EX

By laevanter

148K 6.5K 148

Dunia itu berputar. Di dunia berlaku yang namanya hukum alam. Artinya, apa yang kau lakukan ke orang, baik at... More

Prologue
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fifteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
Thirty One
Thirty Two
Thirty Three
Thirty Four
Thirty Five
Thirty Six
Thirty Seven
Thirty Eight
Thirty Nine
Forty
Forty One
Forty Two
Epilogue
VS Gallery

Fourteen

2.2K 124 1
By laevanter

Malam itu, di tempat lainnya....

Vigo yang menjaga Rania sejak sore tadi terbangun. Tubuhnya terasa pegal-pegal karena tertidur dalam posisi duduk sembari menggenggam lembut tangan kurus Rania, dengan kepala yang menyentuh ranjang Rania. Ia memijat keningnya sendiri, kemudian mengucek-ucek kedua matanya. Vigo melirik jam dinding. Pukul 22.15.

"Ck, udah jam segini lagi," gerutunya. Ia segera bangkit, berjalan menuju sofa dan menyambar tas ranselnya. Sudah waktunya pulang ke rumah. Setelah ia pulang, suster akan bergantian menjaga ibunya.

Vigo kembali menghampiri Rania, duduk di bangku tadi di sebelah ranjang wanita itu. Kedua mata lelahnya memandang Rania dalam. Tangan kanannya terjulur, mengusap pelan rambut kusam Rania. Ia tersenyum lemah, kemudian membuang pandangannya. Bulan September ini adalah bulan ketujuh semenjak ibunya dinyatakan koma sejak bulan Februari lalu. Dan Vigo maupun Jamil dan Kylie tidak pernah berhenti berdoa maupun berharap yang terbaik untuk Rania.

"Ma, sekarang udah masuk bulan September, tanggal 2. Kira-kira, tanggal 9 nanti Mama udah bangun belom ya?" Vigo menatap wajah ibunya dengan sendu. Tenggorokannya tercekat seketika. Ia menghela napas pelan. "Tanggal 9 nanti, tepatnya seminggu lagi adalah hari ulang tahun Vigo, Ma. Mama gak lupa kan? Cuma satu yang Vigo mau untuk hadiah ulang tahun Vigo. Vigo mau Mama bangun dan meluk Vigo, itu aja. Itu bakal jadi hadiah ulang tahun paling spesial dan terindah yang pernah Vigo punya."

Vigo terdiam selama beberapa saat. Mati-matian ia berusaha untuk menahan tangisnya, namun ia tidak bisa. Ia menggenggam tangan Rania erat, menundukkan kepalanya hingga menyentuh tangan kurus itu. Malam ini, lagi-lagi ia menangis sejadi-jadinya untuk ibunya. Malam ini, lagi-lagi ia merasa lelah, letih, bahkan hampir putus asa, padahal hanya untuk berharap dan berdoa. Malam ini, lagi-lagi kerinduan yang menyakitkan itu kembali menyergap tidak hanya hatinya yang rapuh, namun semua bagian dari dirinya. Ia rindu ibunya. Ia rindu semua hal yang menyangkut Rania. Amat sangat dalam kerinduannya.

Vigo mengeluarkan ponselnya. Ia membuka kontak, mencari sebuah nama di dalam kontaknya. Biasanya jika sedang seperti ini, Vigo akan melakukan tindakan di luar kendali. Ia tidak bisa berpikir jernih. Biasanya jika sedang seperti ini, satu-satunya orang yang bisa menenangkannya hanya Sherlyn. Ya, hanya gadis itu. Ia hanya perlu menelepon Sherlyn tanpa berkata apa-apa, maka Sherlyn akan langsung mengerti apa yang terjadi pada Vigo, dan Sherlyn akan langsung berceloteh sepanjang malam, tentang semuanya. Semua hal yang tidak penting akan turut diceritakannya kepada Vigo walaupun Vigo tidak membalas perkataannya sama sekali. Semua lelucon yang ia tahu akan ia katakan pada Vigo, walau terkadang lelucon-leluconnya itu sama sekali tidak lucu.

