Adelene Dé Cloups

By bonbonsusucoklat

41.5K 2.9K 47

Series 1 start : 30 Juni 2023 finish : --- Petualangan Adelene. Marga Dé Cloups adalah yang terkuat. Adelene... More

#01
#02
#03
#04
#05
#06
#07
#08
#09
#10
Baca ini!
Thanks
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
#35
#36
#37
#38
#39
#40
#41
#42
#43
#44
#45
#46
#47
#48
#49
#50
#51
#52
#53
#54
#55
#56
#57
#58
#59
#60
#61
#62
#63
#64
#65
#66
#67
FYI
#68
#69
#70
#71
#72
#73
#74
#75 (short story)

#34

414 36 2
By bonbonsusucoklat

Rawa api

-Adelene Dé Cloups-

Apa yang diucapkan Adelene kemarin. Mereka, Jeco san Jeremy sudah berada di depan ruangan Tuan Wota yang masih tertutup. Keduanya menunggu kedatangan Adelene. Entah kenapa, Jeco dan Jeremy menurut saja apa yang Adelene suruh.

"Hai, maaf membuat kalian menunggu." Adelene tiba dengan nafas yang tersengal. Gadis itu mengenakan gaun berwarna putih.

"Ah tidak apa, kami berdua juga baru saja tiba," ucap Jeremy sopan. Jeco tak bersuara, laki-laki itu hanya melihat Adelene dan Jeremy.

Adelene mengontrol nafasnya, ia menatap dua bersaudara dengan tenang. "Aku sebenarnya tidak mengetahui letak sebenarnya dari batu Qwi," terang Adelene. Ia menghela nafas panjang lalu, menatap keduanya yang sudah memasang ekspresi yang berbeda.

"Lalu, kau menyuruh kami untuk keliling seluruh Kerajaan untuk mencari batu itu?" tanya Jeco kesal. Jeremy langsung menenangkan saudaranya.

Adelene seketika meringis, ini memang sedikit diluar ekspektasi. Saintess dan Sainess saja lupa dengan hal penting seperti itu.

Jeremy terlihat berseri, "batu sihir yang kau maksud itu memiliki sihir apa?" tanyanya.

"Batu itu melambangkan sihir api."

Keduanya terdiam, Jeco yang sangat suka berpikir keras terlihat dari kerutan di keningnya.

"Bukankah Kerajaan Slyx dikelilingi oleh hutan rimbun? jadi, sangat sulit menurutku ku untuk mencari batu Qwi api tersebut. Kerajaan Slyx juga identik dengan sihir angin dan tanah." Jeco memberi paham mereka. Adelene dan Jeremy mengangguk setuju.

Jeremy seakan teringat sesuatu, "Jeco apa kau ingat tentang perapian yang kita temui saat tersesat dulu?" tanya Jeremy pada Jeco.

Adelene diam menyimak.

"Aku mengingatnya, tempatnya juga setahuku tak jauh dari akademi," balas Jeco.

Adelene mendadak berpikir. Batu sihir melambangkan api, berarti terdapat pada tempat yang menjadi sumber api. Perapian yang dimaksud kedua saudara itu apa maksudnya?

"Kalian pernah tersesat dan menemukan perapian?" tanyanya bingung. Dua bersaudara itu menoleh dan menatap Adelene.

Kedua saudara itu saling lirik.

"Saat pertama kali berada di akademi, aku dan Jeremy sempat melarikan diri dan tersesat sampai menemui perapian itu," jelas Jeco.

"Perapian yang kau maksud itu apa?" tanya Adelene penasaran.

"Rawa Api."

-Adelene Dé Cloups-

Disinilah mereka, berada di sebuah gubuk yang terlihat terawat atau mungkin memang di rawat oleh seseorang. Adelene tak memperdulikan nya.

Ketiga orang ah tepatnya berlima. Ada Joan dan Veronica yang ikut dengan mereka.

Mereka memasuki gubuk tersebut. Memasuki nya dan keluar dari gubuk tersebut melalui pintu yang terbuat dari pelepah tumbuhan. Di belakang gubuk tersebut terdapat sebuah rawa. Rawa api yang dikatakan oleh Jeco saat masih berada di akademi.

Letak tempat ini memang tak jauh dari akademi. Lumayan jauh saat mereka datang kesini dengan cara jalan kaki. Sungguh melelahkan bagi Joan dan Veronica yang memang memiliki tubuh tua.

"Ini menakjubkan tapi, bagaimana bisa?" Adelene melihat rawa yang terlalu besar dan tak terlalu kecil. Isinya bukanlah air dan teratai yang tumbuh di rawa-rawa melainkan lumpur yang menyemburkan api biru. Lumpur yang meletup-letup membuat Adelene sedikit takut.

