Virtualzone [COMPLETED]

By renaislaminrazizah

29.3K 3.2K 4K

[Hak Cipta dilindungi Allah] . Untuk yang selalu menunggu kabar melalui notifikasi Untuk yang sedang bertema... More

Trailer dan Visual
Virtualzone - Chapter 1
Virtualzone - Chapter 2
Virtualzone - Chapter 3
Virtualzone - Chapter 4
Virtualzone - Chapter 5
Virtualzone - Chapter 6
Virtualzone - Chapter 7
Virtualzone - Chapter 8
Virtualzone - Chapter 9
Virtualzone - Chapter 10 + Tailer Baru
Virtualzone - Chapter 11
Virtualzone - Chapter 12
Virtualzone - Chapter 13
Virtualzone - Chapter 14
Virtualzone - Chaper 15
Virtualzone - Chapter 16
Virtualzone - Chapter 17
Virtualzone - Chapter 18
Virtualzone - Chapter 19
Virtualzone - Chapter 20
Virtualzone - Chapter 21
Virtualzone - Chapter 22
Virtualzone - Chapter 23
Virtualzone - Chapter 24
Virtualzone - Chapter 25
Virtualzone - Chapter 26
Virtualzone - Chapter 27
Virtualzone - Chapter 28
Virtualzone - Chapter 29
Virtualzone - Chapter 30
Virtualzone - Chapter 31
Virtualzone - Chapter 32
Virtualzone - Chapter 33
Virtualzone - Chapter 34
Virtualzone - Chapter 35
Virtualzone - Chapter 36
Virtualzone - Chapter 37
Virtualzone - Chapter 38
Virtualzone - Chapter 40
Virtualzone - Chapter 41
Virtualzone - Chapter 42
Virtualzone - Chapter 43
Virtualzone - Chapter 44
Virtualzone - Chapter 45
EXTRA CHAPTER
BONUS CHAPTER
AU VIRTUALZONE

Virtualzone- Chapter 39

250 45 15
By renaislaminrazizah

Hai, kembali lagi. Chapter pertama di tahun 2022. Gimana tahun barunya?

Langsung aja ya, tapi jangan lupa tinggalin jejak

Enjoy 💜

Waktunya kembali menemui hari Senin. Satu-satunya hari yang tidak pernah diharapkan oleh setiap orang karena harus kembali melakukan rutinitas setelah dua hari bisa rehat sejenak dari aktivitas yang menguras tenaga. Seperti Rayya dan Raga yang kembali ke sekolah hari ini. Mereka berjalan beriringan melewati beberapa kelas. Kali ini Rayya memeluk buku soal-soal SBMPTN yang akhir-akhir ini dirinya isi. Bahkan, saat menunggu Raga menjemputnya, dia berhasil mengerjakan satu soal Matematika yang sudah dipelajarinya semalam.

"Kak Raga!" Seruan itu membuat langkah mereka terhenti.

Raga menghela napas, dia tahu siapa pemilik suara itu. Hari Seninnya rusak begitu aja. Rayya sedikit memutar badan untuk memastikan siapa yang memanggil laki-laki di sampingnya. "Gue enggak mau ganggu. Jadi gue duluan, ya," izinnya, sedangkan sahabatnya hanya mengangguk.

Rayya berseru saat matanya melihat dua sejoli yang salah satunya adalah teman sebangkunya di kelas. Dia berlari menghampiri mereka dan berdiri di tengah-tengah. Tentu saja hal itu membuat laki-laki yang kini berada di sampingnya menggerutu. "Gue kirim ke Mars, nih. Ganggu aja!"

Rayya tidak mengindahkan ucapan tersebut. Dia justru menarik teman sebangkunya menuju kelas.

"Rayya, Aletta, tunggu!" teriak Dika sambil mengekori di belakang.

Raga yang melihat adegan tersebut menggelang kecil. Di sampingnya sudah ada adik kelas yang seama beberapa hari tidak menampakkan wajahnya di depan Raga. "Kak Raga apa kabar?" tanyanya basa-basi.

"Baik," jawab Raga singkat.

"Gimana? Ada kemajuan enggak?"

Raga melihat sekitarnya, enggan menjawab.

