Virtualzone [COMPLETED]

By renaislaminrazizah

29.3K 3.2K 4K

[Hak Cipta dilindungi Allah] . Untuk yang selalu menunggu kabar melalui notifikasi Untuk yang sedang bertema... More

Trailer dan Visual
Virtualzone - Chapter 1
Virtualzone - Chapter 2
Virtualzone - Chapter 3
Virtualzone - Chapter 4
Virtualzone - Chapter 5
Virtualzone - Chapter 6
Virtualzone - Chapter 7
Virtualzone - Chapter 8
Virtualzone - Chapter 9
Virtualzone - Chapter 10 + Tailer Baru
Virtualzone - Chapter 11
Virtualzone - Chapter 12
Virtualzone - Chapter 13
Virtualzone - Chapter 14
Virtualzone - Chapter 16
Virtualzone - Chapter 17
Virtualzone - Chapter 18
Virtualzone - Chapter 19
Virtualzone - Chapter 20
Virtualzone - Chapter 21
Virtualzone - Chapter 22
Virtualzone - Chapter 23
Virtualzone - Chapter 24
Virtualzone - Chapter 25
Virtualzone - Chapter 26
Virtualzone - Chapter 27
Virtualzone - Chapter 28
Virtualzone - Chapter 29
Virtualzone - Chapter 30
Virtualzone - Chapter 31
Virtualzone - Chapter 32
Virtualzone - Chapter 33
Virtualzone - Chapter 34
Virtualzone - Chapter 35
Virtualzone - Chapter 36
Virtualzone - Chapter 37
Virtualzone - Chapter 38
Virtualzone- Chapter 39
Virtualzone - Chapter 40
Virtualzone - Chapter 41
Virtualzone - Chapter 42
Virtualzone - Chapter 43
Virtualzone - Chapter 44
Virtualzone - Chapter 45
EXTRA CHAPTER
BONUS CHAPTER
AU VIRTUALZONE

Virtualzone - Chaper 15

470 65 52
By renaislaminrazizah

Siap-siap sama kerandoman Bara ya
Jangan lupa feedback dari juga. Klik bintang di pojok kiri bawah, komen, dan share juga.

Kalo ada krisar jangan sungkan buat disampain aja. Boleh lewat komen atau pesan juga enggak apa-apa.

Enjoy 💜

Bara mengeluarkan Bangsat dari kandang untuk memandikannya. Siang nanti akan datang kandang baru karena kandang ini akan diisi kembali oleh anak kucing yang Oma beli hari ini. Ternyata anak bebek harus mempunyai kandang yang tetutup dan hangat, tidak seperti kandang kucing. Kurang lebih itu informasi yang Bara baca di internet.

Sebelumnya dia sudah menyiapkan panci bekas tidak terpakai yang akan menjadi kolam renang bagi Bangsat. Setelah semuanya siap, Bara memasukkan Bangsat ke dalam kolam renangnya. Dia memperhatikan dari jarak satu meter. Bara melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 08:35, dia harus segera mandi juga karena jam 9 gurunya akan segera datang.

"Bi Jani, Bara titip Bangsat ya. Dia lagi berenang di belakang," katanya ketika melihat Bi Jani yang sedang mencuci piring di dapur.

"Iya, A," jawab Bi Jani singkat.

Bara langsung melarikan diri ke kamar mandi yang berada di kamarnya untuk membersihkan diri. Dua puluh lima menit berlalu, Bara keluar dari kamarnya mengenakan kaus putih berlengan panjang dan celana Pleated Pants selutut berwarna army.

Dia menuruni anak tangga menuju halaman belakang tempat Bangsat mandi tadi. Namun karena matanya tidak menemukan sosok yang beberapa menit lalu masih menonton drama Korea, Bara bertanya pada Bi Jani.

"Bi, Oma udah berangkat?"

"Udah, 5 menit yang lalu kayaknya, A."

"Sama Pak Bambang, kan?"

Bi Jani hanya mengangguk.

"Syukur deh kalo sama Pak Bambang," tuturnya sambil mencomot kentang yang goreng yang sedang ditiriskan.

"Kebiasaan." Bi Jani menepuk lengan kiri Bara.

Sedangkan oknum yang tidak merasa bersalah itu hanya memberikan cengiran khasnya.

"Itu Bangsat tadi Bibi lihat masih di air."

Bara segera menghampiri Bangsat yang ternyata memang masih betah di dalam air. Dia menyiapkan makanan untuk bebeknya itu karena sebentar lagi gurunya akan datang. Melihat kedatangan Bara, Bangsat sempat naik dan bertengger di pinggiran panci, tetapi dia kembali masuk ke dalam air.

