DARENZA [END]

Von __akusa

13.2K 2.9K 754

*DARENZA RIGO - SAVIZA EVELYN* "Vi tatap mata gue!" titah Darenza karena sedari tadi Vi terus menunduk. "Apa... Mehr

satu. (DARENZA)
dua. (DARENZA)
tiga. (DARENZA)
empat. (DARENZA)
lima. (DARENZA)
CAST
enam. (DARENZA)
tujuh. (DARENZA)
delapan. (DARENZA)
sembilan. (DARENZA)
sepuluh. (DARENZA)
sebelas. (DARENZA)
dua belas. (DARENZA)
tiga belas. (DARENZA)
empat belas. (DARENZA)
lima belas. (DARENZA)
enam belas. (DARENZA)
tujuh belas. (DARENZA)
delapan belas. (DARENZA)
sembilan belas. (DARENZA)
dua puluh. (DARENZA)
dua puluh satu. (DARENZA)
dua puluh dua. (DARENZA)
dua puluh tiga. (DARENZA)
dua puluh empat. (DARENZA)
dua puluh lima. (DARENZA)
dua puluh enam. (DARENZA)
dua puluh tujuh. (DARENZA)
dua puluh delapan. (DARENZA)
dua puluh sembilan. (DARENZA)
tiga puluh. (DARENZA)
tiga puluh satu. (DARENZA)
tiga puluh dua. (DARENZA)
tiga puluh tiga. (DARENZA)
tiga puluh empat. (DARENZA)
tiga puluh lima. (DARENZA)
tiga puluh enam. (DARENZA)
tiga puluh tujuh. (DARENZA)
tiga puluh sembilan. (DARENZA)
empat puluh. (DARENZA)
empat puluh satu. (DARENZA)
empat puluh dua. (DARENZA)
empat puluh tiga. (DARENZA)
empat puluh empat. (DARENZA)
empat puluh lima. (DARENZA)
empat puluh enam. (DARENZA)
empat puluh tujuh. (DARENZA)
empat puluh delapan. (DARENZA)
empat puluh sembilan. (DARENZA)
lima puluh. (DARENZA)
lima puluh satu. (DARENZA)
lima puluh dua. (DARENZA)
lima puluh tiga. (DARENZA)
lima puluh empat. (DARENZA)
lima puluh lima. (DARENZA)
lima puluh enam. (DARENZA)
lima puluh tujuh. (DARENZA)
lima puluh delapan. (DARENZA)
lima puluh sembilan. (DARENZA)
enam puluh. (END DARENZA)
EXTRA PART

tiga puluh delapan. (DARENZA)

99 17 16
Von __akusa

Sebelum baca, jgn lupa vote dulu yaa! Komennya jg!❤️

Follow my wattpad and ig @sanitrasvtr

Noted: Part ini masih lanjutan part sebelumnya.

*
*
*

"Lo suka 'kan sama Vi?" Darenza memandang Bondan.

"Mau jawaban jujur?" Bondan seperti sengaja mengulur.

Orang yang lagi mereka bicarakan, ada di sana, ikut merasa tegang.

"Tinggal jawab, Bon," ujar Darenza.

"Tebak dong,"

Lana menyipitkan matanya. Menurutnya Bondan freak.

"Suka kali." Darenza mengedikkan bahu.

"Jawaban lo.."

"Tar dulu," ujar Fiona menyanggah, "Vi, lo juga jawab jujur, lo suka sama Bondan?"

Vi memandang Fiona heran. Kenapa ia juga yang kena?

"Jawab bareng," titah Fiona.

"Tiga..." Adit memberi aba-aba.

"Dua..."

"Satu..."

Vi dan Bondan saling melirik. Pikir mereka, ini beneran di sidak?

"Gue gak suka."

"Gua gak suka."

Seketika semua yang ada di sana bernapas lega, entah apa maksud dari itu.

"Terus lo kenapa bikin suasana tegang, Jamal!" gerutu Lana.

"Panik gak?"

"Freak." Darenza mendelik.

"Biasanya nih, ya ... kalo temen lawan jenis lama hilang, terus ada pertemuan lagi, nah di situ rasa yang terpupuk lama, bisa membuncah. Dan akhirnya saling mengungkapkan perasaan," ujar Gemi.

