Virtualzone [COMPLETED]

By renaislaminrazizah

29.2K 3.2K 4K

[Hak Cipta dilindungi Allah] . Untuk yang selalu menunggu kabar melalui notifikasi Untuk yang sedang bertema... More

Trailer dan Visual
Virtualzone - Chapter 1
Virtualzone - Chapter 2
Virtualzone - Chapter 3
Virtualzone - Chapter 4
Virtualzone - Chapter 5
Virtualzone - Chapter 6
Virtualzone - Chapter 7
Virtualzone - Chapter 8
Virtualzone - Chapter 9
Virtualzone - Chapter 10 + Tailer Baru
Virtualzone - Chapter 11
Virtualzone - Chapter 12
Virtualzone - Chapter 13
Virtualzone - Chapter 14
Virtualzone - Chaper 15
Virtualzone - Chapter 16
Virtualzone - Chapter 17
Virtualzone - Chapter 18
Virtualzone - Chapter 19
Virtualzone - Chapter 20
Virtualzone - Chapter 21
Virtualzone - Chapter 22
Virtualzone - Chapter 23
Virtualzone - Chapter 24
Virtualzone - Chapter 26
Virtualzone - Chapter 27
Virtualzone - Chapter 28
Virtualzone - Chapter 29
Virtualzone - Chapter 30
Virtualzone - Chapter 31
Virtualzone - Chapter 32
Virtualzone - Chapter 33
Virtualzone - Chapter 34
Virtualzone - Chapter 35
Virtualzone - Chapter 36
Virtualzone - Chapter 37
Virtualzone - Chapter 38
Virtualzone- Chapter 39
Virtualzone - Chapter 40
Virtualzone - Chapter 41
Virtualzone - Chapter 42
Virtualzone - Chapter 43
Virtualzone - Chapter 44
Virtualzone - Chapter 45
EXTRA CHAPTER
BONUS CHAPTER
AU VIRTUALZONE

Virtualzone - Chapter 25

359 56 29
By renaislaminrazizah

Pembaca yang baik gak bakal lupa buat klik bintang di pojok kiri bawah, komen, dan share juga. Kalau ada typo bisa komen juga ya.

Enjoy 💜

Rayya menutup buku SBMPTN, mood-nya kali ini benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Rasanya ingin bermalas-malasan saja. Sejak buku itu terbuka, Rayya hanya menatapnya tanpa berniat mengambil pensil untuk mencoba mengisi beberapa soal. Dia membaringkan tubuhnya di kasur. Jarinya sibuk menggulirkan layar ponsel berselancar di media sosial. Saat sedang asyik melihat hiruk-pikuk dunia dari dalam ponsel, satu pesan masuk dari Bara menyita perhatiannya; sepertinya selalu begitu.

Barbara 

Gue abis potong rambut, mau lihat gak?

Coba gue pengen lihat


Mata Rayya membelalak melihat foto yang dikirim Bara. Ada masalah apa sampai potong rambut seperti ini? Sini cerita. Mungkin itu yang akan dikatakan Rayya pada Bara jika mereka tersambung melalui sebuah panggilan.

Rayya terduduk, dia teringat jika sore tadi Bara bilang kalau dia ada cerita, tetapi tidak sempat mereka obrolkan lebih lanjut karena Bara sadar kalau mood Rayya sedang tidak baik-baik saja. Namun, Rayya mengernyit. Jika ada masalah, tidak mungkin Bara bicara sore tadi dengan nada antusias. Apa yang sebenarnya terjadi?

Lo enggak salah potong? 

Lo pas potong rambut sadar, kan? 

Sadar, sadar banget malahan 

Gimana? Ganteng gak?

Enggak tau, gue speechless

Pesan itu tidak lagi mendapat balasan, melainkan panggilan masuk. Saat Rayya angkat, tawa Bara pecah di seberang sana. Dia bilang kalau itu sebenarnya foto lama, tepatnya saat dirinya masih SMP. Dia memang benar potong rambut, tetapi hanya memangkas sedikit karena rambutnya mulai gondrong.

"Gue video call deh kalo gak percaya," ujarnya.