Namun hanya itu. Hanya itu yang bisa membuat Vigo sedikit merasa terhibur.

Vigo terdiam cukup lama. Air matanya masih menetes dari kedua mata elangnya yang tajam, yang kini sudah tidak lagi terlihat tajam. Tatapannya terus tertuju pada kontak telepon atas nama 'Sherlyn'. Vigo menggeram tertahan. Ia tahu ia tidak akan bisa melakukan itu lagi. Ia sadar Sherlyn tidak akan menghiburnya kembali jika ia sedang dalam kondisi rapuh seperti ini.

Vigo menggenggam kuat ponselnya, kemudian memasukkannya ke saku celana. Ia menatap wajah ibunya lekat-lekat, kemudian mendekatkan wajahnya dan mengecup lembut kening Rania, seperti yang biasa ia lakukan selama beberapa bulan terakhir ini. "Vigo pamit pulang ya, Ma. Semoga Mama mimpi indah. Vigo sayang Mama."

********************

Vigo memasuki kelasnya dengan lemas. Kedua matanya berat sekali. Sangat mengantuk. Baru saja Vigo meletakkan bokongnya di atas bangku, suara Alvin, Raka, Rome, dan Dean—yang entah dari mana mereka beramai-ramai seperti itu langsung mengganggu paginya yang damai.

"VIGOOO!!!"

"VIGO! LO HARUS TAU, LO HARUS TAU!"

"GO, POKOKNYA LO PASTI KAGET BANGET DENGER BERITA INI!"

"GO, MENDING LO MINUM DULU. NIH, MINUM."

"Apaan sih? Heboh amat. Lo Bego yang harusnya minum," Vigo menjauhkan botol mineral yang disodorkan Alvin dengan malas. Ia benar-benar sedang tidak ada mood untuk meladeni teman-temannya sekarang.

"Go, serius ini tuh!" Raka loncat ke hadapannya, duduk di atas bangku di depan mejanya, menatapnya serius dengan kedua mata terbelalak.

"Iya, iya, terserah. Gue serius juga nih, serius," timpal Vigo malas. Paling gosip baru yang membosankan soal sekolah ataupun sepak bola, atau bisa jadi artis, aktor, maupun musisi idola mereka.

"Go, lo tenang dulu ya. Tarik napas pelan-pelan ... buang," Rome memberi aba-aba.

Vigo dengan malas mengikuti perintahnya. "Dah. Aduh, bego banget gue pake ngikutin kata-katanya Rome. Ya udah, gue udah tenang nih. Kenapa sih? Kendall Jenner dihamilin sama Christiano Ronaldo? Hah? Apa Zayn Malik punya anak sama Taylor Hill? Atau Adam Levine gabung One Direction?"

"Go, tatap gue, Go," Raka bersuara. Vigo langsung menatapnya dengan datar. "Aduh, Bro. Gimana bilangnya ini?" Raka memalingkan wajah, menatap Alvin, Rome, dan Dean bergantian.

Vigo berdecak kesal melihat sahabat-sahabatnya kini malah saling menunjuk, siapa yang akan mengutarakan 'sesuatu' kepada Vigo. Karena tak tahan, akhirnya Vigo pun menyentak, "WOY! ADA APAAN SIH EMANGNYA?! RIBUT BANGET LO PADA!"

Raka, Rome, Alvin, dan Dean sontak terdiam. Keempatnya menatap Vigo dengan wajah pias. Raka menelan liurnya sebelum menjawab dengan lirih, "Sherlyn jadian sama Devon."

Vigo yang dalam posisi bersedekap santainya membelalakkan kedua matanya lebar-lebar.