"Ini adalah rawa api," kata Joan. Dia melirik Veronica dan mengangguk seakan memberi kode. Adelene menatap keduanya tak mengerti. "Ini rawa buatan seseorang yang menyukai api," jelas Joan.

Dahi Adelene mengernyit, "darimana kau tahu?"

Veronica mundur perlahan dan mengisyaratkan Jeremy, Jeco dan Adelene untuk tak terlalu dekat dengan rawa api.

"Mundurlah!" teriak Veronica.

Gumpalan lumpur panas naik ke darat dan hampir mengenai Adelene. Untung saja, Adelene memiliki kemampuan untuk menghindar dengan cepat.

"Apa maksudnya?!" tanya Adelene tak mengerti. Ia menggeram frustasi. Lagi-lagi teriakan Veronica membuat Adelene terpaksa mundur. Gadis itu berada di samping Veronica sekarang.

Yang tak tersentuh lumpur api itu hanya Jero dan Jeremy.

"Kenapa mereka tak di serang lumpur-lumpur itu?" tanya Adelene tak mengerti. Joan yang masih di depan menatap lumpur itu datar. Lalu, ia terkejut saat gumpalan gumpalan lumpur lainnya terbang dan melesat kearahnya.

Dengan gesit, Joan terbang dan menghindari lumpur-lumpur itu agar tak menyentuhnya.

"JANGAN SAMPAI KAU TERKENA LUMPUR ITU ATAU KULITMU AKAN TERBAKAR!"

Joan mengerti, ia masih menghindari serangan lumpur-lumpur itu yang semakin cepat menyerangnya.

Jeco dan Jeremy berlari menuju Veronica dan Adelene.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Jeremy panik 

Veronica membuka suara, "kalian tak akan diserang lumpur-lumpur itu karena kalian yang dipilih oleh batu sihir yang dapat memegangnya," jelas Veronica. Wanita berambut pendek itu mengeluarkan sihir tanahnya.

Tanah muncul ke permukaan sebagai dinding penghalang dari lumpur-lumpur itu yang hendak melesat ke arah mereka. Tembok tanah yang sangat tinggi melindungi mereka dari serangan gumpalan lumpur-lumpur itu.

"Adelene kau memiliki sihir air?" tanya Veronica. Adelene mengangguk cepat.

"Keluarkan sihir mu dan lemahkan lumpur-lumpur itu."

Tembok tanah yang menjulang tinggi hilang seketika. Adelene mulai mengeluarkan sihir airnya dari tangan. Gumpalan air yang besar terlihat nyata di mata Jeremy dan Jeco. Mereka melihat sihir sihir yang sedari tadi diperlihatkan hanya terdiam takjub.

Gelembung air nan besar itu melesat menuju gumpalan-gumpalan air yang sudah melesat ke arah mereka. Gelembung yang semula besar telah terpisah menjadi gelembung lebih kecil dan membasahi gumpalan lumpur. Lumpur-lumpur itu langsung terjatuh ke tanah tanpa ada asap lagi di sekitar lumpur-lumpur itu.

Adelene menatap Joan masih menghindari lumpur-lumpur langsung melesat kan beberapa gelembung air dan melepaskannya menuju gumpalan-gumpalan lumpur yang menyerang Joan.

Sama seperti gumpalan lumpur yang hampir menyerangnya, gumpalan lumpur yang menyerang Joan langsung terjatuh ke tanah.

Mereka semua bernafas lega saat lumpur-lumpur tersebut tak lagi menyerang. Joan pun turun dan menghampiri keempat orang itu yang wajahnya tak setegang tadi.

"Kalian tidak terluka, 'kan?" tanya Joan khawatir.

Mereka semua menggeleng kompak. Joan bernafas lega, "untunglah. Terima kasih Adelene telah menyelamatkan ku."

Adelene hanya berdehem.

Suara berat yang berasal dari semak-semak yang berada di sekitaran rawa api terdengar. Adelene terdiam dan melihat siapa yang membuat rawa api ini.

Pria yang bertubuh tegap keluar dari semak-semak. Mata Adelene melotot tak percaya, ia sedikit menggeram kesal melihat wajah tak bersalah pria itu yang ditampakkan pada dirinya.

"PAMAN DARCO SIALAN!" pekik Adelene kesal.

Darco hanya tertawa dan sesekali meringis. Membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Adelene setelahnya.

Joan san Jeremy melongo tak percaya. Jadi, guru mereka lah yang membuat rawa api dan menjadi orang yang menyukai api?

Sungguh tak dapat dipercaya!

"Guru ..." kata mereka berdua dengan wajah melongo.

Darco menggaruk tengkuknya tak gatal. "Maafkan aku atas ulah lumpur lumpu it-" belum sempat menyelesaikan ucapannya rambut Darco sudah ditarik oleh Adelene.