Wajah Bara terlihat di layar ponsel Rayya. Sepertinya Bara sudah bersiap untuk tidur, karena posisinya sudah berbaring di kasur dan berselimut.

Sedangkan Rayya sekarang bersandar pada headboard atau sandaran kasur.

"Tuh lihat, rambut gue masih normal," tutur Bara memulai obrolan. "Gue enggak berani potong kayak gitu sekarang, malu."

"Gue kaget, kirain lo kesurupan jamet Bandung," tawanya di akhir kalimat.

"Enak aja! Kalaupun iya, kayaknya gue jamet paling ganteng." Bara ikut tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri.

"Ada-ada aja lo."

"Eh, gue bisa sulap lho. Mau liat gak?"

"Sulap apaan?" tanya Rayya.

"Bentar, gue ambil tisu dulu." Bara beranjak dan meninggalkan ponselnya di atas tempat tidur menghadap langit-langit kamarnya.

"Nih, tisunya udah ada." Dia kembali mengambil ponselnya dan menunjukkan beberapa lembar tisu yang sudah ada di genggamannya.

"Mau sulap apaan sih? Deddy Corbuzier lo?"

"Bukan, gue Azka, anaknya."

"Ngaku-ngaku lo," kekeh Rayya.

"Eh Deddy Corbuzier sekarang bukan pesulap lagi, tapi five, four, three, two, one, and close the door." Bara meniru cara berbicaranya.

"Udah buruan, lo mau sulap apa?" Rayya berulang kali menanyakan hal itu.

"Oke, lihat nih," pintanya. "Simsalabim ...." Bara mengayunkan selembar tisu di udara. Namun, beberapa saat kemudian dia menurunkan tisu itu sambil berujar, "Jangan deh, nanti kalo sulapnya berhasil gue ngilang."

"Ngilang?" Rayya mengerutkan keningnya, tetapi dengan cepat dia bisa mengerti apa maksud dari perkataan Bara. "Ghosthing maksud lo?" ketusnya.

"Iya, kalo nanti gue ngilang, itu bukan ghosthing, tapi sulap gue berhasil," jawab Bara enteng.

"Oh berarti selama ini sulap lo belum berhasil gitu? Kalo mau ghosthing ya ghosthing aja, enggak usah pake acaran sulap segala. Gih sana ghosthing, enggak usah bilang-bilang. Jangan balik lagi kalo bisa." Rasa kesal dalam dirinya kembali terpancing.

"Bener nih? Nanti nangiiiis," cibir Bara.

Mendengar sahutan Bara barusan membuat Rayya semakin kesal. Dia memutuskan untuk mengakhiri video call itu secara sepihak, lalu menyimpan ponselnya di atas nakas dan menenggelamkan dirinya di dalam selimut. Mencoba untuk tidur, meskipun ponselnya berdering berulang kali. Rayya yakin, itu pasti pesan dan telepon dari Bara.

Berbeda dengan Rayya, di seberang sana Bara ketar-ketir mencoba menghubungi Rayya. Maksud ucapannya hanya bercanda, dia tidak menyangka respons Rayya akan seperti itu. "Pake ngomong begitu segala nih mulut," ucapnya merutuki diri sendiri sambil menepuk bibirnya berkali-kali berharap bisa menarik ucapannya.

***

Keyla bersama satu sahabatnya keluar dari perpustakaan setelah mengembalikan buku olimpiade yang dipinjamnya beberapa hari yang lalu. Olimpiade akan dilaksanakan besok, dia dan lima teman lainnya akan menjadi perwakilan dari SMA Langit Cakrawala di enam mata pelajaran yang berbeda. Keyla menjdi perwakilan olimpiade Matematika. Keduanya sibuk berbincang menuju ruang guru setelah menerima pesan dari Pak Ergan.

Tidak sengaja mata Keyla menangkap dua sejoli yang sedang hanyut dalam obrolan dengan sesekali tertawa. Matanya masih betah memperhatikan mereka, walaupun sebagian hatinya merasa tercubit melihat kehangatan itu. Ketika bersamanya, laki-laki itu tidak pernah memperlihatkan senyum ataupun tawa. Keyla merasa udara Jakarta lebih panas daripada biasanya. Sahabatnya mengikuti arah pandang Keyla dan melihat hal yang sama.

