DARENZA [END]

By __akusa

13.2K 2.9K 754

*DARENZA RIGO - SAVIZA EVELYN* "Vi tatap mata gue!" titah Darenza karena sedari tadi Vi terus menunduk. "Apa... More

satu. (DARENZA)
dua. (DARENZA)
tiga. (DARENZA)
empat. (DARENZA)
lima. (DARENZA)
CAST
enam. (DARENZA)
tujuh. (DARENZA)
delapan. (DARENZA)
sembilan. (DARENZA)
sepuluh. (DARENZA)
sebelas. (DARENZA)
dua belas. (DARENZA)
tiga belas. (DARENZA)
empat belas. (DARENZA)
lima belas. (DARENZA)
enam belas. (DARENZA)
tujuh belas. (DARENZA)
delapan belas. (DARENZA)
sembilan belas. (DARENZA)
dua puluh. (DARENZA)
dua puluh satu. (DARENZA)
dua puluh dua. (DARENZA)
dua puluh tiga. (DARENZA)
dua puluh empat. (DARENZA)
dua puluh lima. (DARENZA)
dua puluh enam. (DARENZA)
dua puluh tujuh. (DARENZA)
dua puluh delapan. (DARENZA)
dua puluh sembilan. (DARENZA)
tiga puluh. (DARENZA)
tiga puluh satu. (DARENZA)
tiga puluh dua. (DARENZA)
tiga puluh tiga. (DARENZA)
tiga puluh empat. (DARENZA)
tiga puluh lima. (DARENZA)
tiga puluh enam. (DARENZA)
tiga puluh tujuh. (DARENZA)
tiga puluh delapan. (DARENZA)
tiga puluh sembilan. (DARENZA)
empat puluh. (DARENZA)
empat puluh satu. (DARENZA)
empat puluh dua. (DARENZA)
empat puluh tiga. (DARENZA)
empat puluh empat. (DARENZA)
empat puluh lima. (DARENZA)
empat puluh enam. (DARENZA)
empat puluh tujuh. (DARENZA)
empat puluh delapan. (DARENZA)
empat puluh sembilan. (DARENZA)
lima puluh. (DARENZA)
lima puluh satu. (DARENZA)
lima puluh dua. (DARENZA)
lima puluh tiga. (DARENZA)
lima puluh empat. (DARENZA)
lima puluh lima. (DARENZA)
lima puluh enam. (DARENZA)
lima puluh tujuh. (DARENZA)
lima puluh sembilan. (DARENZA)
enam puluh. (END DARENZA)
EXTRA PART

lima puluh delapan. (DARENZA)

87 6 10
By __akusa

*
*
*

“Ngapain sih Lan ngeliatin Alex begitu banget?” Gemi yang memperhatikannya malah risih sendiri.

“Lagi kagum aja sama ciptaan Tuhan yang satu ini.”

Vi tersenyum mendengar penuturan sahabatnya itu. Jarang sekali Lana membual seperti itu tentang laki-laki.

“Alex maksud lo?” tanya Elis.

Lana mengangguk. “Masih muda tapi pinter banget. Kasus Monica--eh ralat, maksudnya informasi tentang Monica. Dia cepet banget nyari taunya. Gak ngerti otaknya sepinter apa sih?”

Umur Alex memang masih muda. Hanya terpaut 6 tahun dari mereka semua. Kepribadiannya yang kaku dan jarang berkomunikasi santai, membuat Alex terlihat seperti tua. Padahal faktanya tidak begitu.

“Cakep, pinter, wangi, cepat tanggap, dan ramah pula. Kak Alex kurangnya apa sih?” tanya Lana heran.

“Sejak kapan ada embel-embel kakak dalam panggilan nama Alex?” tanya Darenza.

“Dia lebih tua loh Dar dari kita, gak salah 'kan kalo kita panggil kakak?”

“Gak salah, tapi sikap lo jadi tiba-tiba aneh Lan sama Alex.” Mahesa melempar jaketnya dan pas mengenai wajah Lana.

“Aduh Mahesa! Anjir lo!” sungut Lana.

“Ganggu orang aja, lagi mengagumi ciptaan Tuhan juga,” gumam Lana.

“Telinga gua masih berfungsi dengan baik Lan,” ucap Mahesa, “lu suka ya Lan sama si Alex?”

“Anjir! Seriusan lu Lan? Si Adit mau lu kemanain anjir?!” ucap Gemi heboh.