"Rasa apa? Mangga? Nanas? Jeruk?" Canda Bondan sambil terkekeh. "Kebanyakan baca novel sih lu! Gua 'kan spesial, harus beda." Bondan bersama tawa lebarnya.

Darenza ikut tersenyum, teman bobroknya benar-benar sudah kembali.

🔥🔥🔥

Monica duduk sendiri di kafe. Ia sedang menunggu seseorang. Kaki kanannya menindih kaki kiri. Rahangnya yang tegas dan kepalanya mendongak angkuh—tak sedikit orang memperhatikannya. Mini dress cukup ketat dipakainya, lalu polesan make-up yang bisa terbilang sedikit menor untuk anak seusianya, namun terlihat elegan, dengan warna lipstik merah merona. 

Ia tidak suka menunggu. Orang yang menyepakati pertemuan ini, belum kunjung kelihatan batang hidungnya. Melirik jam tangan warna silvernya dan berucap, "sepuluh menit gak dateng, gue cabut."

Sudah kesal menunggu, ia mendorong kursi—siap berdiri.

"Mau ke mana lo?"

"Fuck." Makian yang tertahan, akhirnya bisa terlontar juga tepat di depan wajah lawan bicaranya. "Lama banget! Gila, harus hitungan jam gua tunggu baru lo dateng?

Orang itu menghiraukan. Ia malah menarik tangan Monica.

"Lo mau bawa gue ke mana?"

"Pindah duduk,"

Mereka sampai di tempat duduk paling pojok, dekat jendela kaca.

"Perlu banget begini?" tanya Monica sambil duduk. "Lo takut?"

Lawan Monica berdecak. Ia ikut duduk. "To the point aj--"

"Buka kali masker lo. Gimana bisa gue liat wajah tampan lo,"

Laki-laki itu menuruti, Monica sudah mengeluarkan seringainya. Tatapannya mengerling genit.

"Muka lo biasa aja bisa gak sih? Kayak mau nerkam orang, sumpah!"

"Katanya mau langsung ke inti--"

"Gimana rencana lo?"
"Kapan lo bisa jauhin mereka berdua?"

"Gampang itu mah,"

"Crime partner lo berkurang. Dia balik lagi,"

Monica memejamkan matanya sekilas. Udah kesal dibuat nunggu lama, terus sekarang lawannya bicara tak jelas.

"Bisa gak sih lu ngomong jangan setengah-setengah,"

"Kalo gini aja gak ngerti, gimana lo bisa jauhin merek--"

"Oh.. I know." Monica tersadar. "Cewek atau cowok?"

"Cowok,"

"Damn." Monica mengetatkan gigi gerahamnya.

Monica terdiam, ia sibuk menyusun rencana-rencana di otaknya.

Sedang memikirkannya, arah pandang matanya tertuju ke jendela kaca yang menampilkan suasana di luar kafe. Terkejut, namun kembali menetralkan air mukanya. Ia menatap lagi lawan bicaranya.

"Temen lo ... semuanya baik?"

"Kenapa nanya?" ucapnya melipat kedua tangan seraya menjatuhkan punggungnya ke senderan kursi.

"Cuma nanya, gak salah 'kan?"

"Baik."

"Emm," gumam Monica melanjutkan sesi bengongnya, ia kembali mengatur plan.

"Udah gak ada waktu. Gua punya rencana."

🔥🔥🔥

Menjelang malam, Darenza dan Vi kembali lagi ke markas MEBDA. Tak lupa mereka membawa makanan. Karena pasti teman-temannya kelaparan. Bondan, mereka tahan untuk tetap berada di sana, tidak boleh keluar.

Bosan tentu saja itu ada, apalagi Bondan keukeuh mengajak mereka keluar main. Tapi, kalo Ande dkk lihat Bondan sudah kembali, bukan Bondan aja yang akan terancam, Darenza dkk juga.

Tiba Darenza dan Vi di markas, Lana dan Fiona sudah ada di sana. Sedangkan Adit, memang ditugaskan tetap berada di sana untuk menemani Bondan.

Pas ditanya, apakah Lana dan Fiona sudah datang dari tadi atau baru, mereka menjawab, gak pulang karena gabut di rumah sendirian.

Si pasangan bucin Fiona dan Mahesa yang biasanya selalu lengket berduaan, kini tak nampak Mahesa-nya.