"Lo beneran masih suka sama dia? Saingan lo tuh bukan orang yang suka sama dia, tapi orang yang dia suka," terang sahabatnya, "Berat, mending enggak usah."

"Walaupun diri ini menyukaimu, kamu seperti tak tertarik kepadaku. Siap patah hati ke sekian kalinya." Keyla bersenandung menyanyikan lagu Fortune Cookies milik JKT 48 sambil menarik sahabatnya untuk berjalan melewati mereka.

"Yeah yeah yeah," sahut sahabatnya.

Saat hendak melanjutkan ke lirik yang selanjutnya, Raga berseru memanggilnya. "Lo tadi dicariin Pak Ergan. Semangat ya buat besok."

"Iya, ini mau ke ruang guru kok. Makasih, Kak," jawab Keyla singkat dan kembali menarik sahabatnya.

"Ketika kulihat di sekelilingku, ternyata banyak sekali gadis yang cantik. Bunga yang tak menarik tak akan disadari." Keyla masih melanjutkan penggalan lirik dari lagu yang sempat terpotong karena seruan Raga.

Lagi-lagi sahabatnya menimpali, "Yeah yeah yeah."

Rayya yang melihat hal itu menutup mulutnya dengan satu tangan agar tawanya tidak pecah. "Nyindir lo tuh."

"Kok gue?"

"Kalo bukan lo siapa lagi?"

"Mana gue tau." Raga mengangkat bahunya tak acuh.

"Lo suka sama cewek kayak gimana sih? Keyla itu pinter, enggak bakal bikin lo nyesel kalo pacaran sama dia."

Gue sukanya sama lo. Raga masih ragu untuk mengatakannya. Banyak kemungkinan yang akan terjadi setelah mengatakan hal itu, dia takut jika Rayya akan menghindarinya.

Ponsel Rayya bergetar, satu pesan dari Gita. Malam ini dia ingin menginap di rumah Rayya karena kedua orang tuanya sedang pergi ke luar kota, dan kakaknya sedang jarang pulang dengan alasan sibuk organisasi kuliah.

Selepas membalas pesan Gita, ponsel Rayya kembali bergetar. Panggilan masuk dari Bara. Rayya meminta izin terlebih dahulu untuk menerima panggilan itu. Dia beranjak sedikit menjauh dari Raga.

"Halo?"

"Iya," jawab Rayya singkat.

"Masih jutek aja nih. Sori, semalem gue beneran cuman bercanda."

"Buruan deh, gue masih di sekolah bentar lagi masuk. Ada apaan?" Rayya masih belum bisa diajak santai.

"Gue cuman mau tanya, cewek biasanya suka baca novel genre apa?"

Refleks Rayya tersenyum mendengar ucapan Bara. "Lo mau nyogok gue?"

Terdengar tawa Bara di seberang sana. "Ge-er banget lo."

"Terus?" ketusnya. Raut wajahnya berubah datar.

"Gue mau beliin seseorang novel, tapi enggak tau dia sukanya apaan."

Sebelum kembali menimpali Bara, Rayya menatap layar ponselnya dan mengepalkan tangan diatasnya. Dia benar-benar geram dengan Bara. Tanpa disadari, ada rasa tidak biasa dalam dirinya saat mendengar penuturan Bara. "Terus kenapa gue yang ditelepon?"

"Lo lupa kalo lo cewek?"

"Ya maksudnya kenapa enggak tanya langsung sama orangnya?"

"Nanti pacarnya ngambek kalo ketahuan."

"Ya lo ngapain sih naksir sama yang udah punya pacar?"

"Emang kalo naksir sama lo boleh?"

"Enggak! Ntar Jaehyun marah."

"Lagi ngambek masih sempet halu juga lo," kekeh Bara. "Lo aja deh sukanya apaan, nanti gue pake cocokologi," lanjutnya.

"Tiap cewek punya selera yang berbeda, kalau gue suka genre romance comedy.

"Oke, makasih." Bara memutus sambungan tersebut setelah mengucapkan terima kasih.

