DARENZA [END]

By __akusa

13.2K 2.9K 754

*DARENZA RIGO - SAVIZA EVELYN* "Vi tatap mata gue!" titah Darenza karena sedari tadi Vi terus menunduk. "Apa... More

satu. (DARENZA)
dua. (DARENZA)
tiga. (DARENZA)
empat. (DARENZA)
lima. (DARENZA)
CAST
enam. (DARENZA)
tujuh. (DARENZA)
delapan. (DARENZA)
sembilan. (DARENZA)
sepuluh. (DARENZA)
sebelas. (DARENZA)
dua belas. (DARENZA)
tiga belas. (DARENZA)
empat belas. (DARENZA)
lima belas. (DARENZA)
enam belas. (DARENZA)
tujuh belas. (DARENZA)
delapan belas. (DARENZA)
sembilan belas. (DARENZA)
dua puluh. (DARENZA)
dua puluh satu. (DARENZA)
dua puluh dua. (DARENZA)
dua puluh tiga. (DARENZA)
dua puluh empat. (DARENZA)
dua puluh lima. (DARENZA)
dua puluh enam. (DARENZA)
dua puluh tujuh. (DARENZA)
dua puluh delapan. (DARENZA)
dua puluh sembilan. (DARENZA)
tiga puluh. (DARENZA)
tiga puluh satu. (DARENZA)
tiga puluh dua. (DARENZA)
tiga puluh tiga. (DARENZA)
tiga puluh empat. (DARENZA)
tiga puluh lima. (DARENZA)
tiga puluh enam. (DARENZA)
tiga puluh tujuh. (DARENZA)
tiga puluh delapan. (DARENZA)
tiga puluh sembilan. (DARENZA)
empat puluh. (DARENZA)
empat puluh satu. (DARENZA)
empat puluh dua. (DARENZA)
empat puluh tiga. (DARENZA)
empat puluh empat. (DARENZA)
empat puluh lima. (DARENZA)
empat puluh enam. (DARENZA)
empat puluh tujuh. (DARENZA)
empat puluh delapan. (DARENZA)
lima puluh. (DARENZA)
lima puluh satu. (DARENZA)
lima puluh dua. (DARENZA)
lima puluh tiga. (DARENZA)
lima puluh empat. (DARENZA)
lima puluh lima. (DARENZA)
lima puluh enam. (DARENZA)
lima puluh tujuh. (DARENZA)
lima puluh delapan. (DARENZA)
lima puluh sembilan. (DARENZA)
enam puluh. (END DARENZA)
EXTRA PART

empat puluh sembilan. (DARENZA)

66 8 0
By __akusa

NOTED : PART INI LANJUTAN PART SEBELUMNYA!


HAPPY READING!💗

*
*
*

Kedua tangan Darenza sibuk bergerak luwes di atas keyboard laptop. Tugas sekolahnya tak kunjung usai, kepalanya sudah berat minta diistirahatkan. Tangannya menolak berhenti, pikirannya juga berkata tanggung. Jadi, Darenza memilih melanjutkan saja dengan mata menahan kantuk.

Tubuh Darenza bersandar pada sofa. Dari samping, ada Vi yang sedang memeluknya dan menenggelamkan wajah di ceruk lehernya. Terlalu fokus dengan tugas, sampai tidak menyadari suara deru napas Vi di lehernya.

Sebelum posisi seperti ini, ada perdebatan kecil dulu.

“Dar, boleh gak?” tanya Vi tiba-tiba memecahkan keheningan yang sempat tercipta.

“Boleh apa?” Darenza bertanya balik.

“Meluk?” Vi sendiri terlihat ragu dan tak percaya.

“Yang jelas Vi.” Darenza masih berusaha untuk sabar.

Vi mengerucutkan bibirnya. Ia kesal Darenza tidak peka. Atau laki-laki itu hanya pura-pura? Vi merasa Darenza mengetahui maksudnya.

“Nggak jadi. Selesaiin aja tugas lo,” ucap Vi memalingkan muka.

Darenza tidak tahan melihat bibir ranum Vi semakin dibuat maju layaknya mengikuti gaya bebek. Pelan tapi pasti Darenza menarik tangan Vi dan direngkuh tubuh perempuannya.

Vi bernapas lega, benar bukan Darenza hanya mempermainkan dirinya? Masih kesal, tapi Vi membalas dekapan hangat Darenza.

Darenza mencium aroma sampo dari puncak kepala Vi. Ia menghirupnya dalam-dalam. Darenza merasa mabuk sekarang. Bukan mabuk yang pusing karena mencium aroma menyengat, melainkan mabuk karena aroma khas itu sangat cocok masuk ke indra penciumannya, dibuat candu Darenza sekarang.