"Pacar lo mana?" tanya Vi sambil meletakkan makanan di meja.

"I'm here. Motor gua masuk bengkel. Katanya tunggu aja cepet selesai. Eh, taunya 3 jam gua nungguin." Mahesa langsung tepar di samping Fiona.

"Terus Gemi sama--"

"Kita dateng," ujar Gemi datang bersama Afnan.

"Oke. Makan-makan!" Antusias Lana langsung membuka bungkusan makanan yang tadi di bawa Vi.

"Mandi dulu sono lu berdua," kata Darenza ke Lana dan Fiona, "ada baju perempuan, punya Elis."

"Perutnya gak bisa diajak kompromi, makan dulu lah," seru Lana sambil mengunyah.

"Telen dulu, Lan."

"Dit? Tadi gua balik ke rumah, ada titipin cake buatan Mami buat lo," ujar Vi.

"Hah? Mami lo beneran di rumah? Udah gak kerja lagi? Berarti sekretaris bokap lo ganti dong?" tanya Lana berbondong.

"Hmm," jawab Vi sembari menarik tangan Adit ke balkon.

Adit memasuki balkon, Vi mengunci pintunya. Ia membawa Adit lebih dekat ke tiang penyangga balkon.

Vi memberi tentengannya, Adit mengambil isi di dalamnya. Ternyata strawberry cheesecake dalam tempat.

kek gini lah ya kira2

"Enak," ungkap Adit, "beneran buatan Mami lo?"

"Bukan. Itu jualan online terbaru gue,"

"Terus?"

Vi menatap lurus, tangannya saling bertaut di tiang penyangga balkon. "Kasus penembakan itu ... ada info terbaru?"

"Belum," sahut Adit sambil terus memakan cakenya.

Vi mengintip ke belakang, teman-temannya sedang bercanda ria sambil menikmati makanan.

"Boleh gua minta tolong?"

Adit langsung mengangguk tanpa mendengar penjelasan Vi terlebih dahulu.

"Kita berdua aja,"

"Gua mau lo cari tau seseorang."

🔥🔥🔥

Darenza, Bondan, Adit, dan Mahesa sedang melakukan night ride—di Minggu malam ini. Menghindari stres katanya mah. Seru-seruan bareng di jalan, ujungnya melipir ke Club Zatero. Atas paksaan Bondan itu. Mahesa bersikeras menolak. Alasannya, kalo sampe Fiona tau ia bermain-main ke club lagi, maka terancam hubungan keduanya yang baru saja balikan. Bondan berkata ingin healing sejenak.

Healing macam apa yang datengnya ke club? Memang aneh bocah satu itu.

Berat hati ketiga temannya mengikuti kemauan Bondan. Tak tega juga sebenarnya kalo ditinggal sendirian di club, bahaya.

Di dalam club, Bondan menyerobot satu botol alkohol jenis Vodka yang baru diberi sang bartender.

Darenza, Adit, dan Mahesa hanya meminum Non-alcoholic beer—itu adalah bir tanpa alkohol, jadi tidak membuat mabuk.

"Gak minum juga?" tawar si anak setan, Bondan—seraya menggoyangkan botol Vodkanya.

"Lo aja. Kita tobat." Datar sekali ucapan Mahesa.

Style Bondan cukup menonjol di antara mereka. Badan kekar dengan kemeja pendek warna putih dan ia menyingsingkan kemeja bagian lengannya. Lalu, dua kancing atas kemejanya sengaja tak dipasang, terpampanglah kalung salib yang selalu ia pakai. Rambutnya yang berantakan, ia acak setelah selesai meneguk Vodkanya.

Tenggorokannya sedikit terasa terbakar, cukup lama ia tak meneguk minuman alkohol ini.

Tiba-tiba datang seorang perempuan dengan pakaian kurang bahan, langsung duduk di atas paha Bondan.

"Astaghfirullah," kaget Bondan.

Perempuan itu terlihat bingung. Namun,
Darenza cs terlihat biasa saja. Mereka sudah biasa.

Masih di pangkuan Bondan, perempuan itu terus melirik bergantian leher dan bibir Bondan. Lalu, ia menggeleng tak peduli.

"Mau aku temani, baby?"

"Nggak," tukas Bondan, "menyingkirlah dari paha saya."