"Kayaknya enggak ada, ya?" Dia memicingkan matanya. "Enggak apa-apa, selagi gue masih isirahat, lo masih boleh melakukan berbagai usaha buat bikin Kak Rayya luluh. Gue juga lagi oleng sama temen sekelas yang notice keberadaan gue. Enggak kayak lo yang ngeliat gue tuh antara ada dan tiada," jelas Keyla.

Kenapa enggak dari dulu aja suka sama temen sekelasnya?

"Tapi tenang aja, kalo kak Rayya masih enggak bisa bales perasaan lo, gue siap kok buat balik lagi."

Raga melihat ke arah yang lain, tidak mau menimpali setiap ucapan Keyla. Dia tidak ingin buang-buang tenaga untuk hal yang tidak penting sepagi ini, lebih baik menghemat untuk digunakan saat upacara dan pelajaran Matematika nanti.

Melihat respons yang diberikan Raga, Keyla akhirnya berkata,"Sori kalo gue ngerusak hari Senin lo. Gue pamit ke kelas duluan."

Raga memutuskan untuk melewati jalur yang lain karena arah menuju kelas mereka sama. Selama berpapasan dengan teman seangkatannya ataupun adik kelas dia hanya menggangguk kecil. Siapa yang tidak mengenal mantan wakil ketua OSIS yang pernah menjadi salah satu perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade Matematika? Meskipun saat itu Raga hanya mendapatkan juara harapan pertama.

Sesampainya di kelas, dia langsung duduk dan melihat Rayya membuka buku yang sejak tadi dipeluknya. Tanpa sadar, dia tersenyum dan menghampiri gadis itu. Raga duduk di samping Rayya—di tempat Aletta—karena pemilik bangkunya sedang silaturahmi ke bangku yang lain.

"Serius banget."

Rayya terperanjat karena tidak menyadari kehadiran sahabatnya. Dia memukul pelan lengan Raga. "Nanti malem belajar lagi, ya."

"Kenapa enggak pulang sekolah aja? Hari ini cuman sampe jam sembilan, kan?"

Berita itu sudah menyebar dari semalam. Guru-guru akan mengadakan rapat untuk membicarakan mengenai kegiatan siswa kelas tiga yang akan berakhir dalam beberapa bulan ke depan. Bahkan ada kabar jika minggu depan akan diadakan rapat bersama orang tua siswa. Grup kelasnya ramai membicarakan hal ini, beberapa temannya berharap sekolah diliburkan saja hari ini.

Rayya mengeluarkan ponselnya dan memberikannya kepada Raga. "Gue mau jalan."

Barbara

Besok gue sekolah cuman sampe jam sembilan

Lo ada acara enggak besok?

Wah, berita bagus buat anak sekolah itu

Enggak ada, sih

Kalo gue mau ngeluarin tiket a day with me, gimana?

Oke, jadi besok lo mau selingkuh dulu sama gue?

Gue harus minta izin dulu sama 'pacar' lo enggak, nih?

Hahaha dia enggak bakal tahu

Gue mau izin ah, biar aman

Tidak sampai lima menit, Bara kembali mengirim pesan disertai foto bukti dia mengirim pesan melalui DM Instagram kepada Jaehyun

Nih, gue udah izin

Udah dibolehin juga

Niat banget hahaha

Dibolehin gimana? Dibales aja enggak

Telepati dong, ikatan batin

Ada-ada aja

Oh iya, besok gue jemput ke sekolah

Eh, enggak usah. Gue balik bareng Raga aja

Jadi lo jemput gue di rumah

Jangan, dong

Sekalian gue mau minta izin dan ngobrol sama orang tua lo

Mumpung proposal gue udah di acc setengahnya sama bokap lo

Proposal?

Lo ngapain ngirim proposal ke ayah?

Mau ngajuin apa coba?

Ada, deh

Jadi boleh, ya, gue jemput ke sekolah?

Apaaan, sih, sok rahasia banget

Yaudah, terserah

Terserah = iya

Sampai ketemu besok

Raga menyimpan ponsel itu di atas buku yang masih terbuka. "Hati-hati. Kalo ada apa-apa, telepon gue." Hanya itu kalimat yang keluar dari mulut Raga.

