KANAYA

Bởi bilkata

426K 20.4K 1.5K

Kenzio Eemert, pria dengan wajah adonis yang akan dengan senang hati dipahat wajahnya oleh para pematung tern... Xem Thêm

Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Hai
Part 33
Part 34
hello
THE LAST RECORD
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 42
Part 43
Part 44
PART
Part 44
Lanjut?
Part 45

Part 41

3.9K 283 82
Bởi bilkata

I need your support ^^ Please leave a vote and comment (its free) <3

**

Sebulan menjadi kurun waktu yang dr. Brown pertaruhkan dalam menunggu kabar onar Ken.

Ternyata dirinya tak perlu menunggu selama itu. Sebab belum genap seminggu, Ken sudah kembali menghubunginya, meminta bala bantuan seperti yang sudah-sudah.

Ken menghubunginya dengan suara penuh kecemasan. Tanpa menanyakan lebih dahulu perihalnya, dr. Brown langsung lepas landas memenuhi panggilan.

Walaupun bukan cenayang, dr. Brown sudah meramalkan, bahwa kejadian hari ini akan terjadi sejak saat ia memulangkan Elsie.

Dalam perjalanannya ia pun menerka-nerka. Hal semacam apa yang menimpa Naya kali ini? Semoga saja keadaan perempuan itu tidak terlalu serius.

Untuk berjaga-jaga , dr. Brown membawa serta perlengkapan. Ia bahkan repot-repot memboyong sebuah tabung oksigen berukuran 1.5 m3—ukuran paling kecil yang bisa ia temukan di area rumah produksinya. 

Dari kejauhan, tampak Ken yang seolah menyusut kecil tengah menunggu di muka rumah sambil hilir mudik penuh gelisah. Pria itu berhenti setelah menyadari kedatangan dr. Brown dengan mobil dieselnya yang bersuara bising.

dr. Brown langsung mengikuti langkah Ken ke dalam rumah, menuju sebuah kamar tidur.

Tampak Naya yang sedang duduk berlunjur di atas tempat tidur. Lega rasanya melihatnya terlihat baik-baik saja. Tadinya dr. Brown mengira akan menemukan wajah itu dalam keadaan babak belur.

Tetapi berikutnya, ia melempar tatapan meradang saat menyadari penampakan kaki Naya yang membengkak karena luka pecut. Ken berlagak tak mendengar umpatan dr. Brown yang ditujukkan kepadanya.

"Bisa kau keluar sebentar?"

dr. Brown tak ingin mengindahkan kode protes yang sedang Ken perlihatkan demikian jelas melalui alisnya yang menjungkit.

"Bisa kau tinggalkan kami berdua?" Ia mengulang kembali pertanyaannya.  Kali ini dengan penekanan yang mantap.

Ken terkesiap. Tak sangka dengan perubahan intonasi dr. Brown yang mendadak terdengar seperti dokter sungguhan.

"Kenapa aku harus meninggalkan kalian berdua? Aku suaminya dan berhak tinggal." rasa kesal telah menodai nada suara Ken.

"Suami? jadi kau benar-benar menganggapnya sebagai istri?"

Ken terlalu gengsi untuk mengakuinya. Lagipun dia tidak bodoh dan cukup jeli dengan pertanyaan jebakan seperti itu, jadi dia lebih memilih pergi ketimbang menghadapi pertanyaan dr. Brown.

"Untuk apa diobati? Biarkan saja. Toh nanti dia akan melukaiku lagi." Naya berusaha menggerakan kaki menjauhi sentuhan dr.Brown.

Untung saja bagian lutut Naya tidak terluka, sehingga dr. Brown bisa mencegahnya bergerak darisana.

Laki-laki itu tak mengubris ucapan Naya dan tetap membersihkan luka-lukanya dengan penuh hati-hati. Naya sendiri berhenti protes setelah dr. Brown menakut-nakutinya dengan cerita amputasi. Mungkin, gadis itu sadar, dia masih sangat memerlukan kedua kakinya untuk lolos dari Ken.

Sesekali Naya meringis menahan perih karena sentuhan tangan dr. Brown yang mengoles salep antibiotik ke permukaan kulitnya.  Rasa perih itu cukup menyengat. Tapi Naya bisa menahannya.

"Bagaimana ini terjadi? Apakah kau melakukan hal yang membuatnya marah?"