Gadis itu terbang ke arah Darco dan menarik rambut lebat Darco dengan perasaan kesal yang teramat sangat.

"BERANI-BERANINYA KAU!"

"AAAKK AMPUN ADELENE BUKAN SALAHKU JIKA LUMPUR-LUMPUR ITU MENYERANG MU."

"KAU YANG MEMBUAT RAWA API INI BODOH."

Tak ada siapapun yang ingin melerai mereka. Hanya sanggup melihat sampai kekesalan Adelene mereda dengan sendirinya.

Setelah puas menyiksa Darco, Adelene tersenyum lebar dan menepuk-nepuk pundak Darco dengan semangat.

"Kekesalan ku mereda, terima kasih paman Darco!"

Darco meraba kepalanya dan menatap Adelene nanar. "Ya, sama-sama."

"Dimana batu itu?" tanya Adelene.

Darco melirik kedua muridnya, "hanya mereka yang dapat memanggil batu itu. Batu itu tersembunyi di dalam rawa-rawa."

Adelene mengangguk paham, sebelum ia berbalik, Adelene menyingkapkan gaunnya, menampakkan betisnya yang mulus. Adelene langsung saja menendang kejantanan milik Darco.

Darco melotot terkejut dan memegang asetnya yang berkedut nyeri. Adelene itu benar-benar!
Pria tegap itu jatuh terduduk sambil menahan nyeri yang menyerang kejantanan nya.

Adelene tersenyum lebar lalu, berbalik dan menghampiri Joan, Veronica dan kedua saudara itu yang melongo saat melihat aksi brutal Adelene.

"Adelene, kau benar-benar ..." Joan tak melanjutkan ucapannya dan cepat-cepat melindungi aset berharga miliknya dengan kedua tangan.

Adelene memutar bola matanya malas. Gadis itu melihat kedua pemuda yang terdiam. "Kalian mendekat lah dengan rawa-rawa itu dan panggil batu itu dengan namanya yaitu Qwi. Kata paman Darco, batu itu akan muncul dengan sendirinya."

Kedua pemuda itu menurut. Berjalan berdampingan menuju rawa api milik Darco.

"Qwi."

"Qwi."

"Qwi."

Keduanya berkata serentak. Api yang menyala tadi mendadak padam dan mengeluarkan cahya merah yang perlahan berubah warna menjadi oranye.

Lumpur-lumpur yang berada di sana terbelah menjadi dua, cahaya oranye perlahan meredup dan terbang lah sebuah batu yang berukuran jari jempol laki-laki dewasa. Jeco dan Jeremy mengadahkan tangan mereka berdua bersampingan.

Batu itu berhenti dan terjatuh ke tangan mereka yang bersampingan.

Adelene yang melihatnya tersenyum lebar, ia kagum dengan kedua pemuda itu.

Jeco dan Jeremy berbalik dan berjalan menuju Adelene berada.

"Kami sudah mendapatkan batunya, setelah itu apa yang harus kami lakukan?" Jeco bertanya.

Adelene menatap lurus ke depan, "simpan batu itu dengan aman. Sehari sebelum bulan biru terjadi kalian harus berada di menara Kerajaan."

"Bagaimana kami tahu keberadaan menara Kerajaan?" tanya Jeremy lugas.

Adelene melirik Darco yang sudah berdiri. "Paman Darco yang akan mendampingi kalian berdua. Tugas kalian hanya menunggu dan lakukan apa yang tadi aku bilang, mengerti?"

Jeco dan Jeremy mengangguk.

Adelene bernafas lega. Satu tugas nya telah selesai. Tinggal mencari empat batu yang lain.

Akhirnya, kedamaian yang ditunggu-tunggu akan segera terjadi. Itu berkat Adelene yang mau bersusah-payah melakukan hal yang terlihat berat ini.

Joan dan Veronica saling pandang dan tersenyum.

"Kita hampir berhasil Joan. Hanya saja pengusik itu masih berkeliaran."

-Adelene Dé Cloups-

Continue Reading

You'll Also Like

414K 55.7K 50
SUDAH TAMAT (Bukan Novel terjemahan, 100% original) ------ Dasha Abella, seorang gadis muda yang sedang pusing memikirkan tugas akhirnya itu, tidak...
283K 744 9
konten dewasa 🔞🔞🔞
844K 109K 37
[BUKAN NOVEL TERJEMAHAN] [END] 'My Sweetheart' adalah novel yang menceritakan kisah cinta klasik dari Aleena, Putri keluarga Viscount yang hampir ban...
462K 59.8K 50
Aria mengira bahwa dirinya bernasib menyedihkan seperti novel dan komik Isekai yang dia baca. Tapi setelah kematian, dan bereinkarnasi menjadi Victor...