GEOGRA

By iceynda

2.4M 102K 4.1K

Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat... More

PROLOG
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
CHAPTER 35
CHAPTER 36
CHAPTER 37
CHAPTER 38
CHAPTER 39
CHAPTER 40
CHAPTER 41
CHAPTER 42
CHAPTER 43
CHAPTER 44
CHAPTER 45
CHAPTER 46
CHAPTER 47
CHAPTER 48
CHAPTER 49
CHAPTER 50
CHAPTER 51
CHAPTER 52
CHAPTER 53
CHAPTER 54
EPILOG
EXTRA CHAPTER

CHAPTER 12

38.4K 1.4K 4
By iceynda

Di ruang tengah terlihat kedua manusia tengah duduk saling berhadapan.

Pria dengan raut muka tegas dan rahang yang sedikit dipenuhi bulu itu menghunuskan tatapan tajam. Kedua tangannya terlipat di depan dada.

Walaupun sudah beristri dan memiliki dua anak, tetapi pria itu masih tetap terlihat tampan dan berwibawa. Pria itu mengenakan kemeja hitam, kancing teratasnya ia biarkan terbuka. Lengan baju yang digulung sampai sikut menampilkan kedua lengannya yang berotot.

Di hadapan pria itu terdapat laki-laki yang masih mengenakan seragam sekolah. Netra gelapnya menatap sosok pria itu tak kalah tajam. Dia sama sekali tidak gentar membalas tatapan sang ayah.

Seorang pelayan menghampiri mereka sembari membawa nampan, lalu menyajikan dua cangkir kopi beserta camilan. Kentara sekali bahwa pelayan itu sedang dilanda gugup. Bahkan tangannya gemetaran. Kedatangannya sama sekali tak membuat kedua orang itu mengalihkan pandangan. Pelayan itu seketika bergidik berada di tengah suasana yang mencekam. Setelah kepergian pelayan pun, mereka berdua masih tetap terdiam.

"Mengapa Dad kemari?" Geogra membuka pembicaraan setelah sedari tadi keheningan menyelimuti ruangan itu.

Pertanyaan yang dilontarkan sang anak sontak membuat alis pria itu terangkat. "Memangnya butuh alasan untuk mengunjungi anakku sendiri?"

Geogra mengernyit heran. "Tidak biasanya."

Memang tidak biasanya sang ayah repot-repot mengunjunginya kemari. Geogra hapal betul, tanpa kemari pun, ayahnya pasti sudah tahu bagaimana kondisi anaknya sebab ayahnya itu menugaskan beberapa anak buahnya untuk mengawasi Geogra.

"Sepertinya kau sangat betah tinggal di sini," ucap Arkielga—Ayah Geogra. Mata pria itu menyorot tajam. Sudut bibirnya terangkat menatap sang anak. "Sampai lupa sama keluarga, hm?"

Ucapan ayahnya membuat Geogra tersentak. Laki-laki itu menyenderkan punggungnya di sofa. Melepas kancing teratas seragamnya karena merasa gerah. Dia terkekeh kecil. "Merindukanku?"

Setiap gerak-gerik putranya tak luput dari pandangan Arkielga. Pria itu berdecih. Benar-benar definisi anak kurang ajar. "Untuk apa merindukan anak tak tahu diri sepertimu. Jika bukan karena ibumu, aku tak sudi kemari."

Saat Arkielga menyebut ibunya, Geogra menegakkan tubuh. "Mommy?"

Raut muka lelaki itu berubah, terlihat khawatir. "Apa ia baik-baik saja?" tanyanya.

"Menurutmu?"

Geogra menghela napas pelan. Dia merasa bersalah karena mengabaikan telepon dari ibunya. Pasti ibunya tengah khawatir tak mendapat kabar darinya.

"Aku tidak sempat menghubungi Mom lagi, aku sibuk." Geogra meraih secangkir kopi. Menyeruput kopi tersebut dengan perlahan.

Seketika rahang Arkielga mengetat. Pria itu terlihat tidak suka mendengar jawaban anaknya yang kelewat santai.
Arkielga melepas dasi yang sudah sedikit longgar itu. Dia merubah posisi duduknya, meletakkan tangan di atas paha seraya menopang dagu. "Sibuk membuat ulah, huh?"

"Bukankah kau menyukainya?" tanya Geogra.

"Jika ibumu sampai jatuh sakit karena mengkhawatirkanmu, aku takkan mengampunimu," ancam Arkielga.

Geogra terbelalak, ia meletakkan kembali cangkir ke atas meja. "Apakah Mom sakit?"