********************

"O-oh ... ya—ya terus kenapa?" Vigo berusaha sekeras mungkin untuk tidak peduli, namun nyatanya ia tidak bisa. Akhirnya, ia memutuskan untuk memasang earphone di kedua telinganya. Padahal tidak ada lagu yang ia putar di playlist musiknya saat itu. Pikirannya langsung tertuju kepada Sherlyn dan Devon. 'Hah, Sherlyn jadian sama Devon? Kapan dah?' batin Vigo. Ia terlalu gengsi untuk bertanya.

Raka, Rome, Alvin, dan Dean terdiam, saling menatap.

"Dia gak peduli gitu, Ka," bisik Alvin. Vigo yang sebenarnya mendengar kata-kata Alvin hanya melirik sekilas, kemudian berpura-pura fokus kepada ponselnya kembali.

"Dia kaget, Bego. Gak liat apa ekspresinya tadi?" ucap Dean sembari menempeleng kepala Alvin.

Alvin balas menabok lengan Dean, dan berakhir ditengahi oleh Rome, "Udah apa udah. Kayak bocah dah lu berdua."

"Yah, emang udah seharusnya sih dia gak kaget. Kan Sherlyn bukan siapa-siapanya lagi. Lagian dia juga udah ada Alice," sambung Raka. "Mungkin dia udah move on seutuhnya Men ke Alice!" lanjutnya. Rome, Alvin, dan Dean membenarkan.

"Gila. Katanya sih Devon nembak Sherlyn kemaren di rumah Sherlyn. Niat banget anjer dia sampe minta bantuan temen-temennya, temen-temen Sherlyn, sama keluarganya! Salut sih gue," komentar Rome. Raka, Alvin, dan Dean kembali membenarkan.

Vigo sedikit tertegun, namun tak lama kemudian menghela napas pelan. Ia bersyukur kemarin malam ia tidak jadi menelepon Sherlyn. Bisa-bisa ia merusak malam bahagia Sherlyn jika ia benar-benar menelepon gadis itu. 'Oh, jadi mereka baru jadian kemarin? Ck, apanya move on sih? Ah elah, harusnya gue gak peduli!'  Vigo merutuk habis-habisan dalam hati.

********************

Jam istirahat sudah berbunyi sejak 5 menit yang lalu. Sherlyn dan Devon sudah menempatkan diri di salah satu meja kantin yang kosong, bercengkerama tentang apa saja. Tidak mempedulikan tatapan-tatapan yang menghujani mereka. Ada yang menatap iri, ada yang menatap menggoda, dan ada yang menatap bahagia, turut senang mendengar kabar mereka berdua pacaran.

"Oh ya? Bunda kamu bilang begitu?" Devon menatap Sherlyn dengan antusias.

Sherlyn mengangguk semangat. "Iya! Bunda bilang kamu tuh sipit, Chinese gitu. Lucu, kayak aktor-aktor drama Korea yang suka aku sama bunda tonton!"

"Ah, bisa aja. Aku tau aku ganteng, hehe," kilah Devon. "Terus, terus? Keluarga kamu bilang apa lagi?"

"Bang Rey bilang kamu tuh super niat nyiapin itu semua untuk aku. Enno juga bilang dia suka sama kamu, soalnya kamu baik banget ngasih dia cokelat. Ih! Harusnya nggak usah, kan dia nggak bantu apa-apa!"

"Eh, jangan salah. Enno kemarin bantu aku ini-itu lho. Dia kan juga tim hore, tim suksesnya aku," balas Devon.

"Ih, dia ngeledekin aku sepanjang hari tapi," Sherlyn cemberut lucu, membuat Devon bertambah gemas padanya berkali-kali lipat.

Devon mengulurkan sebelah tangannya, mengacak rambut Sherlyn dengan lembut. "Gak usah kesel begitu lah. Kan diledekinnya sama aku, gapapa dong. Tuh, dimakan dulu makan siang kamu, keburu bel lho nanti," Devon mengingatkan. Wajah Sherlyn kembali cerah, lalu segera menyendok menu makan siangnya.

********************

"Psstt!"

"...."

"Itu...."

"Udah, biarin aje."

"...."

"Ck, biarin apa!"