“Boleh meluk lo tiap hari Vi?” Kini malah Darenza yang meminta. Terdengar nada memohon dari suara Darenza.

Hm,” balas Vi seadanya. Tangan Vi sibuk mengelus punggung tegap Darenza dan matanya berbinar kala memikirkan tubuh tegap milik seorang laki-laki yang ada di dekapannya selalu membuatnya merasa tenang, terlindungi, dan selalu melindunginya. Terdengar agak melankolis, tapi kalau diingat mundur, memang seperti itu adanya.

Masih fokus dengan tugasnya, pintu markas terdengar ada yang membuka dan masuklah teman-temannya. Darenza melirik sebentar, lalu kembali menatap layar laptop.

“Ngapain lo berdua?” tanya Lana duduk di seberang Darenza.

“Yang lo lihat?”

“Lo natap layar sambil pelukan?”

“Letakkan dia yang benar, pas bangun leher atau seluruh badannya bakal sakit karena tidur gak nyaman seperti itu,” kata Adit yang ikut duduk di sebelah Lana.

“Dia tertidur?”

“Oh, God. Lo yang di sampingnya gak sadar dengkuran halus yang keluar dari mulutnya?” tanya Lana, matanya menajam menatap Darenza.

Darenza menggeleng atas pertanyaan Lana barusan. Daripada berdebat panjang lagi, langsung saja Darenza membaringkan tubuh Vi dengan nyaman di atas sofa. Ia mengangkat kepala Vi sedikit dan memberi bantal sofa di bawah kepala itu.

“Selimut di samping lo,” pinta Darenza melirik sebelah Lana.

Lana mengambil dan melempar pelan ke Darenza. Cukup telaten Darenza menyelimuti Vi. Ia tak mau Vi terbangun dari tidurnya.

Laptop yang tadi berada di pangkuan, beralih ia taruh ke atas meja. Dirinya pun jadi duduk di lantai. Darenza membuang napasnya kasar sebelum kembali melanjutkan sesi nugasnya. “Ini harus segera berakhir.” Suara hati Darenza berucap sembari memberi dukungan untuk dirinya sendiri.

Adit melihat Bondan jalan melewatinya. Ia memanggil untuk menyuruh menghampirinya. Lana dibuat bingung saat Adit berbisik di telinga Bondan. Laki-laki dengan kalung bandul salib itu menegang. Lana perhatikan, dia menurut mengikuti langkah Adit yang menuju balkon.

Mahesa melihat juga, ia merasa ada aura sesuatu lain dari sahabatnya. Hendak menyusul, Lana menahan.

“Diam dan tunggu aja.” Lana memberi senyum menenangkan kepada Mahesa.

🔥🔥🔥

Darenza akhirnya menyelesaikan tugas sekolahnya. Lagi, ia merentangkan tangannya ke atas untuk meregangkan otot-ototnya yang kaku.

Saat menoleh, disuguhkan wajah polos Vi yang sedang tertidur pulas. Darenza sedikit mengesot untuk mendekati wajah Vi.

Tarikan bibir Darenza perlahan muncul dan berubah menjadi lebar. Tangannya
bergerak mengusap puncak kepala Vi. Terakhir Darenza memberi sebuah kecupan di kening Vi.

Darenza menghabiskan minum yang ada di gelas, lalu kakinya melangkah menuju teman-temannya berkumpul.

“Pizza Dar,” ucap Elis menawari sambil mengangkat pizza di tangannya.

Darenza mengangguk. “Adit sama Bondan ke mana?” tanyanya.

“Balkon,” balas Lana.

“Mau ke mana?” tanya Mahesa yang melihat Darenza membalikkan badan.

“Ngerokok,” jawab Darenza tanpa membalik badannya.

Darenza menggeser pintu balkon. Kedua orang yang dari tadi di sana terlihat terkejut dengan kedatangan Darenza.

“Ngagetin aja lo,” kata Adit.

Darenza mengangkat bahunya acuh. Ia menaruh rokok di ujung bibir, lalu membakar rokoknya.

“Kenapa sih tegang banget?” tanya Darenza.

“Jangan bilang gak ada kalau muka kalian jelas bilang ada sesuatu,” ucap Darenza setelahnya ia mengembuskan banyak asap rokok dari hidungnya.

Bondan mengembuskan napas lelah. Sahabatnya yang satu itu sulit untuk dibohongi. Bondan menyerahkan beberapa lembar foto ke Darenza.

Darenza kembali menyelipkan rokoknya di sudut bibir. Tangannya mengambil foto dari tangan Bondan. Darenza melihat teliti gambar-gambar di tangannya.

“Siapa?” Suara dibalik badan mereka bertiga—mengejutkan sampai Darenza menjatuhkan foto-foto itu.

“Vi?!” pekik ketiganya.

