Kinaya mengernyit dahi heran melihat wajah Gio yang seketika berubah setelah membaca pesan yang baru saja ia terima, Kinaya menyadari itu.
"Kenapa Gi?"
Gio menoleh, "Gapapa, mau pesen lagi ga?"
Kinaya menggeleng. Ia tidak lagi bertanya ketika menyadari jika Gio tidak mau membahas lebih lanjut.
"Yaudah yuk."
Mereka bangun dari duduknya, tak lupa tangan Kinaya yang Gio tautkan kembali.
Sejujurnya Gio masih ingin menghabiskan waktu bersama Kinaya, karena jarang sekali ia bisa mendapatkan kesempatan ini. Namun mengingat kembali pesan yang dikirimkan Jere, Gio tau itu sebuah keharusan untuk kembali ke markas dan bertemu dengan anggota lainnya.
Gio memasangkan jaket miliknya untuk dipakai ke tubuh Kinaya, dimulai dengan memasukkan di lengan sebelah kiri lalu berganti kebagian lengan kanan, Kinaya hanya diam saja seolah merespon dengan baik dengan perlakuan laki laki di hadapannya ini.
"Langsung pulang ya, gue ada urusan soalnya."
Kinaya hanya mengangguk.
Tidak ada yang membuka percakapan selama diperjalanan, Kinaya juga tidak berniat untuk membuka suara, terlebih Gio sibuk dengan pikirannya sendiri.
Kinaya turun ketika sudah sampai tujuan, hendak melepaskan jaket yang dipakai namun terhenti oleh suara Gio.
"Gausah di lepas, simpen aja."
"Ga mau ah, ini kan jaket lo."
Gio menggeleng dan digenggam kedua bahu Kinaya.
"Pake aja, siapa tau lo kangen," godanya.
"Pede mampus lo, gue bakar juga nih jaket,"
Gio tertawa pelan, sejenak melupakan masalahnya tadi.
"Udah sana masuk,"
Kinaya mengangguk, "Thanks, take care,"
Gio mengangguk dan mengangkat tangannya mengacak rambut Kinaya pelan. Lalu menyalakan motor besarnya, lalu pergi dari sana.
Meninggalkan Kinaya yang masih menahan detak jantungnya.
"Udah gila nih jantung,"
"Woi diem woi,"
"Lah diem? Kalau ga berdetak ya mati dong gue," gumam Kinaya sambil menepuk dahinya pelan merutuki kebodohannya sendiri.
****
Pria bertubuh tegak itu memasuki rumah yang biasa disebut markas, siapapun yang melihatnya sudah tau jika pria itu sedang menahan emosi terlihat dari rahangnya yang mengeras.
Berjalan lurus menuju tempat yang biasa dipakai untuk berunding, sudah ada beberapa orang disana, terlihat wajah wajah yang serius dan khawatir.
Mereka menoleh ketika mendengar langkah kaki berat, sudah bisa mereka tebak siapa pemilik langkah kaki tersebut. Ya, siapa lagi jika bukan Gionendra Brama Adinata.
"Gimana?" Tanya Gio.
"Gue ga sengaja denger di cafe dekat jalan besar, Avegas bakal nyerang markas Gardions malam ini." Jawab salah satu anggotanya, Aldo.
Gio mengeraskan rahangnya, Gio marah bukan karena akan bertarung, justru Gio akan merasa sangat senang melakukan itu. Namun, Gio marah karena tingkah laku Leon, laki laki itu selalu saja melakukan hal diatas emosinya. Gio selalu berpikir, bagaimana bisa orang seperti Leon diangkat menjadi ketua geng? Bagaimana nasib anggota lainnya jika memiliki ketua tempramental seperti itu?
"Tapi belum tentu valid. Ehm maksud gue belum tentu valid kalau mereka akan nyerang pada hari ini juga kan?" Tanya Damian mengalihkan atensi mereka ke arahnya.
"Iya, gaada yang ngejamin juga? Jadi boleh banget kita waspada, tapi jangan terpaku,"
Jere mengangguk dengan ucapan Devan. "Gue setuju,"
"Iya, gue seketika lupa kalau Leon orang licik," gumam Damian yang masih didengar oleh mereka.
Gio menoleh ke arah Bara, dan menaikkan alisnya. Bara memang bertugas untuk menilai sesuatu dan memikirkan strategi, tidak salah jika disaat seperti ini pemikiran cerdik Bara selalu dibutuhkan.
