Adelene Dé Cloups

By bonbonsusucoklat

41.3K 2.8K 47

Series 1 start : 30 Juni 2023 finish : --- Petualangan Adelene. Marga Dé Cloups adalah yang terkuat. Adelene... More

#01
#02
#03
#04
#05
#06
#08
#09
#10
Baca ini!
Thanks
#11
#12
#13
#14
#15
#16
#17
#18
#19
#20
#21
#22
#23
#24
#25
#26
#27
#28
#29
#30
#31
#32
#33
#34
#35
#36
#37
#38
#39
#40
#41
#42
#43
#44
#45
#46
#47
#48
#49
#50
#51
#52
#53
#54
#55
#56
#57
#58
#59
#60
#61
#62
#63
#64
#65
#66
#67
FYI
#68
#69
#70
#71
#72
#73
#74
#75 (short story)

#07

804 64 0
By bonbonsusucoklat

Menjumpai Baron Predix

-Adelene Dé Cloups-

"Mendekat lah!" titah Joan saat melihat Adelene yang diam-diam mendengarkan pembicaraannya dengan Lix.

Lix menatap Adelene dengan sorot yang tak terbaca. Adelene mati kutu di tempat, ia hanya memamerkan senyum kaku nya saat diciduk oleh Joan dan juga Lix menguping pembicaraan.

Langkah kecil menghampiri Joan dan Lix.

"Menguping pembicaraan orang lain itu tidak sopan, Adelene." Joan berucap untuk mengingatkan Adelene.

Adelene mengangguk patuh, "maafkan aku." Suaranya yang lirih membuat Lix menatap lembut Adelene.

"Duduklah di sampingku!" Adelene mendongak dan menatap Lix yang tersenyum lembut padanya.

Tak menolak, Adelene pun duduk di samping Lix.

"Adelene, apa kamu mau menemui Baron Predix?" tanya Lix.

Adelene mematung. Baron Predix?

Apakah dalam waktu singkat ini ia akan menemui sang ayah yang telah membuangnya. Adelene dia tak menjawab, pikirannya berkecamuk. Berlawanan dengan otak dan hati. Ia pun sangat penasaran bagaimana rupa sang ayah yang tidak ia ingat sama sekali.

Tapi, ia lebih penasaran dengan sang kakak dibandingkan Sang Baron.

"Aku tidak tahu," jawab Adelene sekenanya. Ia menghela nafas gusar, menatap Lix dengan tatapan penuh dengan keraguan dan ketakutan.

"Karena kejadian kemarin saat gadis berambut pirang-"

"Namanya Eliza tuan Lix," sela Adelene. Lix tertawa pelan karenanya.

"Maafkan aku," kata Lix. "Sang Baron penasaran dengan dirimu ah bukan, Baron Predix penasaran dengan kalian semua, orang asing yang tinggal di wilayah kerajaan Slyx. Apalagi,  dekat dengan kediaman Baron Predix sendiri," lanjut Lix menjelaskan.

Adelene diam menatap Lix. "Ah baiklah aku akan memberitahukan mereka," kata Adelene yang ingin beranjak dari tempatnya duduk.

"Tidak perlu, mereka sudah mengetahuinya dan sekarang mereka telah berada di kereta kuda."

Jadi, Adelene yang terakhir mengetahui hal ini?

Ughh, sungguh tidak adil!

Adelene memasang wajah masamnya, terlihat tidak menyukai fakta bahwa ia yang terakhir kali mengetahui hal yang terdengar penting ini.

Tapi, kekesalannya sirna saat Griz datang dan menyuruhnya untuk segera naik ke kereta kuda.

"Ayo Adelene, kereta kudanya akan segera berangkat!" Griz memberitahunya dengan sedikit berteriak.

Adelene beranjak disusul Lix dan juga Joan yang ikut serta dengan rombongan mereka. Lagipula, mereka kan yang mengetahui seluk beluk kerajaan ini dan mengetahui tentang Baron Predix?

Adelene telah berada di kereta kuda bersama dengan Ravi, Eliza dan Alesya. Keempat gadis cantik itu bercengkrama dengan hangat selama perjalanan menuju kediaman keluarga Baron Predix.