Raka, Rome, Alvin, dan Dean saling menyikut, menatap Vigo yang hanya mengaduk-aduk es teh manisnya sembari menatap jauh ke arah tempat Sherlyn dan Devon berada. Entah mengapa lelaki itu masih belum menerima kenyataan bahwa sekarang Sherlyn sudah menjadi milik Devon. Wajahnya terlipat, menatap lemas ke arah dua manusia yang sedang kasmaran itu.

"Go—" belum selesai Raka berbicara, Vigo sudah bangkit duluan. "Lo mau ke mana, Go?" tanya Raka heran. Pasalnya, Vigo sama sekali tidak menyentuh siomay dan es teh manis pesanannya. Ia hanya mengaduk-aduknya saja.

"Gue gak laper," jawab Vigo pendek, seraya berlalu dari sana, entah ingin ke mana dia.

"Go! Siomay sama es teh manis lo buat gue ya!" seru Alvin. Vigo hanya mengacungkan jempolnya tanpa menoleh sedikitpun. "Yes! Rejeki anak sholeh, hehe."

"Eits, bagi-bagi dong lo!" hardik Dean.

"Gue juga bagi dong, jangan mau enak sendiri aja lo, Vin!" tambah Rome.

Raka mendengus kesal menatap tingkah sahabat-sahabatnya yang kini malah berebutan siomay dan es teh manis milik Vigo. "Eh, kasian tuh sohib lo pada lagi galau gara-gara mantannya jadian sama orang lain! Fix banget ini sih, si Vigo belom move on dari Sherlyn," ucap Raka. Namun, baik Rome, Alvin, maupun Dean tidak ada yang menggubris kata-katanya. Mereka sibuk dengan urusan mereka masing-masing; makan siomaynya Vigo. "Ck! Makan mulu lo pada! Sini, bagi es tehnya," Raka yang merasa terkacangi akhirnya menyambar segelas es teh manis yang tadinya milik Vigo dan menyedot isinya hingga habis, membuat Alvin, Rome, dan Dean berseru bersamaan.

"YAH, JANGAN DIABISIN, BEGO!!!"

********************

Seharian ini Vigo lebih banyak diam. Bahkan Alvin yang sekelas dengannya saja tidak berani menyebut namanya sekalipun. Wajah Vigo yang menyedihkan terlihat sangat menyeramkan baginya. Salah sedikit, Alvin bisa-bisa kena bogem mentahnya.

Saat pulang sekolah seperti sekarang pun, Vigo tetap tidak berkata apa-apa. Kabar bahwa Sherlyn dan Devon telah resmi berpacaran membuat seluruh tenaganya terkuras habis. Ia benar-benar tidak ingin peduli lagi dengan semua hal yang menyangkut Sherlyn. Dan ia rasa beberapa hari lalu ia biasa saja saat mendengar nama Sherlyn ataupun berpapasan tak sengaja dengan gadis itu. Namun hari ini, ketika ia mendengar berita bahwa Sherlyn dan Devon jadian, entah mengapa ia tidak bisa bersikap untuk tidak peduli.

Ini semua membebaninya dan membuatnya lelah.

Saat di persimpangan jalan di koridor sekolah lantai satu, tak sengaja Vigo yang saat itu sedang berjalan sambil melamun menabrak seseorang, menyebabkan beberapa buku yang dibawa oleh orang itu berjatuhan ke lantai.

"Eh, sorry..." kata-kata Vigo langsung terhenti ketika ia menunduk untuk mengambilkan buku-buku tersebut dan menyadari siapakah barusan yang ia tabrak tanpa sengaja.

Dan nampaknya orang itu juga sedikit terkejut. Ia meraih buku-bukunya dari tangan Vigo kemudian berkata, "Hm, gapapa. Gue yang salah. Maaf and ... makasih ya."

Vigo menatap sepasang mata anjing yang lucu milik orang itu. Sherlyn. Dan ketika Sherlyn hendak melangkahkan kakinya lagi, Vigo menahan lengannya dengan lembut, membuat Sherlyn menghentikan langkahnya kembali.