***

Sorak-sorai terdengar di setiap kelas saat bel istirahat pertama berbunyi. Namun, bel kali ini pertanda pulang. Begitupula dengan kelas XII IPA 2. Mereka segera membereskan alat tulis dan keluar dari kelas. Sepertinya hari Senin kali ini cukup menyenangkan untuk siswa SMA Langit Cakrawala.

Rayya mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Ada beberapa notifikasi yang tertera di layar ponsel, salah satunya pesan dari Bara.

Barbara

Kalo udah selesai kelasnya langsung ke gerbang aja, gue udah di depan

Iya

Di depan kelas sudah ada Gita yang melambaikan tangan. Dia lupa memberitahu kepada Gita jika hari ini pertama kalinya Rayya dan Bara akan menghabiskan waktu bersama. Rayya keluar, lalu Gita langsung menggandengnya meninggalkan Raga di belakang.

"Ada yang lagi seneng, mau jalan-jalan hari ini katanya," goda Raga.

Seolah tahu siapa yang dimaksud, Gita langsung menoleh pada Rayya. "Kok enggak cerita sama gue?"

Rayya hanya tersenyum menanggapi pertanyaan yang dilontarkan sahabatnya.

"Abis jalan-jalan harus cerita sama gue. Kalo dia macem-macem enggak bakal gue restuin pokoknya. Inget, selain firasat orang tua, firasat sahabat juga jarang meleset."

"Iya, iya. Kapan, sih, gue enggak cerita sama lo?" Rayya mencubit pipi Gita gemas.

"Sama gue enggak pernah cerita, tuh," sahut Raga.

"Kalo gue cerita masalah cowok sama lo, entar cemburu." Rayya balik menggoda Raga. "Jadi sama lo cukup ngomongin masalah rumus aja, ya." Mendengar balasan Rayya, dia hanya terkekeh sambil menggeleng kecil. Setidaknya rasa canggung di antara keduanya hanya terjadi malam itu saja.

Mata Rayya menangkap seseorang yang sedang berbincang di pos satpam dengan Pak Bucek. Mereka mengikuti arah langkah Rayya menghampiri pos satpam. Bara menoleh saat Pak Bucek berkata, "Saya kira pacar Rayya itu Raga karena sering lihat bareng terus, ternyata bukan."

"Bukan pacar, Pak," sahut mereka—Rayya, Bara, dan Raga—kompak.

"Kompak bener," sindir Gita.

"Lo cewek yang bareng Rayya waktu lari pagi, kan?"

"Iya, kenapa? Gue sahabatnya. Lo macem-macem sama dia, gue pukul." Gita mengangkat kepalan tangan kanan ke hadapan Bara.

"Sewot banget, takut," kekehnya.

"Lo pake motor?" tanya Raga melihat motor yang terparkir di samping pos satpam.

"Iya, kenapa?" jawab Bara.

Raga mengeluarkan jaketnya di dalam tas lalu memilitkan tangan jaket tersebut di pinggang Rayya. Jaket itu selalu melingkar di pinggang Rayya selama pulang dan pergi ke sekolah bersama Raga. Jadi, selama ini Raga sealu membawa dua jaket, karena Rayya sering lupa membawa jaket milik sendirinya.

"Aduh, ngekos di Mars sebulan berapa, ya? Di Bumi gerah lihat orang-orang pada uwu. Kan, gue juga pengen," celetuk Gita melihat perilaku Raga beberapa detik yang lalu.

Biasanya Raga hanya memberikan jaket itu pada Rayya, dan akan dipasang sendiri oleh Rayya. Entah mengapa hari ini berbeda. Sepertinya Raga ingin membuat Bara cemburu. Sayangnya, laki-laki itu terlihat tenang dan biasa saja melihat apa yang dilakukan Raga pada 'selingkuhannya'.

"Yuk," ajaknya pada Rayya.

"Gue duluan, ya." Rayya berpamitan seraya mengikuti Bara.

Sebelum melajukan kuda besinya, Bara sempat bertanya, "Udah nyaman duduknya?"

"Udah."