"Aku baru tahu kalau pangkat Baron itu berada di kasta terendah dari perpangkatan bangsawan yang memiliki pangkat," kata Ravi ambigu. Alesya bahkan Adelene tidak mengerti apa yang diucapkan gadis cantik berambut hijau itu.

Melihat teman-temannya tidak mengerti sontak Ravi mendengus, "kalian tidak mengerti?" tanyanya kesal.

"Begini teman-teman. Beginilah urutan orang-orang penting berpangkat dari suatu kekaisaran. Yang paling atas ada Kaisar, kedua ada Raja yang wilayahnya di bagi beberapa bagian dalam sebuah negeri. Setahuku negeri Drovato eh atau kekaisaran Drovato ini memiliki 4 kerajaan."

Yang lainnya hanya menyimak. Ravi yang melihatnya tersenyum lebar. Ia bangga akan hal ini.

"Yang ketiga ada Grand Duke, ia memimpin beberapa wilayah atas perintah Raja. Dibawah Grand Duke ada yang juga memimpin beberapa wilayah dibawah kepemimpinan Grand Duke. Setiap Grand Duke memiliki wilayah yang dipimpin oleh Duke dan itu cukup luas makanya Duke lah yang mengurusnya."

"Yang kelima ada Marquess, keenam Count dan ketujuh ada Viscount dan yang terakhir ada Baron. Keempat gelar bangsawan itu hanya membantu pemerintahan kerajaan jika disuruh atau memang ada tugas dari pusat kerajaan. Bahkan, ada beberapa bangsawan bergelar Marquess, Count, Viscount dan Baron yang tidak ikut campur urusan pemerintahan kerajaan, mereka adalah pebisnis sukses dan diangkat menjadi bangsawan bergelar dan pastinya sangat penting dan berguna untuk kerajaan sendiri dan pastinya turun temurun."

Adelene dan yang lainnya mengangguk mengerti dengan penjelasan dari Ravi.

"Dan Baron Predix adalah seorang pebisnis yang diangkat menjadi bangsawan yang memiliki gelar," jelas Ravi sedikit memelankan nada bicaranya.

Eliza mengerenyitkan dahinya, "darimana kau tahu semua itu?" tanya Eliza.

Ravi menegakkan tubuhnya ia memandang Eliza dengan pandangan angkuh dan berbangga diri.

"Aku malam tadi membaca buku di perpustakaannya Joan," ungkapnya.

Pantas saja!

Adelene menatap Ravi penuh tanya, "apa ada bangsawan tanpa gelar?"

Ravi mengangguk, "banyak bahkan hampir seluruh veteran perang dahulu menjadi seorang bangsawan tanpa gelar ataupun orang-orang yang berjasa bagi kerajaan."

Ah, akhirnya Adelene mengerti.

Otak Ravi sangat pintar dalan mengingat. Ingatkan Adelene untuk menanyakan sesuatu kepada Ravi nantinya, mungkin saja Ravi mengetahui jawaban atas pertanyaan yang akan diajukan.

Mereka telah sampai di kediaman Baron Predix. Rumah megah dengan banyak penjaga di depannya. Adelene menginjakkan kakinya, menutup kepalanya menggunakan tudung. Lagi-lagi ia masih mengenakan jubah bertudung untuk menutupi dirinya.

Para pelayan dan prajurit menyambut kedatangan mereka.

Dapat Adelene lihat berbagai macam raut wajah beberapa pelayan yang menatap takjub teman-temannya yang memilik ciri khas mereka sendiri. Terutama Felix, Eliza dan Ravi yang memiliki rambut berwarna cerah dan menjadi identitas mereka. Griz, Alesya dan Kalio memiliki rambut berwarna seperti orang-orang di kerajaan Slyx pada umumnya hitam dan coklat. Tapi, yang membedakannya adalah aura mereka terlihat sangat kuat dan juga wajah yang sangat cantik dan tampan dan sangat jarang dimiliki oleh orang-orang yang berada di kerajaan Slyx.

Terutama di bagian mata mereka yang berbeda warna bahkan mungkin untuk pertama kalinya para pelayan itu melihat warna mata yang indah seperti keenam temannya itu.

"Apa kau tidak ingin melepas tudungmu itu?" tanya Griz.

