EX

By laevanter

148K 6.5K 148

Dunia itu berputar. Di dunia berlaku yang namanya hukum alam. Artinya, apa yang kau lakukan ke orang, baik at... More

Prologue
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fifteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three
Thirty Four
Thirty Five
Thirty Six
Thirty Seven
Thirty Eight
Thirty Nine
Forty
Forty One
Forty Two
Epilogue
VS Gallery

Sixteen

2.1K 123 0
By laevanter

Hari Senin yang cerah....

"HAH? NYOKAP LO UDAH BANGUN, GO?!"

"Ssstt!!! Berisik banget sih lo?!" Vigo membekap mulut Raka, memelototinya. Raka yang dibekap hanya mengangguk, berjanji bahwa ia tidak akan berisik lagi. Vigo melepas bekapannya, menatapnya tajam.

"Lo ... serius kan, Go? Gak bercanda kan?" tanya Alvin. Wajahnya campuran antara shock dan antusias sekaligus tak percaya.

Vigo mendelik jutek, "Ya gue serius lah! Hal-hal kayak gini mana mungkin gue bercandain, Peak. Emangnya lo, segala hal dibercandain."

"Kecuali adek lo, hehe," celetuk Alvin, yang membuat Vigo melotot seketika.

"Apa? Adek gue? Ngomong sekali lagi sini depan muka gue!" sentak Vigo. Alvin terbahak, langsung berlindung di belakang Rome. "Lo macem-macemin Kylie, mati lo di tangan gue, Vin."

"Wues! Ampun Bang, bercanda gue. Serius amat lo," sergah Alvin, mulai ngeri. Vigo membuang wajah, tak peduli. Diantara keempat sahabatnya, memang Alvin yang paling genit. Ia yang paling sering menggoda dan menjahili Kylie.

Kylie memang cantik, bahkan Vigo mengakui itu walaupun gengsi. Tubuhnya mungil dan ramping, namun kedua pipinya tembam dan menggemaskan. Hidungnya mancung dan bola matanya berwarna hitam dan jernih, sangat indah. Tatapan yang dimiliki Kylie mirip sekali dengan milik Vigo. Tatapan keduanya sama-sama tajam dan terkesan mengintimidasi. Bulu matanya pun lebat dan lentik alami, sama seperti kedua alisnya yang terbentuk sempurna dan cukup tebal. Rambutnya panjang lurus dan berwarna hitam legam. Bibirnya pink alami tanpa sentuhan lipgloss dan kulitnya putih cerah. Walaupun Kylie sedikit tomboi dan cukup menguasai beladiri, namun seringkali Kylie salah tingkah jika berhadapan dengan lelaki, contohnya adalah keempat sahabat dekat Vigo. Jadi tak heran jika Vigo amat melindungi Kylie dari sahabat-sahabatnya, terutama Alvin.

"Eh, tapi nyokap lo beneran udah siuman? Alhamdulillah.... Akhirnya ya, Go, setelah sekian lama," Rome menimbrung. Reaksinya lebih waras daripada Raka dan Alvin, membuat Vigo refleks tersenyum.

"Iya, akhirnya, Ro. Gue bersyukur banget. Thanks banget ya, kalian udah bantu doa selama ini buat nyokap gue," Vigo berkata dengan tulus.

"Ya elah, Go ... santai kali! Lo kan sohib kita juga, Tante Rania juga udah gue anggep nyokap kedua gue," balas Dean.

"Nah, Dean bener, Go. Gila, gue kangen banget sama nyokap lo. Eh, gimana kalo nanti kita ke rumah sakit jenguk Tante Rania? Boleh kan, Go?" Raka mengusulkan, meminta izin pada Vigo.

Vigo terkekeh pelan, menatap keempat sahabatnya yang menatapnya dengan tatapan memohon campur berbinar-binar. "Ya boleh lah! Sejak kapan gue ngelarang kalian ketemu sama nyokap gue, hah?" Raka, Rome, Alvin, dan Dean bersorak setelah mendengar kata-kata Vigo. "Tapi ... sebenernya ada sedikit masalah," ujar Vigo, teringat sesuatu. Keempat sahabatnya langsung bungkam, kompak menatapnya.