Beberapa pasang mata melirik ke arah Adit. Dibalas Adit dengan wajah datar dan tangan yang terlipat di depan dada. Adit tidak bersuara, tapi ekspresinya mampu membuat lawannya bungkam.

“Gua gak berani nanya Adit baik-baik aja apa nggak, Vi.” Elis memeluk lengan Vi yang duduk di dekatnya.

“Sama gua juga,” sahut Vi.

“Bokap telepon.” Adit memberitahu ponselnya yang berdering. “Pasti penting. Gua cabut.”

“Lho? Cabut nih? Alex udah gua panggil ke sini buat diskusi bareng lo. Terus--”

“Lain waktu.” Adit melirik Alex, bergantian ke Lana, lalu ke Darenza. “Gua sibuk.”

Adit mengambil hoodie yang tersampir di sofa dan menyenggol Alex yang sedang duduk.

Sorry,” kata Adit tanpa ekspresi.

Duar!

“Buset, biasa aja kali nutup pintunya,” ucap Lana.

“Adit cemburu bego sama lo!” kata Gemi.

Lana mengernyit bingung.

🔥🔥🔥

“Kenapa sih ngajak gue ke sini?” dumel Elis ke Bondan.

Pasalnya, sedetik bel sekolah berbunyi, Bondan menarik Elis keluar kelas dan mengajaknya berlari sampai parkiran. Laki-laki itu hanya mengatakan penting, lalu setelahnya diam bak batu ketika Elis bertanya.

“Duduk dulu.”

“Gua yang pesenin, lo mau apa?”

Keduanya tiba di restoran makanan Korea yang letaknya lumayan jauh dari daerah sekolah mereka.

“Tteokbokki sama Ramen, minumnya air putih.” Walau ia kesal dengan Bondan, tapi perutnya perlu asupan.

“Jutek banget sih,” ucap Bondan sambil beranjak pergi.

Elis tambah memasang tampang bad mood.

Beberapa saat kemudian, Bondan kembali dengan nampan makanan di tangannya. “Pesanan datang tuan putri.”

Elis ikut membantu Bondan menurunkan makanan dari nampan.

“Taro situ aja nampannya.” Elis menunjuk bangku sebelah Bondan yang kosong.

“Ayo makan!” ucap Bondan bersemangat.

“Sebenernya gue ngidam udon tapi lu malah bawa gue ke sini,” ungkap Elis.

“Bersyukur aja lo. Udah gua traktir malah banyak mau.”

Slurpp...

Bondan memakan Ramennya yang pedas penuh nikmat. Ekspresinya menunjukkan ia sangat suka olahan mi ini.

“Tadi apa lo bilang? Ngidam? Perasaan gua kaga ada anuin lo. Cowok mana sih yang mau sama cewek jelek kayak lo selain gua.”

“Mulut lo ya!” Bola mata Elis membulat sempurna. “Minta disumpel tau gak sih?!”

“Lagian udah tau gue jelek masa lo mau sama gue?” tantang Elis.

“Kalo lo cakep ntar saingan gua banyak. Gua gak suka.” Setelah itu Bondan fokus memakan yang ia pesan. Tidak peduli lagi dengan reaksi Elis.

Selesai makan, Elis bersendawa.

“Malu-maluin aja lo,” hardik Bondan.

Elis mengangkat bahunya acuh. “Kenapa lo tiba-tiba ngajakin gue ke sini?”

Giliran Bondan yang mengangkat bahunya acuh. “Mau aja.”

“Lo gak jelas. Gue kesel anjik.”

“Kok gak respons?” tanya Elis yang bertambah kesal.

“Emang lu mau gua tanggepin apa?” Bondan balik bertanya.

“Lu ikut Darenza ke AS?” Elis membuka topik lain.

“Kalo diajak ya ikut.”

Elis berdehem. Perasaannya berubah tak enak. “Jadi perasaan ini yang dirasain Vi? Gak salah sih dia ngerengek minta Darenza gak usah susulin Monica.”

“Kenapa muka lo?”

Elis bertanya lewat gerak alisnya.

“Khawatir sama gue?”

Perkataan Bondan yang menantang, Elis jadi menyunggingkan senyumnya. Kalo iya kenapa?”

“Tunggu aja keputusan Darenza.”

“Cih. Itu bukan jawaban penenang atas kekhawatiran gue terhadap lo!” batin Elis.

Bad mood lo? Mau gue balikin gak moodnya?” tawar Bondan.

“Maksud?”

“Gua gombalin mau?”

Elis melirik sinis. “Ada ya orang mau gombalin bilang dulu.”