"Tenanglah baby, kita belum juga berkenalan. Namaku Mawar!" ia begitu riang menyebutkannya.

Bondan meneguk lagi minumannya. "Gua gak peduli, anj! Turun! Gue siram baju lo mau?" tandasnya.

Mawar ogah-ogahan turun dari pangkuan Bondan. Raut wajahnya masam, seketika berlalu begitu saja.

"Satu botol aja, abis itu kita balik," cetus Darenza sambil membakar rokoknya. Ia hisap rokoknya dalam-dalam lalu dihembuskan—keluar aroma mint dari mulutnya.

Dengan gerakan matanya, Bondan protes.

"Gua tau lo lama gak minum. Muka lo asem, kecut gitu," ungkap Darenza.

"Lo juga sebatang aja nyebatnya." Adit melirik. Darenza bergumam. Adit sangat tau kebiasaan temannya itu, suka sekali nyebat. Bahkan dalam waktu sebentar, dia bisa menghabiskan satu bungkus rokok untuk dihisap.

Setengah botol cairan Vodka sudah berada di perut Bondan. Kepalanya jatuh ke meja. Kesadaran Bondan mulai terganggu, ia meracau.

"Jerico sialan," racau Bondan.

"Om Jeri?" tanya Adit saling memandang temannya.

"Kenapa sama Om Jeri?" Darenza mengikuti alur permainan Bondan. Biasanya orang mabok lebih jujur.

"Dia mau kawin lagi, anj!" Tangannya memukul meja.

"Udah gak sayang apa sama Ibu gue?

"Gua gak rela punya ibu tiri! Kalo dia jahat gimana? Terus kalo dia cuma mau nguras harta peninggalan Ibu gue gimana, bangsat?!" ia menarik kerah baju Darenza yang duduk di sebelahnya.

Beberapa detik kemudian, ia menjauhkan tangannya dan kepalanya kembali menubruk meja.

"Gak puas apa si Jerico udah tidur sana-sini sama banyak jalang terus sekarang nekat mau kawin? Pasti nyokap gue di atas sana sedih ngeliatnya." Bondan menyembunyikan wajahnya di lipatan tangan. Ia menangis terisak.

Mahesa mengelus punggung Bondan.

Darenza membuang rokoknya, ia ikut membungkuk, lalu berbisik di telinga Bondan. "Om Jerico sayang sama tante dan lo."

"Pasti ada alesan dibalik semua ini." Darenza mengelus pundak Bondan.

"Mungkin Om Jeri butuh seorang perempuan buat ngurusnya dan elu. Mungkin mau bikin lo bahagia. Biar lo gak terus-terusan mikirin ibu lo yang emang udah tenang dan bahagia di atas sana,"

"Lo harus mulai terima keadaan, Bon. Supaya nyokap lo juga pergi dengan tenang. Ini pure kecelakaan dan takdir. Lo gak boleh selalu kepikiran kalo ini salah lo. Ini udah jalannya Bon,"

"Dan juga lu gak bisa egois. Biarin Om Jeri ngerasain kebahagiaan lagi dalam hidupnya dengan adanya pernikahan itu," tutur Darenza panjang lebar.

"Iya Bon, bener." Mahesa masih setia dengan kegiatannya. "Supaya lo tenang, kita bakal cari tau kok latar belakang calon ibu baru lo. Sekiranya nggak baik, 'kan kita punya bukti buat bongkar ke Om Jeri."

Bondan menjatuhkan kepalanya ke kanan.

"Bon?" panggil Adit.

Mahesa mengecek. "Si anj! Susah payah Darenza ngasih khotbah dadakan, anaknya malah tepar."

Darenza terkekeh. "Yaudah, yuk kita balik."

"Naek motor nih gotong si Bondan ke rumah?" tanya Adit.

"Karena rumah gua paling deket dari sini, gua telepon sopir biar bawa mobil," kata Mahesa.

"Untung tadi gua nebeng lo," ucapnya ke Adit, "ntar biar motor Bondan dibawa sopir gua."

"Gua boleh duluan gak? Sekarang gua harus ketemu seseorang," ujar Adit merasa tak enak.

"Yaudah, chill." Darenza menyodorkan kepalan tangannya, lalu mereka bertiga bertos sebelum berpisah.