"Hah, masalah? Masalah apaan? Nyokap lo bakal baik-baik aja kan, Go?" tanya Dean.

Vigo menggeleng, "Nyokap gue bakal baik-baik aja kok, tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya..." Vigo menghentikan sejenak kata-katanya. Raka, Rome, Alvin, dan Dean menatapnya dengan seksama. "Masalahnya ... nyokap gue nanyain Sherlyn mulu. Dia belom gue kasih tau soal hubungan kita yang sebenernya udah putus sejak dua bulan yang lalu."

********************

Vigo mengintip dari balik dinding, menatap Sherlyn dan Kinta yang berjalan berdampingan sembari mengobrol ringan. 'Apa gue kasih tau dia sekarang aja?' batin Vigo. 'Oke, lebih baik sekarang mumpung si Devon nggak ada,'  Vigo akhirnya memutuskan. Ketika ia hampir keluar dari tempat persembunyiannya, Devon tiba-tiba muncul dari arah lapangan dan tersenyum lebar ke arah Sherlyn. Vigo buru-buru mundur beberapa langkah ke belakang. 'Sial! Kenapa si Devon muncul tiba-tiba gini sih? Kampret, gue kan jadi kaget!' 

Vigo mengintip kembali, menguping pembicaraan mereka.

"Yuk, pulang!" ajak Devon.

Sherlyn mengangguk, kemudian beralih ke Kinta. "Kin, gue duluan ya!"

Kinta mengangguk sembari tersenyum, melambai kepada Sherlyn yang kini digandeng tangannya oleh Devon. "Hati-hati ya kalian!"

Vigo menyenderkan kepalanya ke dinding, menghela napas pelan. 'Sial, susah banget sih buat ngomong empat mata sama Sherlyn doang?!'

Sebenarnya Vigo bisa saja menelepon Sherlyn ataupun chat dengannya, namun ia yakin Sherlyn tidak akan menggubrisnya jika ia melakukan cara itu.

********************

Vigo memandang kosong ke arah kerumunan teman-temannya yang sedang mengobrol santai sambil bercanda-ria dengan Rania. Ia kira yang akan datang ke rumah sakit sore ini hanya keempat sahabatnya saja, ternyata Raka membocorkan bahwa ibunya Vigo sudah siuman ke anak ZC yang lainnya, yang menyebabkan mereka beramai-ramai menyusul ke rumah sakit untuk menjenguk Rania.

Untung satpam rumah sakit atau pihak rumah sakit yang lainnya tidak salah paham dengan kedatangan mereka yang seperti ingin tawuran.

"Go! Bengong aja lo," Raka sok asik menghampiri Vigo, merangkul sahabatnya itu.

Vigo mendelik jutek ke arah Raka. "Emang dasar ember lo, Ka."

"Hahaha! Ya bagus kali kalo nyokap lo dijengukin segini banyak orang. Nyokap lo aja seneng tuh, liat aja. Kylie juga adem-ayem aja di pojokan sambil baca novelnya, ngacangin Alvin yang manggil-manggil dia dari tadi, hehehe."

Vigo melirik Kylie. Ya, adiknya tengah asyik membaca novel, mengabaikan panggilan genit dari Alvin. Vigo tersenyum miring. Ia sudah memperingatkan Kylie untuk menjaga jarak dari Alvin dan mendiaminya jika Alvin menggodanya, dan Kylie menurutinya. Anak pintar.

"Go! Nyokap lo manggil nih," Dika, salah satu anggota ZC yang sudah kuliah, memanggil Vigo yang masih mengawasi Kylie.

Vigo menoleh, kemudian bangkit dari sofa dan berjalan menghampiri Rania. "Kenapa, Ma?"

Rania menyentuh lengan Vigo, menatapnya. "Sherlyn gak dateng, Sayang?" tanya Rania sambil berbisik.

