GEOGRA

By iceynda

2.4M 102K 4.1K

Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat... More

PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
CHAPTER 49
CHAPTER 50
CHAPTER 51
CHAPTER 52
CHAPTER 53
CHAPTER 54
EPILOG
EXTRA CHAPTER

CHAPTER 18

39K 1.6K 29
By iceynda

“Gra, gadis itu memang menghilang,” ujar Naden. Pemuda itu tengah berada di mansion Geogra setelah laki-laki itu menghubunginya untuk datang.

“Aku sudah mendatangi alamat itu, tetapi rumahnya kosong. Aku tidak melihat penghuninya. Lalu saat aku bertanya pada orang di sekitar tempat itu, mereka bilang dia sudah pindah entah kemana. Tapi anehnya, gadis itu masih terdaftar sebagai murid Zergant School,” jelas Naden. Dia mencari informasi tentang hilangnya Zeyra atas perintah Geogra.

“Dan yang lebih aneh, semua guru di sekolah tidak ada yang tahu di mana keberadaan gadis itu.”

Naden pikir Geogra yang menyembunyikan Zeyra atau mungkin telah melakukan sesuatu yang buruk pada gadis itu. Tapi ternyata Geogra sendiri pun tidak tahu keberadaan Zeyra yang sudah menghilang sejak tiga hari yang lalu.

Mendengar ucapan Naden barusan, Geogra menghembuskan napas kasar. Dia tiba-tiba berdiri, “Ikut aku.”

Dan di sinilah sekarang mereka berada. Naden mengerutkan kening, menatap bangunan sederhana di depannya. Tepatnya di depan tempat tinggal Zeyra. “Untuk apa kita ke sini? Kan, sudah aku—Hei, kau mau ke mana?”

Geogra melangkahkan kaki menuju belakang rumah tersebut. Di sana terdapat jendela kamar Zeyra. Dirinya pernah menerobos masuk ke dalam sana. Geogra membuka jendela yang ternyata tidak dikunci.

Naden yang sedari tadi mengikuti lelaki itu membulatkan mata. “Kau mau apa?!” Dia melirik ke sana kemari, takut jika ada yang melihat aksi Geogra dan dikira maling.

“Diam!” Suara Geogra terdengar tajam. Setelah jendela terbuka lebar, Geogra langsung melompat masuk. Naden yang tidak mau ditinggal sendiri, ikut masuk. Tak lupa ia menutup jendela.

Netra gelap Geogra meneliti setiap sudut ruangan yang tak terlalu luas itu. Tempat ini sangat sepi, sunyi, dan minimnya pencahayaan.

“Apa benar ini tempat tinggal gadis itu?” tanya Naden, ia mengerut jijik.

Benar kata Naden, tempat ini sudah kosong. Barang-barang yang tersisa hanyalah ranjang, lemari yang isinya kosong, meja kayu yang sudah mau roboh.

Mereka menelusuri rumah itu berharap mendapat sebuah petunjuk. Tetapi nihil, mereka tidak menemukan apapun.

Sudut bibir Geogra terangkat, “Tikus kecil, beraninya kau kabur tanpa izin dariku.”

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Geogra. Ia merogoh saku celana, menekan tombol hijau saat seseorang menghubunginya. Alis Geogra menukik tajam, raut wajahnya tiba-tiba berubah. Rahang mengetat ketika seseorang di seberang sana mengatakan sesuatu. Tangan laki-laki itu terkepal kuat.

Setelah panggilan telepon selesai,  Naden hendak bertanya apa yang terjadi. Tetapi Geogra sudah lebih dulu beranjak, keluar dari tempat itu. Naden berdecak kesal, dia menghela napas pelan.

“Sabar, Naden,” ucapnya seraya mengelus dada.

***


Seorang gadis cantik yang wajahnya sangat mirip dengan sang ibu. Namanya Giselle, gadis itu merupakan anak kedua dari Tuan Arkielga dan Nyonya Rashel.

Zeyra sempat mengira anak pertama mereka yaitu laki-laki yang datang bersama Giselle, tetapi ternyata bukan. Dia adalah Efzy, paman Giselle. Lantas di mana putra pertama Nyonya Rashel? pikir Zeyra.

