hanya mengangguk tipis, kemudian memerintahkan anak-anak buahnya untuk bersiap-siap mencari keberadaan Vigo.

********************

Continue Reading

You'll Also Like

45.2K 6.3K 32
Sejak kecil Aksal tau wajahnya tampan. Karena itulah tak sulit bagi Aksal untuk bergonta ganti pasangan. Pemuda itu juga tidak takut dengan karma ka...
16.7K 2.3K 41
Rachel dan Raihan adalah dua orang yang saling bersebrangan. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda, sifat yang jauh berbeda, dan pikiran yang b...
638K 49.5K 33
Cinta pertama memang akan selalu membekas. Entah kenangan baik atau buruknya. -Galih Lesmana 📌 Cerita Pilihan Bulan Maret oleh @WattpadChicklitID #1...
26.3K 1.7K 31
#Love and Hapinness 2 Perempuan keras kepala yang bertahan dengan rasa sakit. Bukannya mengobati luka, justru membuat luka untuk dirinya. Kapan menye...