Adelene menggelengkan kepalanya, "lagipula aku tidak mau mereka terkejut karena melihatku nanti."

Saintess dan Sainess berada paling depan dengan sambutan hangat menyapa mereka berdua. Bahkan Baron sendiri turut menyambut kedatangan mereka di pintu utama.

"Salam hormat Saintess dan Sainess semoga Dewa melindungi kalian." Suara berat itu menyadarkan Adelene. Ia mendongak dan melihat sosok laki-laki bertubuh tinggi dan tegap yang menyambut mereka terutama Saintess dan Sainess yang berada di depan.

"Salam hormat yang mulia Baron Predix," balas Saintess dan Sainess serempak.

"Tidak perlu seperti itu Joan Vero. Masuklah dan aku sangat ingin mengetahui kenapa anda menampung orang asing seperti mereka," ucap Predix dengan nada gurauan yang terdengar.

Lain hal di pendengaran mereka. Keenam orang itu menatap tak suka Predix. Bahkan, Felix telah menggertakkan giginya menahan emosi untuk tidak menghajar orang tua yang berada di depannya.

Mereka memasuki kediaman Baron Predix dan sangat luas dibandingkan kediaman Joan. Adelene tidak bergeming, ia diam dan melangkahkan kakinya menuju ruang pertemuan dimana tamu tamu dari Baron Predix akan berkumpul.

"Duduklah, saya harap kalian semua nyaman dengan pelayanan dari kediamanku," katanya sopan.

Joan dan Veronica membalasnya dengan tersenyum. Beberapa pelayan hadir dengan teko dan cangkir yang dibawakan menggunakan nampan. Tak lupa, camilan dan beberapa buah-buahan tersaji untuk mereka.

"Ah, saya sangat sungkan saat datang ke sini dan diberikan jamuan seperti ini, Predix." Joan berucap untuk menghormati sang tuan rumah.

"Tidak usah sungkan seperti itu Tuan Sainess."

Joan dan Predix berbincang hangat dan tidak dimengerti oleh ketujuh orang yang sedari tadi diam mengamati mereka. Vero yang melihatnya lantas menyenggol lengan Joan, Joan pun berhenti berbicara dan menatap Predix dengan tatapan penuh arti.

"Sebenarnya, tujuan anda mengundang kami kemari untuk apa?"

Predix tersenyum misterius, ia menatap keenam orang itu dengan tatapan penuh arti. "Siapa mereka dan bagaimana kau bisa mendatangkan mereka setelah beberapa tahun kau menghilang tanpa jejak?"

Semuanya terdiam. Joan dan Vero kini telah menyusun rangkaian kalimat untuk menjawab segala pertanyaan yang mungkin akan keluar dari mulut Predix.

"Kami menemukan mereka terlantar saat berkelana, mereka tidak mempunyai rumah. Maka dari itu, saya dan Vero mengajak mereka untuk berkelana juga dan pastinya mengajak mereka pulang ke kediaman ku."

Bagus Joan. Kebohongan yang masuk akal dari seorang Sainess yang suci. Joan masih mengontrol ekspresi wajah agar tidak diketahui jika dirinya telah berbohong. Vero pun menampilkan senyum palsunya.

"AYAH, AKU INGIN MEMBELI GAUN BARU!" teriak seorang gadis yang tidak mengerti situasi siapa lagi kalau bukan Stereva.

Ketujuh orang itu mendongak dan menatap Stereva dengan tatapan geli. Apalagi ekspresi Eliza yang tidak dapat ia kendalikan.

Predix tersenyum tipis, ia diam-diam menghela nafas berat. "Bukankah kau kemarin baru membeli tiga gaun?"

"Ck! itu sudah kuno ayah, ada butik baru yang menjual gaun dengan model terbaru!" Stereva memaksa sang ayah untuk memberinya uang. Predix pun tidak dapat menolak, ia membiarkan putrinya itu melakukan apa yang dia mau.

Lagipula uang keluarga Baron tidak akan habis hingga tujuh turunan.

"Pergilah. Tapi, kau harus datang ke pesta teh esok hari di kediaman Count Relan."

Mata Stereva berbinar saat mendengar kata pesta teh yang pastinya di selenggarakan oleh seorang Lady. "Baiklah aku akan pergi besok!" ucapnya senang.