Giselle yang melihat kehadiran seorang gadis asing bersama wanita tua seketika bertanya-tanya. Kemudian Rashelyna menjelaskan tentang apa yang sudah terjadi. Mendengar kejadian yang menimpa ibunya, Giselle langsung memeluk erat Rashelyna seolah takut kehilangan. Saat itu Giselle sedang tidak berada di rumah karena pergi berlibur bersama pamannya.

Setelah selesai makan malam, kini mereka tengah berada di ruang keluarga. Awalnya Zeyra menolak saat dirinya diajak ikut bergabung bersama mereka tetapi Giselle merengek, memaksa gadis itu agar ikut dengannya.

Akhirnya Zeyra menuruti permintaan Giselle, setelah mengantar Sura ke kamarnya untuk beristirahat. Zeyra duduk di samping Giselle, menyimak percakapan keluarga yang terlihat harmonis itu.

“Jadi, Kak Zeyra akan tinggal di sini, Mom?” Giselle menatap Rashelyna dengan matanya yang berbinar. Rashelyna menganggukkan kepala membuat Giselle memekik senang. “Yeayyy!! Giselle jadi punya teman di rumah!!”

Pria yang berada di sebelah Giselle geleng-geleng kepala. “Sudah ada teman di rumah, jadi Om tidak perlu ke sini lagi, kan?” ucap Efzy.

“Tidak, Om harus tetap ke sini seminggu sekali. Om, kan, sudah janji mau belikan Giselle es krim!” Giselle berkacak pinggang. Ia menatap garang pada Efzy sedangkan pria itu menghela napas lelah.

“Sekarang, kan, sudah ada Kak Zey. Jadi, Om belikan es krim yang banyak ya!” ujar Giselle.

“Dasar maniak es krim,” sahut Arkielga yang sedari tadi diam.

Ucapan sang ayah tersebut membuat Giselle menoleh sebal.  “Daddy sirik saja.”

“Untuk apa sirik? Daddy bisa beli sendiri sekaligus dengan pabriknya.” Arkielga bersedekap dada, dagunya terangkat.

Giselle merenggut. “Ya sudah, Giselle juga bisa!”

“Minta pada Om saja bangga,” balas Arkielga tersenyum mengejek.

Zeyra yang menyaksikan itu seketika tertegun. Tuan Arkielga yang terlihat datar dan dingin ternyata sangat berbeda jika bersama keluarganya.

Mommy! Daddy nakal!” rengek Giselle mengadu pada sang ibu. Rashelyna yang tengah berada di samping suaminya, mencubit lengan pria itu. Arkielga mengaduh lalu terkekeh geli.

Giselle memalingkan wajah, kesal dengan ayahnya. Ya, mereka memang selalu seperti itu setiap harinya. Arkielga gemar sekali menjahili anaknya yang satu ini. Raut muka Giselle ketika sedang merajuk sangat menggemaskan. Sama seperti ibunya.

“Om Efzy pulang dulu ya? Banyak kerjaan,” ucap Efzy.

“Tapi, Om janji, kan, ke sini seminggu sekali? Belikan Giselle es krim yang banyak!”

Efzy tersenyum mengelus puncak kepala keponakannya. “Iya, Princess.” Pria itu mengambil kunci mobil yang disimpan di meja, lalu beranjak pergi setelah berpamitan.

“Kak Zey masih sekolah ya? Kakak sekolah di mana?” tanya Giselle, memilih menghadap pada Zeyra daripada melihat ayahnya yang sedang bermanja pada ibunya.

“Zey sekolah di Zergant School,” jawab Zeyra. Giselle membulatkan mata mendengar Zeyra menyebutkan nama sekolah tersebut. Dia menoleh ke arah Arkielga, pria yang merasa ditatap pun menaikkan sebelah alis seolah sedang bertanya ‘Apa?’.

“Jadi, Kak Zey sekolah di Zergant School?! Ya ampun! Itu, kan, sekolah milik Daddy!” pekik Giselle heboh. Arkielga memutar bola mata, malas.

Mata Zeyra berkedip. Tunggu, dia tidak salah dengar, kan? Sekolah milik Tuan Arkielga? Jadi, pemilik Zergant School adalah Tuan Arkielga?! Tuan Arkielga seorang pengusaha bisnis terkenal yang sering dibicarakan orang-orang?!

“Kakakku juga sekolah di sana, Kak Zey!”

Deg!

Jadi, keluarga yang tengah berkumpul ini merupakan keluarga Zergant?! Tamatlah riwayatmu Zey, batin Zeyra lemas. Bahunya merosot mendengar fakta yang baru saja ia dengar.

