Aldi menggeram melihat gadisnya ditampar keras oleh teman kecilnya ini. Dan sejak saat itu pula Aldi mulai menjauh dari Tania. Namun tetap saja, Tania masih menempel pada Aldi.
"Dinda, Nana, Lion sini sebentar deh." ujar Vera sambil melambaikan tangannya.
"Em, gini. Mama lagi adain acara kecil-kecilan. Lo mau dateng kan? Sekalian kenalan sama ortu gue," ujarnya pelan.
"Wih, oke oke." jawab Lion. Dinda dan Nana hanya mengacungkan jempol.
"Jangan bilang ke yang lain. Bukannya pilih kasih atau apa. Cuma gue gak mau yang lain kenal keluarga gue. Cukup mereka tau abang aja." jelas Vera pelan.
"Iya tau kok." jawab Nana.
"Ngundang siapa lagi? Kita doang?" tanya Dinda. Dia menatap Vera dengan tatapan penasarannya.
"Bella, Gevin, Radit, Putra, Nathan." ujar Vera tanpa kontrol. Mereka pun terkejut.
Shit! Keceplosan!, batin Vera.
"Nathan? Nathan anak baru? Kok lo kenal?" tanya Dinda.
"What? Cowok itu astaga naga omega! Ngapain sih ngundang tuh cowok?!" ujar Nana.
Vera terdiam mendengar pertanyaan temannya itu. Vera pun hanya mangejapkan matanya. Apalagi Lion yang terlihat santai seakan dia tahu akan hal itu.
"Gini. Gue cuman ngundang dan yeah, gue kenal dia. Nathan temen SMP gue. Wajar lah ya, ya gak Le?" jelas Vera yang kemudian menatap Lion.
"Eh? I-iya," Lion gelagapan mengenai pertanyaan Vera. Dia sedang melamunkan Nathan.
Bagaimana dia mengundang Nathan, sedangkan disitu ada Aldi. Dan juga Bang Dani yang tidak menyukai Nathan, batin Lion.
***
Malam ini teman-teman dekat Vera sudah berada dirumahnya sejak 10 menit yang lalu. Namun gadis itu malah gusar. Dia memikirkan Aldi yang masih belum datang. Tadi siang ia keceplosan mengatakan jika Nathan juga diundang.
Aldi mengenal Nathan. Itu yang sempat dikatakan Gevin beberapa waktu yang lalu. Vera memutuskan tidak memberi tahu Aldi karena gadis itu telah mengetahui jika Nathan adalah musuh bebuyutannya.
"Kenapa?" Daniel sedari tadi memperhatikan adiknya yang gusar.
"Aldi belum datang." jawab Vera namun di ikuti senyuman oleh kakaknya.
Vera kembali melihat jam yang berada di dinding ruang tamunya. Tak lama kemudian pun Aldi membuka pintu yang ada di hadapannya. Vera tersenyum kecil melihat kedatangan Aldi.
"Kenapa lama banget sih? Yang lain nungguin lo elah." ujar Vera sambil memukul lengan berotot milik Aldi.
"Cie nungguin," goda Aldi sambil mencubit pipi Vera.
"Idih, yang nungguin itu mereka!"
Vera memperhatikan wajah tampan Aldi. Kemudian dia mendapati luka di sudut bibir Aldi. Darah itu sudah mengering. Ditambah dengan hidungnya yang memerah.
"Kenapa?" tanya Vera sambil menyentuh sudut bibir Aldi. Aldi meringis pelan.
"Tadi jatoh dari motor." jawab Aldi asal.
***
"Bulan depan tanding, Ve." ujar Aldi pelan. Cowok itu kini terlihat lebih tampan dengan kaus putih dan celana jeans hitamnya.
"Tanding apaan? Mau berantem lagi?"
"Basketlah. Lo mau gue berantem lagi?" jawab cowok didepannya itu dengan sedikit menggeram pelan.
"Ya nggak lah! Terus? Mau join lagi?" Vera menatap Aldi lekat, menunggu jawaban dari cowok itu.
"Lebih tepatnya dipaksa Gevin. Kalo gue gak bisa 'kan jadi nurunin harga diri gue. Tai tuh si Gevin, pakek acara bilang ke pak kepsek segala! "
"Di, lo kemaren berantem sama siapa?" tanya Vera mengingat kemarin Aldi datang ke rumahnya meninggalkan bercak darah disudut bibirnya.
"Kan udah gue bilang kalo gue jatoh dari motor." Kini suara Aldi mulai meninggi. Bahkan cowok itu menatap Vera dengan tajam.
"Lo gak bisa bohong, Di. Masa ada jatoh tapi memar-memar kayak di tonjok. Noh, liat tangan. Sampek di perban. Kenapa?" Berganti Vera yang meninggikan suaranya.