“Ada tuh buktinya gue,” jawab Bondan tak mau kalah.

“Terserah!”

“Eh tapi lo gak cocok digombalin,” kata Bondan.

“Apa?!” sewot Elis, “mau bilang gue jelek lagi?”

“Buruk sangka aja lo sama gue.”

“Ya terus cocoknya apa?”

“Lo cocoknya gua seriusin.”

Elis mengambil tas sekolah dan handphonenya, lalu kakinya beranjak pergi dari hadapan Bondan. Laki-laki itu tidak tau apa?! Atas ucapannya yang asal itu, namun bisa membuat jantungnya konser di dalam sana. Belum lagi pipinya yang memanas.

“Help! Bu Susi tenggelemin aja saya sekarang!” jerit batin Elis.

“Woi kok gua ditinggal? Tungguin gua Lis!”

Elis mempercepat langkahnya kala ia merasa beberapa pasang mata yang ada di restoran ini tertuju kepadanya.

“Bondan sialan! Bikin malu!”

🔥🔥🔥

“Ini kita mau ke mana?” Acap kali Darenza bertanya hanya akan mendapat jawaban yang selalu sama dari Vi.

“Jalan aja dulu. Nanti gua arahin.” Vi berucap dari samping Darenza.

Matahari sedang terik-teriknya bersinar, Vi mengajak semua teman-temannya untuk mengikutinya.

Tanpa memberitahu kepastiannya, teman-temannya menuruti saja kemauan Vi. Mereka pergi menggunakan mobil Darenza, sedangkan sisanya menggunakan motor.

Mobil Darenza hanya bisa menampung enam orang. Jadi Bondan, Elis, Gemi, dan Alex mengikuti mobil Darenza menggunakan motor.

Kali ini Vi juga mangikut sertakan Alex yang tadinya sempat mendapat protes dari Darenza. Vi kekeuh ingin mengajak Alex dan beruntungnya diiyakan oleh sang pemilik nama.

“Kerjaan lo bukannya masih banyak?” ucap Darenza kala itu.

“Tidak apa-apa Bos. Habis dari ikut Nona Vi segera saya bereskan,” jawab Alex dengan formalnya.

Mahesa duduk grasak-grusuk di tempatnya, membuat atensi Darenza tertuju kepadanya.

Darenza melirik ke kaca spion dalam mobil, lalu kembali fokus menyetir. “Diem anj jangan grasak-grusuk. Mobilnya jadi berat!” sentaknya.

Vi lantas menoleh untuk melihat Mahesa. “Lo kenapa?”

“Kebelet pup.”

Setelahnya ada suara tidak terlalu keras terdengar oleh telinga mereka yang ada di dalam mobil.

“Lo kentut Mahesa?!” Lana yang duduk tepat di belakang Mahesa, ia menepuk bahu laki-laki itu.

“Bangsat, bau busuk! Abis makan sampah satu ton lo?! Nyengat banget anjir!” dumel Darenza sembari menutup hidungnya.

“Matiin AC terus buka kaca mobilnya Dar,” titah Adit dari arah paling belakang.

Sorry. Kelepasan gue.” Mahesa membanting punggungnya ke sandaran kursi.

Melihat Mahesa yang terus mengusap perutnya, Fiona merasa prihatin. “Mules banget ay?” Fiona menyeka keringat yang ada di dahi Mahesa.

Mahesa menoleh dan memberikan senyum tipis. “Lumayan.”

“Ini nyampenya masih lama Vi?” tanya Fiona.

“Nggak. Bentar lagi kok. Sabar ya Sa,” ujar Vi.

Setelahnya tidak ada percakapan sampai mobil Darenza terparkir sempurna di depan sebuah markas.

“Ayo turun,” titah Vi.

Mereka semua meninggalkan kendaraannya dan mulai berjalan masuk.

“Tunggu sini.” Vi menjauh sambil tangannya bergerak mengeluarkan kalung yang tertutupi sweaternya.

Tidak lama Vi kembali. Ia memberi isyarat kepada teman-temannya untuk berjalan lagi.

Tanpa harus bersusah payah mengetuk pintu atau memencet bel, pintu markas di depan mereka terbuka.

Menampakkan sosok Bang Dodi menyambut mereka dengan senyum ramahnya. “Ayo masuk-masuk.”

Teman-teman Vi bergerak bingung. Pertanyaan tentang tempat apa yang mereka datangi ini berputar di kepala.