Vigo membelalakkan kedua matanya. Teman-temannya yang sudah mengetahui hubungannya dengan Sherlyn serempak menatap Vigo. "A-ah, Sherlyn ... i-itu—"

Raka yang ada di belakangnya langsung menyerobot kata-katanya, "Lah, Sherlyn sama Vigo kan—hmmphh!"

"Diem gak?" Vigo langsung membekap mulut Raka, memelototinya. Raka yang sadar suasana langsung menepis tangan Vigo.

"S-Sherlyn kan ada acara keluarga bukannya? Hehe," Raka langsung memperbaiki kata-katanya. Vigo diam-diam menghela napas lega.

Rania menatap mereka dengan tatapan aneh. "Loh, ada acara keluarga? Terus, kapan dia bisa ke sini?"

"PIZZA DATAAANGG!!!" tiba-tiba, Jamil yang baru tiba di kamar rawat Rania langsung berseru di ambang pintu sembari memamerkan beberapa kardus pizza di tangan kanan dan kirinya. Suasana jadi ricuh seketika, mereka bersorak-sorak kegirangan.

"Yes, makan-makaaann!!!"

"Asiiikk! Om Jamil emang the best lah pokoknya!"

"Woah, kenyang dah gue kalo tiap hari ke sini!"

"Hahaha, ayo dibuka pizzanya, Anak-anak! Kita makan-makan!"

Vigo menghembuskan napas lega. Ingin rasanya ia memeluk ayahnya sekarang juga karena telah menyelamatkannya dari pertanyaan maut Rania. Rania menoleh kepada teman-teman Vigo yang sekarang sibuk berebut potongan pizza. Sepertinya konsentrasi Rania juga teralihkan. Wanita itu tersenyum hangat menatap keakraban Vigo dan teman-temannya. Kylie yang tadinya sedang fokus pada novelnya pun mendekat, mengambil potongan pizza bagiannya.

********************

Malamnya, ketika seluruh anak ZC sudah pulang termasuk Raka, Rome, Alvin, dan Dean, Vigo segera membereskan kekacauan yang terjadi di kamar rawat ibunya. Kardus-kardus pizza dan bekas botol mineral ia masukkan ke dalam plastik besar yang nantinya akan dibuangnya ke tempat sampah besar yang ada di belakang rumah sakit, dekat parkiran.

Vigo menghempaskan tubuhnya di atas sofa setelah memojokkan plastik besar berisi sampah itu di pojok ruangan. Ia memeriksa ponselnya. Ada banyak pesan Line dari Alice. Vigo segera membukanya.

Alice: V

Alice: VVVV

Alice: Vigo

Alice: Vigowowowow

Alice: Lo ke mana sih-_-

Alice: Sombong ya lo udah jarang ke JNHS lagi.

Alice: Kapan ketemuan?

Alice: Gue kangen

Alice: Tapi boong, HAHA.

Alice: Sok sibuk lo dasar.

Alice: Paling sama anak-anak ZC.

Alice: Gak usah bales chat gue.

Alice: :(

Vigo sedikit tersenyum mendapati pesan beruntun dari Alice. Gadis itu memang cerewet. Vigo terkadang tidak mengerti dengan jalan pikiran Alice yang malu-malu tapi mau. Vigo segera mengetikkan pesan balasan.

Vigo: Bawel dah lo. Iya ini nggak bakal gue bales lagi.

Vigo terkekeh pelan. Membuat Alice mengambek merupakan kesenangan tersendiri baginya.

Alice: Ya udah.

Vigo tertawa pelan. Jika Alice sudah membalas demikian, itu berarti Alice ngambek.

Vigo: Ngambek mulu.

Alice: Bodo.

Vigo: PMS lo?

Alice: G.

Vigo: Pelit amat satu huruf doang.

Alice: O.

Vigo: Terus aja begitu.

Alice: Bodo.

Vigo: Haha, iya, iya. Maaf deh, gue tadi abis kumpul bareng anak-anak.

Alice: Terus nyuekin gue, HAHA.

Vigo: Marah?

Alice: Pikir sendiri.

Vigo: Ah, nanti lo keenakan gue pikirin.

Alice: Bacot dah, HAHAHA.

Baru saja Vigo ingin membalas pesan Alice, suara Rania memanggilnya, "Vigo...."