Vi menghiraukan suara tiga laki-laki di depannya. Ia memungut foto-foto yang terjatuh ke lantai. Ia memperhatikan foto itu seksama.

“Ini bokap lu 'kan Bondan?” tanya Vi, namun matanya masih fokus ke foto di tangannya.

“Iya bener ini bokap lo. Walaupun udah berapa tahun lamanya, gua masih inget,” seru Vi.

“Emang bokap gua,” ucap Bondan.

“Terus ini bokap lo sama siapa Bon?” Vi mengangkat foto itu.

“Nikah,”

“HAH?” Darenza dan Vi terkejut.

“Yang jelas coba, maksud lo?” tanya Darenza memastikan.

“Ibu tiri gue.” Bondan menunduk.

“Jadi, maksud lo Om Jerico nikah lagi? Terus foto perempuan di samping bokap lo itu sekarang adalah ibu tiri lo?” tanya Darenza panjang lebar.

Bondan menganggukkan kepalanya tak bersemangat.

“Alex kemarin ke Bali nyusulin bokap Bondan, ternyata mereka nikah di sana,” jelas Adit mempertegas keadaan.

Darenza dan Vi mengangguk paham sekarang.

Bondan mendongakkan kepalanya. Tersirat perasaan kecewa, marah, kesal, sedih bercampur satu dari tatapan yang Bondan tunjukkan sekarang. Kedua tangannya berada di sisi tubuh terkepal kuat.

Seolah menulikan pendengarannya, Bondan menatap nyalang ke satu titik, napasnya memburu. Darenza dan Adit yang berbicara, tak didengar Bondan. Suara mereka berdua seperti angin lewat saja bagi Bondan.

Langkah lebar Bondan menyusuri jalan, ia melewati teman-temannya, sampai tangannya ingin menggeser pintu kaca balkon untuk membukanya, Vi manarik Bondan sekuat tenaga. Tidak mudah menghadapi orang yang sedang marah, tenaganya terasa lebih kuat, dan untuk ukuran Vi yang seorang perempuan, cukup sulit.

Vi menubrukkan badannya ke dada bidang Bondan. Ia memeluk Bondan dengan begitu tulus. Bondan memang sepertinya membutuhkan dekapan ini, ia membalas pelukan Vi.

Bondan membenamkan wajahnya di pundak Vi, tak berselang lama bahu Bondan bergetar, Vi yang merasakannya menepuk-nepuk punggung Bondan sembari mengelusnya untuk coba menenangkan.

Darenza dan Adit tentu tidak tinggal diam, mereka juga ikut mengusap-usap kedua bahu Bondan.

“Sekarang puasin dulu nangis lo, gapapa, laki-laki juga boleh sedih dan nangis. Semuanya bakal baik-baik aja. Dan nanti kalau udah tenang, udah bisa berpikir jernih, baru bicarakan pelan-pelan supaya dapet tujuan yang sama.” Vi berucap di samping telinga Bondan.

“Gua bakal nemenin lo bicara sama bokap lo. Gua, Vi, Adit, dan yang lainnya di samping lo selalu. Jangan pake emosi, selesaikan pake kepala dingin. Oke? Buang pemikiran lo yang bilang bisa mengatasi semuanya sendiri. Kita sebagai sahabat ada ya untuk saling support. Paham?" tanya Darenza.

Bondan melepaskan pelukannya dengan Vi. Ia menunduk, lalu menghapus kasar sisa air mata di pipinya. Hinggap perasaan malu di hatinya karena teman-temannya melihat ia yang lemah dan sampai menangis begini.

Bondan kembali mendongak. “Gua paham Dar.” Ia tersenyum tulus ke teman-temannya. “Makasih.”

Darenza, Vi, dan Adit mengangguk bersamaan dan ikut membalas senyum Bondan.

TBC

HAI GUYS AKU UP CEPET LG HUHUU...

SEMOGA KALIAN MENIKMATI PART INI YAA!

JGN LUPA VOTE, COMMENT, DAN SHARE CERITA INI!

FOLLOW MY WATTPAD AND IG @sanitrasvtr

-see u💗

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 104K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
3.5K 1.1K 32
"Rangga!" sapa seseorang dari arah belakang "Hm" "Gak ada niatan gitu buat gandeng tangan aku?" Pinta Gadis Rangga aditya Cowok cool, pintar, dan...
76.1K 4.1K 25
Nathan Orlando Achilles, pria tampan, pintar, tinggi, galak, dingin dan cuek. Yang merupakan ketua dari 'ORIES'. Geng yg terkenal di sekolahnya itu...
814K 66K 57
-Ketika sifat egois dikalahkan dengan saling percaya- 15+ (Mengandung unsur kekerasan & kata kasar) Albara Nightiraja. Siapa yang tidak mengenal soso...