Mengapa Zeyra baru mengetahuinya sekarang?! Ia tidak menyangka, dirinya malah berada di tengah-tengah keluarga laki-laki itu. Apakah dunia sesempit ini? Bagaimana jika Geogra tahu ia tinggal di sini?

Mom, Kak Geo kenapa tidak tinggal di sini saja. Giselle rindu, kakak tidak bisa dihubungi,” ucap Giselle seakan teringat kakak laki-lakinya, bibirnya melengkung ke bawah.

Raut muka Rashelyna seketika berubah ikut sedih. Arkielga yang melihat perubahan istrinya, menarik tubuh Rashelyna mendekat. Anak sialan itu sudah kuberi peringatan tapi tidak datang juga. Akan kuberi pelajaran kau, batin Arkielga marah.

“Apakah Kak Geo sudah melupakan kita?”

Suara pintu yang dibuka dengan kasar bersamaan langkah kaki terdengar tergesa-gesa memasuki ruang keluarga itu. Seorang pemuda dengan penampilan yang terlihat acak-acakan berlari menghampiri Rashelyna dan berlutut di hadapan sang ibu.

Mom, apa kau baik-baik saja?” Suara yang terdengar serak dan berat itu mengalihkan perhatian mereka yang berada di sana.

“Geo?”

“Iya, ini aku, Mom,” ucap Geogra, memegang erat kedua tangan sang ibu. Ekspresi wajahnya terlihat kusut, dia sangat cemas dan khawatir takut terjadi apa-apa pada ibunya.

Rashelyna menahan napas melihat putranya datang. Dia langsung memeluk erat Geogra sembari terisak kecil. “Kau kemana saja? Mommy sangat merindukanmu.”

Geogra membalas pelukan sang ibu tak kalah erat. Dia semakin tenggelam dalam pelukan hangat ibunya. Saat dirinya mendapat kabar bahwa Rashelyna hampir saja kehilangan nyawa, Geogra kalang kabut. Geogra sangat takut, maka dari itu ia segera kemari untuk memastikan keadaan ibunya.

I miss you too, Mom. I’m so sorry.”

Arkielga berdecak malas, ia menarik bahu Geogra agar terlepas dari tubuh istrinya. “Menjauhlah.” Rashelyna menatap tak rela, dia menyikut perut Arkielga.

“Sakit, Sayang,” ujar pria itu memelas.

Rashelyna tak memedulikannya, dia menangkup wajah putranya. Menatap paras Geogra yang sudah lama tak ia lihat. Ternyata laki-laki itu semakin tampan, lekuk wajahnya sangat mirip dengan ayahnya.

Mom, apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi padamu? Mengapa bisa terjadi?” tanya Geogra  beruntun.

“Hei, Kak Geo! Kemana saja kau, hah?! Kau tidak tahu orang-orang rumah begitu merindukanmu?!” teriak Giselle, menghampiri laki-laki itu dan menjewer telinganya.

“Kecuali Daddy,” sahut Arkielga, malas.

Geogra mendelik tajam, ia menarik tangan adiknya. “Diam, Giselle. Aku sedang bertanya pada Mommy.”

“Kakak harus diberi pelajaran! Dasar tidak tahu malu!” Giselle menonjok tubuh Geogra dengan brutal.

Arkielga yang melihat itu tersenyum puas, mendukung aksi putrinya. “Pukul saja kepalanya pakai palu.” Mendengar ucapan suaminya, Rashelyna langsung menoleh kesal.

“Ide bagus!” ucap Giselle menatap sang ayah yang tengah mengangkat ibu jarinya. “Mana palunya, Dad?”

“Kau ini!” Rashelyna mencubit lengan Arkielga. “Sudah, Sayang. Tidak boleh begitu ya.”

Giselle cemberut. Dia menghampiri Rashelyna dan memeluknya dari samping menjauhkan ibunya dari jangkauan Geogra.

Geogra menggeram, “Mom...” Laki-laki itu merengek, wajahnya terlihat memelas dengan bibir yang melengkung ke bawah.

Semua itu tak luput dari pandangan seorang gadis yang sedari tadi terdiam menyaksikan. Zeyra mengedipkan mata tak percaya. Dia tidak salah lihat, kan? Seorang Geogra yang selalu menampilkan ekspresi datar dan dingin. Sifatnya kejam dan tak berperasaan. Apa benar sosok pemuda di hadapannya adalah Geogra? Sikapnya benar-benar berbeda. Dan Zeyra baru pertama kali melihatnya.