Kemudian, ia baru tersadar di ruang pertemuan ini banyak sekali orang-orang yang menatapnya dengan tatapan aneh.

Matanya menatap Eliza tak suka. "AYAH KENAPA ORANG INI ADA DISINI?!" tanya Stereva tak suka sambil menunjuk Eliza.

"Jangan membuatku malu, Stereva!"

"Ayahhh, dialah yang kemarin mempermalukan diriku di pasar. Gadis miskin ini harus di hukum!"

Eliza yang mendengar dirinya disebut sebut menatap tajam Stereva. Untung saja ia masih menahan emosinya.

"Pergilah Stereva, ia adalah kerabat dari Saintess dan Sainess."

Stereva terdiam, menatap Joan dan Veronica dengan senyum lebarnya. "Wah, kau sangat tampan!" puji Stereva kepada Joan.

Mereka yang mendengarnya menahan tawa termasuk Veronica. Joan memasang tampang masam, ia sungguh tidak ingin di puji oleh seorang Lady yang menyusahkan seperti Stereva.

Stereva beralih menatap Adelene yang tidak sedetikpun menyingkap tudungnya.

"Hei gadis bertudung, kau kan yang menjadi pembicaraan orang-orang."

Mendengar penuturan Stereva. Predix baru tersadar akan hadirnya Adelene yang diam dan wajahnya ditutupi tudung kepala.

"Siapa dia?" tanya Predix.

Nafas Adelene tercekat. Ia gemetar sesaat. Tangannya langsung di genggam erat oleh Alesya.

"Tenanglah, Adelene." Mendengarnya Adelene perlahan tenang. Namun, tetap saja kegugupan melanda dirinya.

"Bukalah tudung mu itu," titah Predix.

Adelene mau tak mau membukanya. Seakan waktu melambat, Adelene dengan pelan membuka tudung kepalanya. Sehelai, dua helai rambut semakin terlihat. Hingga Adelene telah menampakkan wajahnya kepada sang ayah.

Namun, ada yang berbeda. Tatapan datar dan dingin dari Adelene mendominasi setelah matanya bertemu dengan sang ayah.

"Hai Ayah, bagaimana kabarmu setelah mengusirku empat belas tahun yang lalu?"

Semuanya terdiam dengan keterkejutan mereka. Kedelapan orang itu terkejut saat melihat perubahan cara bicara dan tatapan dari Adelene. Baron Predix terdiam saat melihat sosok gadis yang ia usir dan buang itu berada tepat di hadapannya yang terpaut beberapa meter saja.

Adelene menyeringai, "tidak ada rasa penyesalan darimu. Aku datang ke sini hanya untuk melihat kakakku bukan untuk melihat tampang bodoh mu itu yang mulai Baron Predix," kata Adelene dengan raut wajah yang sangat berbeda. Ia menyeringai dengan mata elang yang tajam melihat Baron Predix.

Stereva tidak mengerti, "kau siapa? kenapa kau memanggil ayahku dengan sebutan ayah?"

Pandangan Adelene beralih kepada Stereva yang berada di samping ayahnya.

"Hai anak pungut, bagaimana rasanya menjadi anak dari seorang Baron Predix?"

Adelene menatap sekeliling, "oh ya dimana ibundaku yang terhormat?"

Pertanyaan itu mampu membuat orang-orang di sana membeku. Tidak ada yang bersuara dan itu membuat Adelene sedikit merasa janggal dan aneh.

-Adelene Dé Cloups-

Continue Reading

You'll Also Like

298K 32.6K 71
[Bukan Novel Terjemahan - END] Putri Cahaya, begitulah mereka memanggil Key. Key mati karena terbentur dinding ketika mengejar kucingnya yang berteng...
46.4K 4.1K 52
"Kau tahu, di langit tersimpan sebuah rahasia. Rahasia besar mengenai pewaris tahta. Jika kau mau tahu, suruh mereka bercerita. Maka mereka akan berc...
265K 681 9
konten dewasa 🔞🔞🔞
462K 59.7K 50
Aria mengira bahwa dirinya bernasib menyedihkan seperti novel dan komik Isekai yang dia baca. Tapi setelah kematian, dan bereinkarnasi menjadi Victor...