"Kalian semua paham banget kalau Leon licik, jadi cukup jaga jaga tapi jangan lengah, karena rasanya mustahil dan terlalu gegabah Leon atau anggotanya sengaja ngobrolin strategi kaya gitu disembarang tempat, apalagi di cafe yang notabennya ruang lingkup publik."
Mereka semua mengangguk setuju, benar juga. Tidak mungkin obrolan sensitif seperti itu di bicarakan disembarang tempat, terlalu ceroboh.
Gio menghela nafasnya pelan, apa lagi yang direncanakan manusia satu itu? Seperti tidak ada habisnya untuk berulah.
Gio menarik nafasnya pelan lalu menepuk nepuk pahanya. "Oke, inti Gardions di markas terutama Damian dan Devan , skill lo berdua dibutuhin disaat kaya gini, ngerti kan? Gue butuh setidaknya 15 anggota buat stay, sisanya boleh pulang tapi tetep standby hp, jaga jaga kalau kita butuh bantuan."
Mereka mengangguk tegas.
"Siap Gi,"
"Oke bang,"
Damian dan Devan, dua sahabat itu memang memiliki skill lebih dalam bertarung, berbeda dengan Jere, pria itu ahli dalam meretas segala sesuatu yang berhubungan dengan internet, namun skill bertarungnya juga tidak bisa dianggap remeh.
"Lo kalau mau balik gapapa Bar,"
Bara menoleh ke arah Gio, "Kenapa?"
"Nyokap lo sendirian kan dirumah? Gue sama yang lain santai kok,"
"Iya Bar, nyokap lo kan ga berani sendirian." Usul Damian.
"Liat nanti deh,"
Gio hanya menganggukkan kepalanya.
Hari ini mungkin akan menghabiskan cukup banyak energi, lebih baik dia pergi ke taman belakang untuk mencari hiburan.
Gio memutuskan untuk duduk didekat kolam renang, lalu mengambil handphonenya disaku dan membuka room chat yang sudah ia pin.
Gionendra
Tok tok
Halo, ada orang?
Tidak membutuhkan waktu lama, pesan itu sudah mendapatkan balasan.
Kinayang
Aneh
Gio terkekeh membacanya, membayangkan raut kesal Kinaya diseberang sana. Ah padahal belum beberapa jam, tapi Gio sudah merindukan gadisnya. Eh, gadisnya?
Gionendra
Galak banget sih yang
Kinayang
Yang? Kuyang?
Gio tertawa membacanya, astaga tidak bisa kah Kinaya membalas pesannya dengan sedikit romantis juga?
Gionendra
Kok kuyang sih Ay?
Kinayang
Ya terus?
Gionendra
Yang itu, Kinayang
Masa gitu aja gatau si Ay
Kinayang
Jelas jelas nama gue Kinaya
Gue lapor Ayah ya,
Lo sembarangan ganti nama gue
Gionendra
Males ah mainnya ngaduan
Kinayang
Idc. Bye
Gionendra
Kok gue udah kangen aja ya Ay
Kinayang
Kangen siapa?
Gionendra
Ya kangen lo lah
Mau kangen siapa lagi gue
Kinayang
Dangdut lo
Gionendra
Soalnya gue kayanya ga bakal
liat lo dalam waktu dekat ini
Kinayang
Mau bolos ya lo?
Gionendra
Suudzon aja heran,
Pokoknya lo ga boleh kangen ya
Kinayang
Males banget
Gionendra
Yaudah, udah mau maghrib
Bersih bersih gih
Bye, Ay.
Kinayang
Bye, Gi.
Gio menghela nafasnya pelan, perasaanya mulai gelisah saat ini, dadanya juga sesak, entah apa yang akan terjadi. Berniat kembali masuk kedalam, mungkin bertemu dengan teman temannya, bisa menghilangkan perasaan tidak jelas ini.
Namun di lain tempat, Kinaya juga merasakan yang hal sama, membaca chat Gio tiba tiba perasaannya berubah menjadi cemas dan dadanya berubah sesak.
Kinaya menyimpan hpnya di nakas, lalu berlalu memasuki kamar mandi.
"Semoga ga ada apa apa."
****
Hai halo semuaaaa...
938 word hehe, untuk menebus kesalahan ku pada Magdafelle yang setia memberikan vote, katanya kemarin aku terlalu pendek, jadi hari ini aku update lagi.
Terimakasih ya semua yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca dan memberikan vote disini. Big love for you guys!
Sejujurnya aku udah draft buat part besok, jujur agak deg degan nulisnya buat 2 part kedepan, semoga kalian sukak!
See you!💜💚
****
Tbc