Rashelyna terkekeh geli. “Sini, Nak.” Ia menepuk-nepuk sofa di sebelahnya. Geogra pun mengangguk, ia duduk di samping Rashelyna, masih menatapnya khawatir. “Mom, baik-baik saja,” ucap Rashelyna dengan lembut.

“Mengapa bisa terjadi, Mom?” tanya Geogra, mendesak.

Giselle pun mulai menjelaskan kejadian yang menimpa Rashelyna pada hari itu. Wajah Geogra memerah, urat-urat di lehernya terlihat menonjol, dia mengepalkan tangan. Bajingan mana yang telah berani mencelakai ibunya.

Geogra akan membalas perbuatan orang itu dan memberikan pelajaran, bahkan ia tidak akan segan untuk membunuhnya. Tetapi, sebelum ia melakukan itu, sang ayah pasti sudah lebih dulu bertindak.

Arkielga berdiri, ia melepas paksa kedua anaknya yang masih memeluk istrinya. “Jangan memeluk ibumu terlalu erat.” Ia menarik Rashelyna untuk duduk di sebelahnya, lalu tangan kekarnya terulur mengelus perut Rashelyna.

Sebuah kerutan tercetak di kening Geogra saat melihat perilaku Arkielga yang menurutnya aneh. Seolah tahu apa yang tengah putranya pikirkan, Arkielga berkata, “Ibumu tengah mengandung.”

“Apa?” Kedua bola mata Geogra membesar. “Mom, kau hamil? Anak siapa itu?” tanyanya dan langsung mendapat tendangan keras di kakinya. Geogra mendesis kesakitan. Tendangan Arkielga cukup kuat.

“Ini adikmu, Nak,” ujar Rashelyna, tersenyum kecil.

Mom...” Geogra kembali merengek, pasalnya dia tidak mau mempunyai adik lagi. Sudah cukup Giselle saja yang membuat dirinya pusing dengan tingkah gadis itu.

“Apa?! Kak Geo, ini adik Giselle ya! Jangan macam-macam!” ancam Giselle galak.

Geogra menghela napas pelan, “Mom, benar baik-baik saja?” tanya laki-laki itu sekali lagi untuk memastikan.

“Iya, Mom dan adik kecil baik-baik saja sekarang. Itu semua berkat Zeyra,” ujar Rashelyna, menatap ke arah Zeyra yang sudah menegang di tempat.

Jantung Zeyra berdebar kencang saat pandangan Geogra beralih padanya. Gadis itu sudah berkeringat dingin sembari menggigit bibir ketakutan. Raut muka Geogra berubah seperti semula. Netra gelap laki-laki itu menghunuskan tatapan tajam seolah siap untuk membunuhnya. Aura mencekam mulai menyelimuti tubuhnya.

Zeyra  meneguk ludah, melihat tangan Geogra yang terkepal menampilkan urat-uratnya. Laki-laki itu beranjak menghampiri gadis yang sedang ia cari keberadaannya. Gadis yang menghilang dan kabur begitu saja.

Saat sudah di hadapan Zeyra, Geogra sedikit berjongkok. Menarik dagu gadis yang tengah menunduk takut itu agar mendongak.

Ia menyeringai, “I found you, Baby.”

“GEOGRA!”

***
To be continue

Aduh, kenapa tuh?

Kalo ada typo atau kalimat yg kurang tepat, tolong bantu koreksi ya ^^

Timakaciii 💐

Continue Reading

You'll Also Like

983K 43.4K 48
selamat datang dilapak ceritaku. 🌻FOLLOW SEBELUM MEMBACA🌻 "Premannya udah pergi, sampai kapan mau gini terus?!" ujar Bintang pada gadis di hadapann...
1K 131 6
"Om Gula ganteng banget sih, liatin dia gini, gue berasa lagi natap Sehun.. jodoh gue." gumam Sakura sembari bertopang dagu menatap laki-laki dewasa...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6.1M 337K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
11.1K 1.7K 26
"Kita udah pernah nyoba sekali, lalu kita berakhir gagal. Tapi ternyata di antara mereka yang datang ke hidup aku dan kemudian memilih pergi meningga...