"Iya. Gue berantem. Puas? Dan asal lo tau. Gue gini karna berusaha ngelindungi lo! Jadi gak perlu marah-marah."
"Sampek lo mimisan? Di sadar gak sih? Lo itu makin sering emosian?" tanya gadis itu sambil menatapnya dengan kemarahan.
"Gue ngelakuin ini ada alasannya. Udah sana masuk. Lima menit lagi bel." ujar Aldi sambil mendorong Vera untuk segera masuk ke kelasnya
***
"Mau lo apa?! Lo bilang sendiri kalo lo gak akan ganggu dia lagi! Dan inget! Kedatangan lo akan berpengaruh buruk buat kehidupan pacar gue!" teriak Aldi kepada cowok di depannya.
Emosi Aldi sudah mulai memuncak sejak cowok dihadapannya ini menyuruhnya datang. Ditambah lagi pilihannya yang tidak konsisten. Bahkan Aldi mengatai cowok ini dengan sebutan banci.
"Ya. Lo bener. Dan lo tau kalo gue gak akan diem. Ah, soal Yoga, tuh cowok udah gue singkirin semenjak dia ngobrol sama pacar lo. Di, kita emang temen. Tapi salah lo gak akan gue lupain." ujar cowok itu.
Kini wajah Aldi sudah memerah. Kemarahan sudah teramat jelas tercetak di wajah tampannya. Dengan kuat Aldi menahan emosinya. Dia sangat berhati-hati. Jika dia salah langkah sesenti pun. Dia akan terjebak dalam permainan cowok di depannya ini.
"Salah gue? Salah gue yang mana? Lo juga punya salah sama gue kali." kini giliran Aldi yang memancing cowok itu.
Bugh
Satu tonjokan di pipi kiri Aldi membuat rahangnya mengeras. Bahkan sudut bibir kirinya mengeluarkan sedikit darah.
Bugh
Bukan Aldi yang menghajar cowok itu, tapi seseorang yang dari tadi memperhatikan mereka berdua. Aldi memang mengajak temannya ke tempat ini, mengingat cowok yang ditemuinya tidak bisa dianggap remeh.
BUGH
Tonjokan keras dari tangan kanan Aldi membuat cowok itu terdorong ke belakang dan meringis pelan.
"Urusan lo sama gue belom selesai!" ujar cowok itu dan langsung menunggangi motornya tanpa memakai helm yang telah dibawanya.
"Gue pernah bilang 'kan ke elo. Kalo jangan pernah ngelibatin masa lalu di kehidupan ini. Dia dendam sama lo, Di. Dan harusnya lo tau kalo lo kayak gitu tadi. Lo gak ada bedanya sama dia. Bentar lagi kita tanding. Kali ini lomba. Jangan kecewain siapa pun meskipun musuh lo, kalo lo masih mampu buat ngehadapinya." jelasnya.
Aldi mengangguk pasrah dan menatap cowok tersebut.
"Thanks, Gev. Gue bakalan jagain dia."
"Jangan jagain demi gue. Tapi demi hati lo, Di. Oke, lo sangat pengalaman buat jadi seorang pacar yang baik. Tapi dia beda, Di. Yah, gue akuin tuh cewek juteknya kagak nahan, dingin, slegean atau apalah. Tapi dia butuh lo sekarang. Jangan sampek lo nyesel ninggalin cewek kayak dia." jelas Gevin.
"Dan jangan biarin tuh cewek kena guna-guna sama cowok psycopath kayak dia. Gue yakin Vera masih belom tau ini." ujar Gevin sambil menepuk-nepuk pundak Aldi.
"Tadi pagi dia tau kalo kemaren gue berantem." Aldi terdiam setelah mengatakan itu. Gevin pun hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Awal yang baik, Di. Paling nggak, dia mulai khawatir sama lo. Buat dia jatuh cinta sama lo, Di. Buat dia ngelupain cowok brengsek itu. Gue gak bisa liat orang yang gue sayang menderita hanya karena terlalu mencintai orang yang salah."
"Tenang aja, Gev. Tanpa lo kasih tau, gue bakal ngelakuin itu. Untuk kebaikannya sendiri." ujar Aldi yang kemudian tersenyum kepada Gevin.
Aldi sangat yakin jika ada satu masalah maka akan ada 1001 cara untuk mengatasinya. Termasuk masalah kali ini. Dia tidak akan membiarkan orang yang di sayanginya menderita.
Dia juga tidak akan membiarkan gadisnya jatuh hati kepada orang yang salah. Karena masih ada dirinya yang mampu mencintainya apa adanya, bukan ada apanya.
To be continue...