Arkielga tak berniat menjawab pertanyaannya. Pria itu tiba-tiba berdiri. "Kuberi waktu sampai minggu depan. Temui ibumu."

Belum sempat Geogra membuka mulut, Arkielga kembali berbicara. "Jika tidak, kau tanggung sendiri akibatnya." Pria itu menyampirkan jas di sebelah lengannya kemudian beranjak dari sana. Arkielga tak mau berlama-lama, dia ingin segera pulang dan memeluk istri tercintanya.

Arkielga melangkah dengan tegap diikuti oleh Geogra di belakangnya. Beberapa pelayan membungkuk hormat pada tuan besarnya.

Seorang supir membukakan pintu mobil, mempersilahkan Arkielga masuk. Namun, sebelum pria itu memasuki mobil, Arkielga berbalik menatap sang anak. "Jangan libatkan orang yang tak berurusan denganmu."

Setelahnya mobil hitam itu pun perlahan melaju meninggalkan mansion-nya. Geogra kembali masuk, dia tampak tak acuh dengan ucapan Arkielga barusan.

***

Sesampainya di rumah, ekspresi Zeyra terlihat sendu. Gadis itu menggigit bibir, berusaha menahan diri agar tidak menangis. Keadaan sang nenek—Sura kembali menurun. Tubuh wanita yang sudah berumur itu terbaring lemah di atas ranjang.

"Nek, kuat ya?" Zeyra memeras kain yang sudah ia celupkan ke baskom berisi air, lalu ia taruh di kening neneknya. Sepulang dari sekolah, Zeyra dikejutkan dengan neneknya yang tengah menggigil kedinginan. Tubuhnya pun terasa panas.

"Zey kemana saja? Mengapa baru pulang?" tanya Sura, suaranya terdengar lemah disertai batuk.

Zeyra menahan napas. "Zey ada tugas kelompok, Nek." Bohong, Zeyra terpaksa berbohong pada neneknya. Dia tak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya.

Sura mengangguk, "Maaf ya, Nenek belum sempat membuatkan makanan."

"Nenek belum makan?" tanya Zeyra terkejut.

"Belilah makanan kesukaanmu, ambil uang di dompet Nenek," perintah Sura dibalas gelengan oleh Zeyra.

"Jawab pertanyaan Zey, Nek. Nenek belum makan, kan?"

Sang nenek menarik sudut bibirnya, tersenyum lembut. Dia mengulurkan tangan, mengusap pipi tirus Zeyra. "Sudah."

"Nenek Bohong ya?"

"Anak nakal, berani menuduh Nenek berbohong?" ucap Sura, mencubit paha Zeyra menggunakan sebelah tangannya. Gadis itu mengaduh seraya tertawa kecil.

"Nenek sudah minum obat?"

Saat hendak menjawab, Sura terbatuk kembali. Kali ini tidak bisa dihentikan karena batuknya yang semakin parah. Bahkan Sura merasa tenggorokannya sakit dan perih. Zeyra menatap penuh khawatir saat neneknya batuk sembari menutup mulut. Alangkah terkejutnya terdapat bercak darah di telapak tangan sang nenek.

"Nek..." lirih Zeyra. Gadis itu buru-buru beranjak keluar kamar menuju dapur. Dia menuangkan segelas air hangat, lalu kembali ke kamar dan menuntun Sura untuk minum.

Zeyra melirik meja kecil di sebelah ranjang. Gadis itu mencari obat yang biasanya nenek minum. Akan tetapi tidak ada, malah hanya terdapat bungkus obatnya saja.

"Nek, obatnya habis?" tanya Zeyra panik.

Sura mengangguk lemah. "Iya."

"Kalau begitu, Zey belikan dulu ya?"

Sebelum Zeyra beranjak, neneknya lebih dulu mencegah. "Uangnya Zey pakai untuk beli makan saja."

Zeyra menggeleng cepat. "Zey belikan obat saja ya, Nek. Kan, sudah habis. Nanti Nenek gimana?" Tanpa menunggu respons Sura. Zeyra meraih dompet milik sang nenek kemudian melangkah keluar kamar.

Panggilan sang nenek Zeyra hiraukan.  Dia lebih memilih membeli obat agar neneknya cepat sembuh. Bahkan gadis itu tak peduli sedari tadi perutnya sudah berbunyi. Rasa lapar itu seakan hilang digantikan oleh perasaan sedih dan khawatir.

Tak lama, Zeyra kembali sembari menenteng keresek berisikan obat. Dia membantu Sura meminum obat dengan perlahan.

"Sekarang Nenek istirahat ya." Sura mengangguk lesu. Zeyra menaikkan selimut, membetulkan posisi bantal yang agak miring, memastikan bahwa neneknya nyaman.