Mata Raga dan Gita masih memperhatikan kedua sejoli yang mulai meninggalkan area sekolah. Gita menghela napas."Dunia sempit banget, ya." Ucapan Gita sontak membuat Raga menoleh.

***

Bara menunggu Rayya sambil berbincang dengan bunda. Sudah lima belas menit waktu yang mereka lewatkan. Bara sempat menceriakan bagaimana Oma yang sangat memuja kue-kue buatan ARA Cake. Di sela-sela obrolannnya sesekali mereka tertawa karena candaan Bara. Ayah Rayya masih berada di ruang kerja memeriksa beberapa map dokumen mengenai pasien yang ditanganinya. Jadwal beliau di rumah sakit hari ini mulai siang.

"Tante, kalo boleh tau, nanti pengen punya cucu kayak gimana dari Rayya? Apalagi Rayya, kan, satu-satunya."

Bunda sempat tertawa kecil mendengar pertanyaan Bara. "Kalau soal itu masih lama, Rayya aja masih sekolah."

"Ini masih bayangan aja, Tan."

"Tante pengen cucu cowok, tapi kalau dikasihnya perempuan juga enggak masalah, tpi pengen yang pipinya agak gembul. Kebayangnya lucu gitu." Bunda tersenyum membayangkan hal itu.

"Kalo gitu menantunya harus aku, Tante," candanya. Bunda tergelak mendengar sahutan Bara.

"Seru banget, ngobrolin apa, sih?" tanya Raya yang tiba-tiba muncul ditemani ayah.

Melihat kehadiran ayah Rayya, Bara bangkit kemudian mencium tangan beliau. "Saya mau izin jalan sama Rayya, Om. Boleh?"

Sebelum menjawab izin Bara, beliau memperhatikan Bara seperti mengingat sesuatu. Namun, lamunannya terhenti karena ucapan Bunda. "Itu ada yang izin mau ngajak anak perempuannya jalan malah ngelamun."

"Iya, boleh. Jangan pulang terlalu malem."

"Siap, Om. Kami pamit."

Saat kedua remaja itu meninggalkan pekarangan rumah, ayah masih mencoba mengingat apa yang terlinas di pikirannya saat melihat Bara, dan hal itu disadari oleh bunda. "Mikirin apa, Yah?"

"Wajah anak itu kok enggak asing gitu, ya, di mata ayah. Kayaknya pernah lihat," terang beliau masih mencoba mengingat.

"Perasaan doang mungkin. Udah, ah, ayo masuk."

"Iya, sebentar. Ayah mau nelepon Raga sebenar." Beliau mergoh ponselnya di dalam saku dan menempalkan ke telinga setelah menemukan nomor Raga.

"Halo, Om. Ada apa?" Tidak perlu menunggu lama, panggilan itu sudah tersambung.

"Kamu lagi di rumah?"

"Iya, Om."

"Kamu tau kalau Rayya hari ini jalan sama cowok?"

"Iya, tadi Rayya bilang di sekolah."

"Om boleh minta tolong buatikutin mereka, enggak?"

Terdengar helaan napas Raga di seberang sana. "Mungkin Rayya lupa cerita sesuatu sebelumnya, Om."

"Cerita apa?"

"Om enggak usah khawatir tentang Rayya saat ini. Cowok yang jalan sama Rayya itu cowok baik-baik, kok. Aku bisa jamin itu."

"Dia orang asing, Raga."

"Dia abangku, Om."

Nah looooh, gimana ceritanya mereka kakak adek?

See you at the next chapter, papay 👋🏻

1 Januari 2022

Continue Reading

You'll Also Like

4.9K 596 54
Tentang lelaki pengidap penyakit ataksia yang bertemu dengan perempuan pemilik trauma masa lalu. *** Adel benci di sentuh laki-laki. Adel tidak suka...
5.9K 3.6K 65
A Blue Story by Nora "Jika kita saling menggenggam, maka aku tidak menemukan alasan takut sendiri." Entah mana yang lebih menyakitkan, sendiri atau...
899K 66.7K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
1.3K 481 35
"Kau adalah alasan aku masih bertahan hidup sampai sekarang. Jadi kumohon jangan pernah pergi dari hidupku, jantung hatiku." Bagi Kebanyakan orang ke...