"Ya, Ma?" Vigo memasukkan ponselnya ke dalam saku, berjalan mendekati ibunya.

"Sekarang kan udah tanggal 6. Gimana kalo kamu ajak Sherlyn ke sini tanggal 9 aja?"

"Hah?" Vigo menatap Rania, tidak mengerti.

Rania sedikit tertawa, "Ih! Kamu lupa sama tanggal ulang tahun kamu sendiri, hm?"

'Oh iya, tanggal 9 kan ulang tahun gue,'  batin Vigo. "K-kenapa tanggal 9, Ma?"

"Ya biar kita rayain sama-sama dong di sini. Kamu setuju kan?" jder!  Vigo merasa seperti ada petir yang menyambar dirinya mendengar kata-kata Rania. Ia terdiam sesaat, membuat Rania heran. "Kamu kenapa, Nak? Nggak bisa lagi ya tanggal 9? Mama bener-bener mau ketemu Sherlyn, udah kangen banget sama dia," ucap Rania. Nadanya terdengar setengah kecewa setengah berharap.

Vigo gelagapan sendiri. Jamil yang sedang membaca koran dan Kylie yang sedang belajar di atas sofa diam-diam menatap Vigo dan Rania, menguping pembicaraan mereka. "B-bukan gitu, Ma. Akhir-akhir ini Sherlyn emang lagi sibuk banget. Vigo aja jadi jarang ketemu dan komunikasi sama dia."

Rania menghela napas kecewa. "Hhh ... ya udah lah. Kapan-kapan aja ketemunya."

Vigo menatap Rania yang langsung menarik selimutnya. Bisa ia lihat dengan jelas kekecewaan di wajah Rania, membuat Vigo iba seketika. "O-oke, oke. Vigo bakal bilang ke Sherlyn untuk dateng ke sini tanggal 9 nanti. Vigo ... Vigo pastiin Sherlyn bakal dateng."

Rania menatap wajah Vigo. Senyuman kembali terbit di wajahnya. "Oke. Makasih ya, Sayang."

Jamil dan Kylie langsung fokus ke kegiatan mereka lagi, tidak ingin ikut campur.

********************

Keesokkan harinya sepulang sekolah....

Vigo menatap Sherlyn yang sedang berjalan di koridor menuju parkiran bersama Devon. Mereka tengah bercanda-ria sembari terus berjalan dan tertawa-tawa, membuat Vigo menelan liurnya. Apa harus ia mengganggu kemesraan dua pasangan itu?

'Ini demi mama, Go. Demi mama,'  Vigo memantapkan hatinya. Kalau bukan karena ibunya, ia tidak akan mau melakukan hal ini.

Ketika Sherlyn dan Devon sudah semakin dekat, Vigo langsung keluar dari tempat persembunyiannya, membuat langkah kedua sejoli itu terhenti dan menatapnya dengan heran.

"Eh, ehm. Hm ... sorry, gue boleh pinjem Sherlyn-nya sebentar gak?" tentu saja pertanyaan itu ditujukan untuk Devon.

Sherlyn terdiam, sementara Devon menatap Vigo dengan tatapan curiga. "Mau ngapain?" Devon menggenggam tangan Sherlyn, menariknya lembut ke belakang tubuhnya.

Vigo menghela napas. Ia berpikir Devon hanya akan membuang-buang waktunya. "Sebentar doang. Gue mau ngomongin hal yang penting sama dia."

Devon mengernyit. Ia menatap Sherlyn yang juga menatapnya.

"Janji, nggak akan lama. Kasih waktu 5 menit deh kalo lo takut Sherlyn gue apa-apain."

Sherlyn menatap Devon, kemudian mengangguk pelan dengan tampang memelas, meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Devon menghembuskan napas berat. "Ya udah, 5 menit."

********************

Sherlyn terduduk di atas bangku taman, menunggu Vigo berbicara. Karena tak sabar, akhirnya Sherlyn berkata, "Mau ngomong apa?"