"Iiiih, Bara," geramnya. Suasana hatinya kembali tidak enak karena Bara. Sejak kemarin Bara menjadi penyebab Rayya bad mood.

***

"Kamu dari mana aja?" Pertanyaan Bunda itu menyambut kepulangan Rayya ke rumah.

"Maaf, tadi Rayya lupa ngabarin Bunda. Rayya abis nganterin Gita soalnya mau nginep di sini."

"Iya, Tante. Maaf Gita juga enggak minta izin dulu sama Tante." Gita tersenyum canggung.

"Eh, enggak apa-apa." Bunda Rayya mengusap punggung anak perempuan itu. "Ini lho tadi ada temenmu dateng katanya mau ketemu kamu."

"Cewek apa cowok?"

"Cowok, tapi Bunda enggak pernah lihat sebelumnya. Disuruh tunggu, enggak mau. Bilangnya masih ada keperluan."

Siapa?

"Pokoknya dia ganteng. Mirip itu lho ... aduh Bunda lupa namanya." Bunda mencoba mengingat siapa nama laki-laki yang sering disebut Rayya. "Mirip Jehian! Iya, Jehian. Artis Korea yang sering kamu sebut-sebut namanya," celetuknya.

Rayya dan Gita tidak bisa menahan tawa ketika mendengar nama yang disebut Bunda. "Jehian itu kakaknya Bang Jerome Polin, bukan artis Korea, Bunda." Rayya masih tidak bisa berhenti tertawa.

"Tante, kalo Idol Korea yang sering Rayya sebut namanya Jaehyun, bukan Jehian." Gita ikut membenarkan ucapan Bunda.

"Iya, itu pokoknya. Bunda lupa namanya. Dia dateng bawa ini." Bunda memberikan sebuah goodie bag yang berisi sebuah kado.

"Udah Bunda suruh tunggu, tapi dia enggak mau. Katanya masih ada keperluan."

Mereka saling menatap. Gita mengangguk seolah tahu apa yang ada dipikiran sahabatnya. Setelah Bunda pergi, Rayya membuka kado tersebut. Ada dua buku di dalamnya, satu novel dan satu buku self improvement. Tidak lupa sepucuk surat dengan tulisan yang rapi, mungkin itu tulisan tangan salah satu petugas Gramedia, pikir Rayya.

Halo, Ay.

Tebakan lo tadi enggak meleset. Gue emang mau nyogok lo supaya enggak ngambek lagi. Suruh si ngambek cepet pergi, jangan betah lama-lama sama lo. Terus kalo dia udah pergi, kabarin gue. Soal omongan gue semalem itu beneran cuman bercanda, maafin gue ya.

Semoga bukunya cocok, dan bisa lo baca di sela-sela lo pusing sama pelajaran dan bosen sama Jaehyun. Semangat!

Rayya tersenyum membaca surat itu. Seolah rasa kesal yang diciptakan Bara meluap tergantikan rasa senang yang kini hadir dalam dirinya.

"Ada yang bahagia nih kayaknya, sampe senyum-senyum begitu." Gita menyiku sahabatnya dan membuat Rayya mengerjap.

"Sirik aja lo."

"Gini Ra, kalo di prinsip Ekonomi tuh ada istilah perkuat pusat, perbanyak cabang. Gue boro-boro pusat, cabang aja enggak ada. Sedangkan lo cabang udah ada dua, tinggal pilih aja salah satu buat jadi pusat," terangnya. "Tapi gue sih lebih merekomendasikan Raga, ya."

"Apaan sih, gue enggak ngerti maksud lo."

"Enggak ngerti apa pura-pura enggak ngerti?"

"Eh, kalo dia ngasih ini ke rumah, berarti dia ada di Jakarta dong?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

Temuin jangan nih? Btw, kalo Bara beneran ghosting, mau diapain nih?

See you at the next chapter, papay 👋

18 September 2021

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.4M 300K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
701K 61.1K 46
(TERSEDIA DI GRAMEDIA) "Sudah enam belas tahun gue jadi manusia. Tapi entahlah, gue enggak pernah ngerti jalan pikiran manusia. Ya! Manusia itu rumit...
6.7M 284K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
676K 9K 24
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+