"Lo masih mau mandi? Kabulusan gera engke teh," celotehnya sambil mengusap-usap kepala sang bebek. (Kedinginan lho nanti)

Sang bebek menengadah menatap Bara sejenak, seakan mengerti apa yang Bara ucapkan barusan. Namun, dia berputar kembali menghiraukan Bara yang masih memperhatikannya.

"Nanti siang lo ada temen, yang akur ya. Jangan berantem."

"A," panggil Bi Jani, "itu gurunya udah dateng."

"Iya, Bi. Makasih," jawabnya.

"Bro, gue mau belajar dulu. Kalo laper, ini makan lo udah gue siapin."

Bara melenggang pergi meninggalkan halaman belakang menuju kamarnya membawa beberapa buku untuk belajar hari ini.

***

Bel istirahat sudah berbunyi, beberapa guru sudah ada yang meninggakan kelas. Begitupun dengan Pak Axel. Saat melewati kelas XII IPA 2 beliau menoleh ke dalam kelas dan mendapatkan Rayya yang tengah membereskan alat tulisnya. Pak Axel mengetuk pintu kelas, dan semua murid menoleh ke arah pintu.

"Rayya, saya tunggu di ruang guru," ujarnya sambil tersenyum tipis.

Sontak saja senyuman itu menuai banyak teriakan tertahan dari para siswi yang melihatnya. Pasalnya Pak Axel sangat jarang memperlihatkan senyumnya.

"I-iya, Pak." Rayya mempercepat tangannya untuk membereskan alat tulis yang masih berada di atas meja.

"Ga," panggil Rayya sembari memutar posisi tubuhnya menghadap Raga.

Raga beranjak dari tempat duduk. "Yuk," sahutnya mengerti panggilan dari Rayya.

Rayya tersenyum melihat kepekaan sahabatnya ini. Mereka jalan beriringan ke luar kelas dan ternyata berpapasan dengan Gita yang akan mengajak Rayya pergi ke kantin.

"Baru aja gue mau ajak ke kantin," tuturnya, "yuk," sambungnya sambil menggandeng tangan kanan Rayya.

"Gue disuruh ke ruang guru dulu sama Pak Axel."

Tatapan dan senyuman Gita pada Rayya mengisyaratkan sesuatu. "Hati-hati lo dimintain jadi istri," godanya.

"Kebanyakan baca novel." Kali ini Raga yang bersuara.

"Gue mau enggak ngajak lo ngomong," ketus Gita.

"Udah ah, gue sama Raga ke ruang guru dulu. Lo pesenin yang kayak biasa, ya," pesannya.

Raga melenggang meninggalkan Rayya yang masih sibuk mendengarkan celotehan Gita dengan segala tebakannya. Rayya segera menyusul Raga dan menyejajarkan langkahnya. Tidak ada yang bersuara di antara keduanya sampai mereka berada di depan ruang guru.

"Gue deg-degan." Rayya menangkup kedua tangan di atas dadanya.

"Mau dikasih hadiah doang, Ra."

"Iya, gue tau."

"Jangan-jangan lo mikir hadiahnya itu yang diomongin Gita?" selidiknya.

Rayya membelalak mendengar ucapan Raga. "Kan Pak Axel udah punya calon, Ga. Enggak mungkin, kan?"

Raga terkekeh. "Ya enggak mungkinlah. Lagian kayaknya gue tau deh lo bakal di kasih apa."

"Apa?"

"Ya ambil makanya biar lo tau."

Rayya mengetuk pintu ruang guru, dan Pak Axel menyuruhnya masuk. Raga duduk di depan ruang guru sambil memainkan ponsel. Dia membuka media sosial miliknya. Raga tidak terlalu aktif di sosial medianya, bahkan tidak ada unggahan apapun di akun miliknya, padahal followersnya cukup banyak.

"Kak Raga," panggil seseorang.

Raga menoleh ke sumber suara dan memasukkan ponselnya ke dalam saku. "Kenapa?" tanyanya ketika oknum yang memanggilnya tepat berada di hadapannya.

"Ngapain di sini Kak?"

"Nunggu Rayya."

Seseorang itu hanya ber-oh ria ketika mendengar Raga menyebut nama Rayya. "Hari ini ada acara enggak, pulang sekolah?"

"Ada apa?" Raga tidak menjawab.

"Emm ... besok aku ada perlu dulu pulang sekolah, jadi enggak bisa belajar dulu. Kalo hari ini aja, bisa?"

Raga sedikit mempertimbangkan ucapan Keyla. Sebenarnya dia tidak ada keperluan apa-apa hari ini.