🔥🔥🔥

Darenza mengendarai motornya pelan, ia sengaja melakukannya. Bisa menikmati suasana malam dengan hati riang, sungguh menyenangkan. Masalah kafe di Bandung sudah selesai. Siang tadi, pelaku pencuriannya telah tertangkap oleh pihak berwajib. Meskipun uang dan barang-barang kafe yang dicurinya tak kembali kepada Darenza, namun dengan ditemukan si pelaku, sudah membuat Darenza tenang. Pelaku harus membayar perbuatannya itu. Dan juga harus mendapatkan hukuman setimpal.

Ponsel di saku jaketnya bergetar, terpaksa Darenza menepi terlebih dahulu.

Ia membuka helmnya dan menaruhnya di kaca spion.

Darenza mengambil ponselnya. "Sumpah, ya, semenjak gua kasih kartu nama gue di gor waktu itu, jadi banyak nomor unknown masuk," gerutu Darenza seorang diri.

Darenza mengabaikan panggilan itu, ia memasukkan ponselnya ke saku jaket.

Ponselnya terus berdering, karena kesal, Darenza mengambil lagi ponselnya dan mengangkat panggilan itu.

"Hm?" gumam Darenza.

Diam, tak ada sahutan.

"Hallo?" ucap Darenza dengan ogah-ogahan.

Masih diam.

Darenza menjauhkan ponselnya. "Masih nyambung, tapi.."

"Lo kalo gak bersuara juga, gua matiin nih pang--"

"Hallo, ganteng!"

Darenza melihat lagi ponselnya, kali ini ia bergidik. "Suaranya kek yang jualan bakso boraks, anjir!"

"Lo cewek apa cowok?" tanya Darenza.

"Katakan selamat tinggal kepada dunia, ganteng!"

Tutt... Tutt... Tutt...

Panggilan terputus.

"Gajelas anying. Kalo kek gini caranya, ganti nomor aja gua mending." Darenza memasukkan kasar ponselnya ke saku jaket.

Darenza memakai helmnya kembali. Ia menstarter motornya.

Dukk...

Darenza terjatuh ke trotoar. Ada yang menendang motornya dari samping.

Darenza kesal, membuka helmnya, ingin menghajar siapa pun orang yang sudah mengibar bendera perang tiba-tiba.

Sudah berdiri tegak, ia terjatuh lagi. Punggungnya dipukul dengan keras oleh benda.

Ia masih bisa menetralkan keseimbangannya, walau nyeri. Ia berdiri cepat, lalu menoleh. Orang yang di belakangnya, tanpa Darenza duga, dia membawa sajam dan langsung menikam pinggangnya.

Darenza memegang sajam itu, ia ingin mencabutnya. Namun, orang berpenutup muka itu, ikut memegang sajam yang menancap di pinggang Darenza.

Tangan kirinya yang sudah penuh darah, ia gunakan untuk menahan tangan orang asing itu.

"Bangsat! Siapa lo?" tanya Darenza dengan amarahnya, "lepas, anj!"

Terjadi perebutan sajam di pinggang Darenza. Saat sajam berhasil dikuasai orang tak dikenal itu, dia menekan sajamnya.

Darenza melotot. Tubuhnya ambruk di trotoar. Darahnya sudah banyak yang keluar sia-sia. Ia begitu lemas sekarang.

Menatap lamat-lamat penampilan stranger di depannya, lalu matanya mulai sayup dan akhirnya tertutup rapat dengan tangan yang masih memegang sajam di pinggangnya.

TBC

Share cerita ini ke tmn2 kalian ya bebb!💖

-see u🌹

Weiterlesen

Das wird dir gefallen

1.8M 106K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
76.1K 4.1K 25
Nathan Orlando Achilles, pria tampan, pintar, tinggi, galak, dingin dan cuek. Yang merupakan ketua dari 'ORIES'. Geng yg terkenal di sekolahnya itu...
174K 20.6K 56
Argala Ravendra, seorang cowok dengan pesona selangit, alis tebal dengan mata tajam bernetra hijau, bibir penuh berwarna pink alami, hidung mancung d...
BAGASYARA Von chaaaaaa

Jugendliteratur

210K 8.2K 57
Cerita ini murni hasil pemikiran penulis! PLAGIAT MINGGIR! "Mulai hari ini lo jadi pacar gue. Dan gue gak nerima penolakan." ucap cowok itu lalu mel...