"Semua yang kulakukan adalah hal yang membuatnya marah. Termasuk diam dan bernafas." Ucap gadis itu sarkasme, membuat dr. Brown menyesal karena mengajukan pertanyaan seperti itu. Bodoh sekali dia bertanya begitu, padahal dia lah saksi, dan orang yang paling tahu bahwa perbuatan gila Ken terhadap Naya selama ini memang tak pernah ditenggarai alasan jelas.

"Tenang saja.. Kau tidak akan selamanya diperlakukan seperti ini." ucapan yang berusaha menghibur itu juga tidak lebih baik. Sebagai orang kepercayaan Ken. Tidak tepat rasanya memberi suntikan penyemangat seperti itu, sementara dirinya pula yang selama ini mendukung seluruh perbuatan Ken. Naya melemparkan tatapan, yang kira-kira jika ditafsirkan: kau penuh omong kosong.

Tapi, dr. Brown ingin menunjukkan kepada Naya, bahwa saat ini dia sudah tak sepenuhnya mendukung keputusan Ken.

Usai membersihkan luka, dr. Brown menyodorkan sebuah surat.  "Bukalah.."

Air mata mulai mengambang di mata Naya begitu ia membaca tulisan tangan Elsie.

"aku merindukannya.." ujar gadis itu lirih.

"kuyakin dia pun merindukanmu." Tukas dr.Brown seraya memberi tepukan menabahkan ke pundak gadis itu. Sentuhan ringan itu seperti membobol pertahanan Naya, ditandai dengan air matanya yang semakin deras mengalir. Naya merasa menerima dorongan. Saat ini, Itu hal yang benar-benar ia butuh dari orang lain.

Karenanya, Naya yang semula enggan bersuara pun mulai berani menjelaskan keadaannya, serta keanehan sikap Ken.

Di hari kedua saat kembali ke rumah, Ken mengajaknya pergi menunggang kuda ke daerah susur sungai. Julius berbaik hati meminjamkan salah satu kudanya.

Dalam perjalanan mereka, Ken menceritakan salah satu kenangannya saat belajar berkuda, ia terlontar dan mendapatkan jahitan di pelipisnya. Sungguh random.

Menceritakannya, membuat Naya kembali teringat perasaan canggungnya dengan posisi Ken yang merapat dibelakangnya waktu itu—seolah memeluk.

Ken memandu Naya untuk berpegangan pada tali kekang sambil menerangkan bahwa kuda adalah hewan yang setia jika berhasil dijinakkan.

"Can you feel it? kuda ini gelisah. Ia menurut karena takut, bukan karena rasa hormat. Kita perlu membangun sebuah hubungan untuk menjinakkan binatang pintar ini. Aku tidak suka meminjam dari orang lain, meskipun aku juga lah yang memberikannya kepada Julius. Jadi, aku bermaksud memesan untukku sendiri."

Saat itu Naya bisa merasakan hembusan nafas Ken saat berbicara karena begitu dekatnya mereka. Kedekatan itu benar-benar membuat Naya frustasi. Dia ingin kembali ke rumah.

"Bagaimana denganmu? akan kupesan sepasang bila kau tertarik. "

Naya memberi gelengan cepat atas pertanyaan tersebut. 

"Baiklah.. kau bisa menunggang milikku jika ingin.." Sebenarnya, Naya tak memiliki asumsi yang salah atas ucapan itu, namun Ken dengan tersemu meralat ucapannya sendiri, "Maksudku kau boleh menggunakan kudaku jika kau ingin belajar nanti."

Pada hari lainnya, Ken tampil comel dengan celemek. Ia membuatkan apple pancakes sederhana sebagai menu sarapan, di malam tertentu ia mau repot memasak salah satu menu andalannya, seperti kalkun panggang dan brussel sprouts sebagai pelengkap.

Ken pernah belajar memasak dari pelayan rumahnya untuk mengejutkan sang ibu di salah satu moment hari thanksgiving. Dulu pun ia senang memperhatikan kesibukan para pelayannya didapur. Rasanya seru, seperti menonton acara demo masak secara langsung. Jadi, urusan dapur bukan sesuatu yang benar-benar asing untuk Ken.

Pada hari lainnya ia mengajak Naya untuk pergi ke toko tekstil dan pernak-pernik pakaian. Lokasi pertokoan itu cukup jauh dari rumah. Ken menyetir untuknya. Naya mengira Ken hanya akan  mengerjainya. Tapi ternyata itu tidak terjadi.

Naya tak dapat menahan luapan kegembirannya saat tiba di suatu kawasan pertokoan dengan kios-kios toko yang berjajar rapi, seluruhnya menjual tekstil dan pernik baju. Ken lalu membujuknya untuk mengambil sebanyak yang Naya inginkan. Tentu saja, Naya menahan diri untuk tidak bersikap kelewatan dan hanya memilih dua buah bahan dan beberapa pernik batu.