"Apa?" tanya Sherlyn. Ia benar-benar sedang tidak ada mood untuk bertemu apalagi berbicara dengan Vigo. Ia tahu bahwa Vigo pasti sudah mendengar berita bahwa Sherlyn dan Devon berpacaran. Dan untuk beberapa alasan, Sherlyn memutuskan untuk tidak berhadapan dengan Vigo dulu dalam waktu dekat ini.

Padahal ia sudah sangat bersyukur tidak bertemu Vigo sejak pagi.

Vigo menurunkan tangannya yang ia gunakan untuk menahan lengan Sherlyn. Ia mengusap tengkuknya dengan canggung dan menggigiti serta menjilati bibirnya, tanda bahwa ia sedang gugup ataupun salah tingkah. "Hm ... gue denger lo jadian sama Devon."

Sherlyn terdiam. Sudah ia duga Vigo akan membicarakan hal ini. "Ya, gue jadian sama dia," balas Sherlyn. 'Vigo cuma masa lalu lo, Lyn. Gak ada lagi yang harus lo takutin dari cowok ini,' batin Sherlyn, menyemangati dirinya sendiri.

"Oh, iya. Kalo gitu ... congrats ya. Longlast," ucap Vigo dengan kecanggungan yang luar biasa. Belum pernah ia merasa secanggung ini. Vigo memaksakan diri untuk tersenyum menatap Sherlyn, dan ia bisa walaupun senyumannya sangat jelas terlihat bahwa itu hanyalah senyuman paksaan.

Sherlyn melihat senyuman itu. Hatinya terenyuh seketika. Ia berpikir pasti Vigo berusaha sangat keras untuk bisa tersenyum seperti ini. Orang seperti dirinya memang sangat jarang tersenyum. Maka kejadian ini pun bisa dibilang kejadian yang cukup langka.

Sherlyn menunduk, menatap sepatunya, kemudian menatap Vigo lagi. Gadis itu membalas senyuman Vigo dengan manis. Untuk urusan fake smile, cewek jagonya. Apalagi Sherlyn. Ia bisa tersenyum tanpa beban sekalipun berada dalam situasi yang paling sulit. "Amin. Makasih ya, Vigo."

Vigo sedikit melebarkan kedua matanya mendapati senyuman itu, dan juga kata-katanya. Mendengar Sherlyn kembali menyebut namanya dengan lembut seperti itu entah mengapa membuat jantungnya berdebar keras. Terasa sedikit menyakitkan.

Beberapa detik setelahnya, Vigo hanya mengangguk, kemudian segera berlalu dari hadapan Sherlyn dengan cepat menuju parkiran.

********************

Vigo membiarkan kepalanya terkulai lemas di atas ranjang Rania, di sebelah tangan kurus wanita itu. Vigo menyentuh lembut tangan Rania dan mengusapnya perlahan. Berkali-kali ia menghela napas. Tidak disangka, bahwa patah hati akan terasa se-'patah' ini. Kini Vigo merasa bahwa dirinya munafik karena jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, ia sama sekali belum bisa melepas Sherlyn. Dan kini kesedihannya itu sudah tiba di puncaknya, tidak bisa ditahan-tahan lagi.

Tiba-tiba, Kylie memasuki kamar rawat Rania dan langsung mengernyitkan keningnya menatap tingkah laku Vigo. Tidak biasanya kakaknya sediam ini. Walaupun Vigo sering bersikap dingin dan tak bersahabat dengannya, namun baru kali Kylie melihatnya begitu rapuh dan terluka. Menyedihkan sekali.

Kylie menggelengkan kepalanya. Ya, ia tidak tahu-menahu dan sebenarnya tidak ingin tahu juga apa yang terjadi dengan Vigo. Gadis itu terduduk di atas sofa, mulai membaca novelnya. Pandangannya langsung tertuju kepada ponsel Vigo yang bergetar terus-menerus di atas meja kecil di depan sofa. Gadis itu melirik caller ID. Alice.