Sampai masuk ke dalam, didominasi oleh laki-laki. Ada perempuan, namun hanya sedikit.

“Alpha mana?” tanya Vi langsung ke intinya.

Bang Dodi menunjuk belakang Vi. Kepala Vi berputar dan benar saja sudah berdiri orang yang Vi maksud.

Welcome!”

“Hai ...” sapa keduanya lalu berpelukan.

“Lama lo gak ke sini,” ujar Alpha melepaskan pelukan.

Vi menanggapi dengan senyuman.

“Ayo duduk. Berdiri aja,” titah Alpha.

“Vi!” Perempuan yang teriak itu langsung menubruk Vi dengan pelukan eratnya.

“Gimana keadaan lo, Re?” Vi mengusap rambut Rere.

“Baik banget. Eh lu sering-sering main ke sini dong.”

“Ini sebenernya tempat apa?” celetuk Mahesa.

Rere menoleh ke Mahesa. “Markas Savoly.”

“Markas apa istana ini?! Guede banget!”

Rere terkekeh. “Mau ke kamar mandi?”

“Kok tau?” Mahesa meringis malu.

“Kaki lu dijepit aja kayak nahan sesuatu.”

“Anterin Re, dari tadi di mobil dia bilang kebelet pup,” ujar Vi.

“Ikutin gue,” titah Rere.

“Mau minum apa?” tanya Alpha.

Anything,” sahut Vi.

Alpha menyuruh temannya ke dapur untuk membuat minuman.

“Boleh to the point aja ya?” pinta Vi.

“Silakan,” kata Alpha.

“Eh sebelumnya kalo misalkan kalian lupa atau ada yang belum tau, gue kenalin lagi ya,” ucap Vi kepada teman-temannya.

“Jadi yang di depan gue itu Alpha Savoly. Yang lagi nyengir itu Bang Dodi, terus yang nganterin Mahesa tadi si Rere. Kayaknya segitu aja cukup.”

So? What do you want to say next?” tanya Alpha.

“Vi boleh minta tolong?”

“Katakan baby,” sahut Bang Dodi.

“Jadi temen gue Darenza--”

“Temen apa demen?” sela Bang Dodi.

Vi merajuk, Alpha menegur Dodi. “Gak asik lo masa dekingannya Alpha.”

Bondan yang mendengar gumaman Dodi, ia terkekeh. Lalu, datanglah minuman mereka.

“Abis ujian sekolah Darenza mau ke AS.”

“Iya?” Satu alis Alpha bergerak naik.

“Vi boleh minta beberapa anak Savoly nemenin Darenza di sana?”

“Nggak!”

“Boleh.”

Dua jawaban yang saling bertentangan. Darenza tidak memperbolehkan karena ia tidak mau merepotkan, sedangkan Alpha Savoly terlihat santai dengan jawaban boleh yang ia berikan.

“Mereka gak ada sangkut pautnya sama Monica Vi!” tekan Darenza, “jangan ngerepotin.”

Vi menggeleng. “Darenza mau ngelawan mafia yang ada di sana. Gue khawatir Alpha. Cuma di sini yang bisa gue mintain tolong.” Vi menatap Darenza. “Ini syarat yang gue maksud.”

“Mau ya? Masalah biaya gue tanggung semua. Gimana? Mau 'kan?” bujuk Vi.

“Mereka juga mau ke AS, Vi. Ada pertandingan tinju Internasional di sana dan mereka ikut,” ujar Rere yang datang kembali bersama Mahesa.

“Demi apa lo?! Siapa yang maju?” Heboh Mahesa mengikuti Rere duduk.

“Ada tiga orang. Dua orang lagi latihan di atas.” Rere menunjuk lantai 2. “Satunya ada di rumah.”

“Jadi mau 'kan nemenin Darenza?” pinta Vi penuh harap.

“Gue harus tau dulu masalah temen lo Darenza sampe mau ngelawan mafia AS,” ujar Alpha.

“Temen ceunah, tapi blushing.”

Vi geram karena Bang Dodi menimpuk dirinya dengan bantal sofa. “Ye apaan sih lo!”

Cerita tentang keinginan Darenza yang ngebet ingin ke AS, mengalir begitu saja dari mulut Vi. Tidak ada yang kurang dan tidak ada yang ia lebihkan.

“Kalo kayak gitu, gue juga bakal ikut nemenin Darenza.”

“Tapi Vi gak minta Alpha buat turun tangan langsung. Beberapa anak Savoly aja yang ikut juga gapapa,” ujar Vi.