Zeyra menyempatkan untuk mengecup kening neneknya "Selamat malam, Nenek." Gadis itu membereskan sampah bekas obat-obatan, lalu beranjak keluar tak lupa menutup pintu.

Setelah pintu tertutup rapat, Zeyra menyandarkan punggungnya. Tubuhnya seketika luruh. Air mata turun membasahi pipi. Zeyra memeluk lutut, menelungkupkan wajah agar isakan kecilnya teredam.

"Maaf, Nek..."

Andai saja, dia pulang lebih cepat. Membelikan obat untuk neneknya tepat waktu. Rasanya Zeyra ingin berhenti sekolah, menemani dan merawat neneknya yang semakin hari sakitnya semakin parah. Zeyra merasa tak berguna. Gadis itu memukul kepala. Semua ini salahnya. Napasnya tercekat. Hatinya sangat sakit melihat keadaan sang nenek.

***

Zeyra menepati ucapannya, gadis itu berangkat menuju sekolah pagi-pagi sekali. Untungnya sekolah masih sepi. Zeyra memasuki toilet yang semalam dirinya terkunci di sana. Dia mendudukkan diri, mengacak-acak penampilannya agar tak menimbulkan kecurigaan mereka. Tak menyangka, ternyata Laura masih belum puas menyiksanya.

Byurr

Satu ember air tumpah seluruhnya mengenai tubuh Zeyra. Seragam beserta rambutnya menjadi basah. Laura melempar ember dengan asal. Gadis itu menarik kerah Zeyra, diseret menuju lapangan.

Laura sengaja mempertontonkan penampilan Zeyra yang memalukan kepada seluruh murid Zergant School. Seketika mereka tertawa dan terdengar sangat keras. Mereka saling berbisik bahkan menghina gadis itu secara terang-terangan.

Selain dengan Camela, Zeyra tak pernah merasa berurusan dengan Laura. Tetapi, mengapa seniornya itu selalu saja mengusik Zeyra. Apakah laki-laki itu yang memberi titah pada Laura? Sebab mereka selalu menyebut nama Geogra saat menindas Zeyra.

Zeyra tersentak saat Laura tiba-tiba mendorong tubuhnya. Gadis itu jatuh terjerembab, hidungnya membentur tanah dengan keras. Zeyra meringis kesakitan. Dia merubah posisi menjadi duduk. Suara gelak tawa kembali terdengar. Miris, tak ada satupun dari banyaknya siswa yang berniat menolong gadis itu. Mereka malah terlihat senang dan menikmati penderitaan orang lain.

Tak lama mereka membubarkan diri setelah puas mengolok-olok gadis itu. Zeyra memijat pelipis merasa pening.

Gadis itu mengusap hidung merasakan sesuatu yang keluar dari sana. Dia terkejut mendapati cairan kental berwarna merah mengotori telapak tangannya.

Zeyra celingukan, dia ingin berdiri tetapi rasanya sulit sekali. Kakinya tidak bisa digerakkan. Alhasil, ia mendongak berusaha menghentikan darahnya yang terus menerus keluar.

Sebuah tangan terulur membantu membersihkan darah di hidung Zeyra menggunakan sapu tangan. Sontak gadis itu terkejut bukan main. Dia sedikit menunduk melihat siapa pemilik sapu tangan tersebut.

Tubuh Zeyra seketika menegang saat matanya menangkap wajah seseorang yang berada sangat dekat dengan wajahnya. Bahkan hidungnya pun nyaris bersentuhan.

"Bodoh."

***

To be continue
 
Begitu syulittt ngerangkai kataa wkwk

Idenya udah ada, tapi pas bikin kalimatnya yang sedikit susah guyss jadi maapkeun yaa kalo upnya lamaa huhuuu T_T

Sampai chap ini gimana sih? Komen dong.. Aku kepengen tahu pendapat kalian. Soalnya takut garing gitu.

Continue Reading

You'll Also Like

7.1M 297K 60
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
4M 515K 65
Es batu in publick, Bulol aka bucin tolol in private. River Devandro Winter, cowok kaku yang dijuluki es batu berjalan itu, memang terlihat dingin pa...
11.6M 1M 60
Albara Sabian Vernandez, mendatangi seorang gadis yang kenal Bara saja tidak. Ia langsung menjadikan gadis itu miliknya di depan semua orang yang ada...
2.9K 143 13
Cerita ini menceritakan tentang kedua remaja berlawanan jenis yang bernama Safa Maisha Camila dan Felix Rajendra, mereka berdua menjadi korban perjod...