"Ehm, Kak. Ada yang nelpon tuh," panggil Kylie, takut-takut. Kini ia mulai merasa bahwa Vigo yang terlihat lesu nan menyedihkan seperti ini lebih menyeramkan daripada Vigo yang selalu memasang tampang jutek dan ketus.

"Hm..." Vigo hanya bergumam. Sebuah fakta yang bisa disimpulkan atas kejadian ini adalah bahwa Vigo bukan orang yang pandai dalam menutupi lukanya, apalagi di saat sedang patah hati. Entah ke mana sikap 'songong'-nya itu.

Kylie berdecak pelan. Pasalnya, ponsel Vigo terus bergetar dan peneleponnya selalu nama yang sama. Kylie tidak mengenal siapa gadis bernama Alice itu, namun ia yakin pasti Vigo dan Alice ini memiliki hubungan lebih dari sekadar teman. Karena setahunya, perempuan yang berani menelepon Vigo hanya ia, ibunya, dan Sherlyn. "Kak! Gue angkat ya?"

"Dari siapa?" tanya Vigo, tanpa sesentipun menolehkan kepalanya ke arah Kylie.

"Hm ... Alice," jawab Kylie. Sontak, Vigo langsung menegakkan tubuhnya dan bangkit mendekati meja kecil, kemudian menyambar ponselnya dengan cepat, lalu menempelkannya di telinga. Kylie yang melihat respon Vigo yang tiba-tiba itu hanya bisa mengerjap-ngerjapkan kedua matanya dengan bingung.

"Ya, halo? Kenapa nelpon? Oh. Iya, sorry, gue abis mandi. Di kamar mandi lah. Ya di rumah gue maksudnya. Hm. Eh, gak usah! Gue mau istirahat, capek banget. Iya. Sorry banget gue gak mampir ke JNHS hari ini, gue capek. Oke. Iya. Thanks, Lice." Vigo langsung meletakkan ponselnya kembali—dengan sedikit bantingan, ke atas meja kecil itu. Kemudian ia kembali duduk di sebelah ranjang Rania, meneruskan kegiatan berdiam diri dengan wajah menyedihkannya.

Kylie menatap kakaknya dengan bingung. Ia benar-benar merasa ada yang aneh dengan Vigo sore ini. "Kok lo bohong sih, Kak? Alice tuh siapa?"

"Alice temen gue, dan dia nggak perlu tau gue ada di mana sekarang," jawab Vigo datar.

Kylie mengernyitkan keningnya, "Lo kenapa deh, Kak? Aneh banget kelakuan lo sore ini."

"Ck, kepo banget sih lo, Dek!" hardik Vigo kesal.

Kylie langsung bungkam. Ia tahu mood  Vigo sedang tidak bagus sekarang, jadi ia tidak berani bertanya-tanya lagi. Kylie bangkit dengan sebuah novel tebal di tangan kanannya, kemudian berkata, "Kak, gue mau jalan-jalan dulu di sekitar rumah sakit."

Vigo hanya diam, tidak merespon.

********************

Continue Reading

You'll Also Like

17K 2.3K 41
Rachel dan Raihan adalah dua orang yang saling bersebrangan. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda, sifat yang jauh berbeda, dan pikiran yang b...
1.5M 55.2K 20
Sebagai perempuan modern yang sukses dalam karier, dijodohkan adalah sesuatu yang sangat konyol dalam hidupku. Tapi ketika aku mulai mengenalnya apak...
9.2M 780K 35
"Seperti Ibram yang kerap datang dan pergi, meninggalkan jejak kehadirannya di setiap sudut apartemenku, di sweater yang selalu menemaniku tiap malam...
1.2M 79.7K 46
[DISARANKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠] Highest rank #1 dalam Fiksi Umum #2 Romcom #1 Comedy #1 Komedi #1 Horor #1 Hantu (Romance-Komedi-Horor) ___...