It's ok.” Alpha menyunggingkan senyum tipis.

“Nanti biaya--”

“Gue yang tanggung.” Alpha Savoly sudah setuju, Darenza bisa berbuat apa selain mengiyakannya. Ia tak masalah untuk urusan biaya, hanya saja ia tidak mau membuat orang lain repot karena urusannya, tapi sepertinya Alpha Savoly tidak keberatan akan permintaan Vi tadi.

Vi tersenyum senang karena Darenza akhirnya menyetujui sarannya ini. Saran yang sudah ia pikirkan matang-matang dari kemarin dan berharap-harap cemas apakah Alpha Savoly akan menerima tawarannya atau tidak.

Hari ini terjawab sudah. Setidaknya kekhawatiran Vi sedikit berkurang.

“Tapi Dar, lo ke sana gak mungkin bawa semua temen-temen lo ini 'kan?” ungkap Alpha.

Kini giliran teman perempuan Vi yang dibuat cemas. Mereka menggandeng erat lengan pasangannya masing-masing. Seperti Fiona yang tak kalah erat melingkarkan tangannya ke Mahesa, Elis juga melakukan hal yang sama ke Bondan, bahkan Gemi pun ikut dibuat cemas, sedangkan Lana yang duduk diapit Adit dan Alex seperti tidak ada raut cemas dari wajahnya. Entah bagaimana isi hati perempuan itu.

“Nggak. Gue bawa Alex, Adit, sama beberapa anak buah gue.”

“LO GILA MAU BAWA ALEX SAMA ADIT?” teriak Lana dengan suara lantang.

“Kenapa emangnya?” Rotasi Darenza mengarah ke Lana.

Lana berdehem untuk menetralkan suasana. “Gapapa.”

“Kalo lo mau bawa berapa orang?” Pandangan Darenza teralihkan
ke Alpha.

“Yang tanding 'kan 3 orang, mungkin gua nanti gak terlalu aware sama mereka, jadi ditambah 1 orang yang bakal ngurusin mereka di sana. Terus kalo ikut lo ...” Alpha memberikan jeda untuk berpikir sejenak.

“Gue, Dodi, sama 3 orang anak Savoly, cukup?”

“Di antara 3 orang itu salah satunya Rere?” tanya Vi.

“Mana dibolehin sih Vi sama Alpha.” Rere memutar bola matanya.

“Emang lu pengen ikut?” celetuk Dodi.

“Pengen lah. Lu bayangin sekeren apa gue kalo bisa lawan mafia AS itu.”

“Ke sana bukan buat gegayaan ataupun liburan kaya yang lo pikirin. Kita ke sana mau bantu Darenza,” ujar Alpha.

Rere mengerucutkan bibirnya. “Tau aja otak gue yang ikut cuma ngincer liburan.”

“Oke. Lu berlima aja cukup. Thanks btw.” Tangan Darenza terulur untuk berjabat dengan Alpha.

“Rencananya gua berangkat ke AS tanggal 26,” ujar Alpha.

“Gua 24,” sahut Darenza.

“Re kabarin anak yang mau tanding. Berangkat dimajuin. Tadi lo denger 'kan Darenza nyebut tanggal berapa?”

Rere yang diberi titah oleh Alpha, ia mengganguk dan segera berlari ke lantai 2 menyusul temannya yang berada di ruang tinju.

TBC

HAI GAIS!

ADA YG MSH ON WP GA YA JAM SEGINI? WKWK

JGN LUPA VOTE, COMMENT, DAN SHARE CERITA DARENZA INI YAAA!

LOFYU😙💖

Continue Reading

You'll Also Like

76.1K 4.1K 25
Nathan Orlando Achilles, pria tampan, pintar, tinggi, galak, dingin dan cuek. Yang merupakan ketua dari 'ORIES'. Geng yg terkenal di sekolahnya itu...
31.9K 821 58
AIDEN ALEXANDER seorang yang kejam, ganas, dan dingin. Ia memiliki wajah tampan, cool yang di idamkan oleh kaum hawa. Bukan hanya itu, aiden adalah...
1.6K 343 34
[KUY FOLLOW SEBELUM BACA!] First cerita jadi maklum masih Tremor ENDING!!! ⚠️Terdapat beberapa kata kasar!⚠️
8.4K 1.2K 42
Original Title: 女配不想讓主角分手[穿書] Indonesian title: Peran pendukung wanita tidak ingin protagonis putus [Pakai buku] Pengarang: Lacquer Hitomi [漆瞳] Jenis...