Hari itu rasanya menjadi pertanda bahwa hubungan mereka mulai membaik. Ken tak lagi membenci dan memusuhinya.

Jika Ken tetap tak berniat melepasnya pergi, mungkin mereka bisa melanjutkan kehidupan mereka dengan saling menjaga sebagai sepasang saudara. Fikiran itu kemudian diikuti dengan kenangan mengenai kekejian Ken terhadapnya,terutama saat kehormatannya direnggut. Naya menggeleng kuat, lalu meyakinkan diri bahwa semua itu hanyalah masa lalu yang harus dikubur.

Sebagai balasan terima kasih telah mentraktirnya, Naya juga ingin memasakkan sesuatu untuk Ken. Sesuatu yang enak dan bergizi. Sebenarnya, Ia bahkan tak keberatan jika harus memasak untuk Ken setiap hari. Naya menyimpan rencana tersebut di dalam benaknya dalam perjalanan pulang ke rumah. 

Tetapi Ken yang menyenangkan tak Naya temukan di hari esok. Lagi-lagi Naya hampir terpedaya. Ternyata iblis memang tak akan pernah bisa berubah menjadi malaikat. Kalaupun menjadi baik, itu hanyalah bagian dari sifat keiblisannya yang senang berkamuflase!

Ken membangunkannya dengan banjuran air dingin lalu menyeretnya paksa menuju salah satu ruangan yang paling Naya hindari di rumah. Ruangan yang keberadannya ingin Naya lupakan. Di ruangan itu, ia pernah menjadi saksi atas perbuatan Ken terhadap Vienna. 

Sadar bahwa Ken menyeretnya kesana, Naya berbalik dan mencoba berontak untuk lolos. Mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk memukuli Ken saat membopongnya seperti sekarung beras.

Ken menjatuhkannya ke ranjang di kamar itu.  Sorot matanya membuat Naya mencicit ketakutan.

Pria itu kemudian mengeluarkan borgol dari sakunya, menjejalkan kedua pergelangan tangan Naya ke dalam satu lubang borgol. Ia merebahkan tubuh Naya kemudian mengaitkan bagian borgol yang lain ke sandaran dipan.

Naya menangis sejadinya. Ia tahu apa yang akan menimpanya. Ia akan diperkosa.

"Kau sudah pernah berjanji Ken... Kumohon jangan lakukan ini padaku.."

Ken menutup mata dan menyumpal mulutnya. Ia berbisik dekat membuat bulu kuduk Naya berdiri.

"Jangan salah paham.." Saat itu Naya belum paham maksud pria itu.

Ken sudah sering menorehkan  rasa sakit untuknya. Naya sudah memutuskan bahwa perlakuan Ken yang paling menyiksa adalah ketika memperkosanya. Lalu Naya menunggu. Sebentar lagi celananya akan dilucuti. Ia akan kembali dirudapaksa.

Di luar dugaan, sesuatu dengan bunyi desing tajam mendarat pedas di telapak kakinya. Naya tak mampu mendeskripsikan rasa sakitnya. Cambukan-cambukan dari seutas kabel tajam itu mengoyak dan menyayat pedih kulitnya. Setiap menerima pecutan, Naya langsung tersentak.  Di dalam tubuhnya seperti terjadi ledakan petir diikuti rasa sakit yang hebat.

Waktu Ken merudapaksanya dahulu, rasa sakitnya bagai bercabang—meremukkan hati sekaligus merusak tubuh. Tapi rasa sakit kali itu, sepenuhnya menyerang raga.

Saat itu, Naya berharap akan jatuh pingsan, tetapi setiap cambukan justru membuatnya semakin terjaga untuk cambukan berikutnya. Ia bahkan tak bisa bebas berteriak meluapkan rasa sakitnya karena mulutnya tersumpal sebuah kain. 

Naya berusaha menyampaikan semua peristiwa itu tanpa menangis. Berharap dengan bercerita kepada dr. Brown bisa membantunya memahami apa yang terjadi.

Mengapa Ken harus menjelma menjadi malaikat tanpa sayap jika pada akhirnya ia selalu kembali menjadi sesosok iblis?

dr. Brown tahu Naya butuh pelukan dan terbukti Naya tak menolak sama sekali saat dr. Brown menariknya ke dalam pelukannya, yang ada tangisan gadis itu justru semakin pecah.