Vigo menoleh. Ia terdiam sebentar, menyusun kata-kata. Kemudian ia menatap Sherlyn dalam dan berkata, "She, nyokap gue udah siuman."

Sherlyn sama sekali tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya mendengar kata-kata Vigo. Ia bahkan menegakkan tubuhnya, menatap Vigo dengan sumringah. "Serius?! Woaaahh! Alhamdulillah.... Kapan Tante Rania siumannya? Kok lo baru kasih tau gue sih?"

Melihat reaksi Sherlyn yang bersemangat seperti itu membuat Vigo mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. "Hm ... tiga hari yang lalu. Sorry baru ngabarin lo."

"Ish! Harusnya lo langsung kasih tau gue biar gue ajak keluarga gue jengukin Tante Rania. Gue kan kangen banget sama dia...."

Vigo refleks tersenyum mendengar gerutuan Sherlyn yang masih sama menggemaskannya di matanya, membuat Sherlyn membeku seketika. Keduanya sama-sama tercubit oleh sebuah kesadaran dan fakta bahwa sekarang mereka sudah tidak lagi ada hubungan apa-apa, kemudian keduanya sama-sama mengalihkan pandangan mereka.

"Ehm, sorry. Kalo gitu ... kira-kira kapan gue bisa jenguk Tante Rania?" tanya Sherlyn tiba-tiba setelah sekian lama mereka hanya saling diam, larut akan pikiran masing-masing.

Vigo menatap Sherlyn lamat-lamat, "She, gue mau minta tolong sama lo." Bukannya menjawab pertanyaan Sherlyn, Vigo malah berkata demikian.

Sherlyn yang agak gugup mendapati ekspresi serius dari Vigo mengerjapkan kedua mata anjingnya beberapa kali. "Minta tolong ... apa?"

Vigo menghembuskan napas pelan, membulatkan tekadnya. Ia kembali terdiam, menyusun kata-kata yang pas untuk diucapkan. Sherlyn juga diam, menunggu jawaban Vigo.

"Nyokap gue belom tau kalo kita udah putus."

Sherlyn sedikit terbelalak mendengar kata-kata Vigo, namun ia tetap diam.

"Dia nanyain lo terus, dan gue belom bisa kasih tau dia kalo sekarang kita udah nggak ada hubungan apa-apa."

Sherlyn masih terdiam, khidmat mendengarkan kata demi kata yang Vigo utarakan dengan susah-payah.

"Gue nggak mau dia kecewa dan akhirnya down lagi. Dia minta ke gue untuk—"

"Untuk apa?" tanya Sherlyn, memotong ucapan Vigo. Firasatnya memburuk, entah kenapa.

Vigo sedikit tergagap, "Ya—ya lo tau sendiri, nyokap gue udah terlanjur sayang banget sama lo, udah nganggep lo kayak anaknya sendiri. Dia bilang, dia kangen banget sama lo. Dan dia mau lo dateng ke rumah sakit tanggal 9 September nanti untuk—"

"Ngerayain ulang tahun lo? Iya?" potong Sherlyn lagi. Vigo terdiam. Ternyata Sherlyn masih mengingat tanggal ulang tahunnya.

"Ya. Dan gue minta tolong, gue mohon banget sama lo, sekali ini aja. Tanggal 9 nanti, please, lo dateng ke rumah sakit, ke kamar rawat nyokap gue, dan bertingkah di depan nyokap gue kayak kita ... masih pacaran."

********************

a.n.

O'ow....


Continue Reading

You'll Also Like

887K 66.1K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
4.5M 171K 32
[Telah diterbitkan oleh Namina Books. Tersedia di Gramedia & PlayStore] Link Playstore: https://play.google.com/store/books/details?id=ssDEDwAAQBAJ K...
26.4K 1.7K 31
#Love and Hapinness 2 Perempuan keras kepala yang bertahan dengan rasa sakit. Bukannya mengobati luka, justru membuat luka untuk dirinya. Kapan menye...
884 129 45
Tidak ada pendeskripsian panjang. Yang perlu kalian tahu adalah 'bagaimana cara yang baik untuk mengalahkan ego bagi sebagian orang'. re-frain ©2020...