Hal yang ingin dilakukan dr. Brown setelah mendengarkan seluruh cerita Naya adalah menemui dan mendamprat Ken.

Yang dicari ternyata sudah menunggu di depan pintu kamar. Ken berupaya keras mencuri dengar obrolan dr. Brown bersama Naya dengan menempelkan daun telinganya di pintu. Ia nyaris kehilangan keseimbangan karena dr. Brown yang muncul dengan tiba-tiba.

"what took you so long?"

dr. Brown mengeloyor pergi begitu saja, membiarkan Ken mengejar dan mencecarnya dengan pertanyaan yang sama. Emosi Ken mulai terpancing karena sikap apatisnya.

Segera ia pun menyusul langkah dr. Brown dan mencengkeram kerah baju sang dokter.

Masih dengan sikap tenangnya, dr. Brown justru menantang balik Ken dengan mengadu tatapannya yang seperti berapi itu.

"Kau menyukainya bukan?"

"Tidak." Jawab Ken berlagak yakin, tetapi  cengkeramannya yang mengendur jelas mengartikan sebaliknya.

"Jika aku menyukainya mana mungkin aku membuatnya seperti ini." Tampaknya Ken masih berusaha menambah keimanan dr. Brown.

"Baguslah. Artinya aku tak perlu berbohong darimu kalau aku baru saja menciumnya."

Tangan Ken luruh di samping tubuhnya. Ia menyelami mata dr. Brown, mencari kebohongan dari kalimat pria itu.

dr. Brown tersenyum tipis seraya memulas bibir.  "Dia beraroma strawberry."

Aroma tubuh Naya memang berbau strawberry. Bebauan itu lembut dan samar sehingga sukar terdeteksi, kecuali bila sangat berdekatan.

Seketika Ken pun hilang kendali. Tinjunya melayang. 

dr. Brown yang sudah memperkirakan dampak dari ucapannya itu pun tetap tak berhasil mengelak, karena tinjuan kilat Ken sudah keburu mengenai rahangnya.  Setidaknya ia berhasil menangkis tinjuan susulan Ken.

dr. Brown berusaha menahan egonya untuk tidak membalas. Tak ada untungnya menuruti ego. Mereka berdua hanya akan berakhir berdarah-darah dan saling babak belur. Sebelum tinju Ken yang lain mengenainya dan menyulut emosi, dr. Brown langsung mengaku.

"It was a lie! It was a lie!"

Ken berhenti memukul.

"Fuck." 

"Sekarang apa kau tetap ingin menyangkalnya?"

Ken membisu. Ia terjebak dan tak mungkin bisa menyangkal lagi.

"Asal kau tahu, gadis itu akan kehilangan kakinya jika aku tak datang. Kakinya akan infeksi dan membusuk. Jika kau sungguh-sungguh ingin menyiksanya, seharusnya kau tak perlu menghubungiku. Jadi, untuk berikutnya, jangan pernah menghubungiku untuk hal semacam ini. Kau hanya membuang-buang waktu." gumam dr. Brown menyerah. Ia sudah melangkah hendak meninggalkan Ken, tetapi ucapan Ken akhirnya menahannya.

"Ibuku yang membuatku melakukannya."

"Apa?" dr. Brown berbalik. Dahinya berkerut-kerut.

"Ibuku.. Dia yang menyuruhku melakukan semua ini."

"Ibumu sudah mati,Ken."

"Aku tahu. Tapi dia selalu datang. Dia yang membuatku melakukan semua ini."

"Nonsense! sadarlah, kau ini bukan manusia primitif. Ken yang kukenal tak akan mungkin percaya dengan omong kosong semacam ini. Bagaimana mungkin orang yang sudah mati memintamu melakukannya?!"

"You have no right to judge! You are not in my shoes.."

"Okay.. I'm sorry for that." Tukas dr.Brown seraya mengangkat tangan. Ken berharap itu sekedar gestur permintaan maaf dan bukan sinyal menyerah.

"I've tried. Dari mulai konsultasi hingga menerima sedatif. Mimpi itu tak berhenti, Eric." Ken mengurut keningnya. Ia terlihat sungguh frustasi.

"Harusnya kita tak memulangkan, Elsie."  dr. Brown langsung mengeluarkan smartphonenya dan membuat jarak dari Ken. Tanpa berunding, pria itu memutuskan seenaknya. 

dr. Brown yakin kali ini Elsie pun bisa membantu mereka. Tetapi Ken tidak.

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

356K 39.4K 22
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
516K 21.1K 36
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
6.9M 341K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
4.9M 182K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...