"Kalo enggak bisa, lusa aja enggak apa-apa."

"Oke, hari ini aja, di perpustakaan."

Keyla tersenyum mendengar penuturan Raga. Dia pamit untuk pergi ke kantin duluan. Raga hanya mengangguk. Tidak lama kemudian, Rayya keluar dari ruang guru menenteng buku soal-soal SBMPTN dengan raut wajah yang ditekuk. Raga yang melihatnya hanya menahan senyum. Sesuai dugaannya, Pak Axel pasti akan memberi Rayya buku soal.

"Buku yang kemaren gue beli aja belum abis, udah dikasih lagi aja," racaunya sambil berjalan melewati Raga.

"Nanti kita bedah bareng-bareng," sahut Raga menjawab racauan sahabatnya sambil mengekori Rayya yang ada di depan.

"Kalo ini namanya bukan hadiah." Rayya mengangkat buku itu tepat di depan wajahnya. "Tapi hukuman."

"Katanya semalem seneng liat Bunda senyum gara-gara liat lo dapet nilai 70."

"Iya, sih. Apa itu pertanda ya kalo gue harus lebih rajin belajar?"

"Kayaknya iya deh, Ra." Raga tersenyum, sebuah lampu muncul di sebelah kanan kepalanya. "Bayangin nih, Ra. Selain orang tua lo bahagia sekaligus bangga liat anaknya rajin dan dapet nilai yang memuaskan, lo juga punya sesuatu yang bisa lo banggain depan Jaehyun nanti kalo kalian ketemu."

Seketika Rayya menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Raga dengan ekpresi yang tidak pernah ditunjukkan selama ini. "Gue enggak pernah kepikiran sampe sana. Lo bener, Ga. Gue harus mulai rajin belajar," tuturnya excited. "Tapi telat enggak sih? Gue kan udah kelas 12." Raut wajahnya berubah menjadi muram.

"Enggak ada kata telat selagi lo mau belajar. Ya walaupun mungkin sehari harus bisa jawab 50 soal."

"Lo serius?"

Raga terkekeh melihat Rayya dengan ekspresi yang menggemaskan. "Enggak segitu juga sih, cuman ya lo harus ngejar cukup jauh."

"Oke, enggak apa-apa. Semangat Rayya, demi bikin bangga Ayah, Bunda, sama Jaehyun. Lo pasti bisa," ujarnya menyemangati diri sendiri. "Lo bantuin gue ya?"

"Kapan gue enggak bantuin lo?"

"Tapi ..."

Alis kanan Raga terangkat menunggu kelanjutan ucapan Rayya.

"Hari Minggu jadi, kan, kita nonton?"

Raga hanya menjawab dengan anggukan dan senyum tipis.

Obrolan itu masih berlanjut sampai kaki mereka sampai di kantin. Rayya menyimpan buku itu di atas meja dan mulai menyantap nasi goreng pesanannya, sedangkan Raga baru saja memesan es jeruk.

"Perhatian. Untuk semua siswa Langit Cakrawala, pembelajaran hari ini sudah selesai. Kalian boleh pulang ke rumah masing-masing. Bagi siswa yang masih memiliki keperluan di sekolah dilarang ribut sampai mengganggu guru-guru yang akan rapat. Terima kasih."

Tentu saja pengumuman tersebut mendapat sambutan yang meriah dari seluruh penjuru sekolah. Ada yang berteriak, bertepuk tangan, dan beberapa orang langsung lari menuju kelas untuk pulang. Rayya melanjutkan makan, ada rasa senang juga di dalam hatinya.

"Ra, hari ini aja," ujar seseorang yang tiba-tiba datang dan berdiri di hadapan Rayya.

Rayya menghela napas. "Gue tanya Bunda dulu ya."

"Mau ngapain?" tanya Raga, tetapi tidak digubris oleh orang tersebut.

"Halo? Bunda hari ini ke toko enggak?"

"Enggak, hari ini Bunda di rumah. Ada apa?'

"Temen Rayya mau ke rumah sekarang, ada perlu sama Bunda katanya."

"Sekarang? Bukannya kalian sekolah?"

"Dibubarin, Bun."

"Oke, Bunda tunggu."

Setelah sambungan terputus, Gita langsung bersuara. "Ra, gue ikut ke rumah lo, ya. Siapa tahu Dika nanti butuh bantuan gue." katanya.

"Emang lo bisan bantu apa?" tanya Dika.

"Bantu ngerecokin," tawa Gita.

***

Sesi belajar Bara hari ini sudah selesai. Jam tangannya menunjukkan pukul 14.18, guru yang bersangkutan pun sudah pulang. Oma juga sudah pulang sebelum azan zuhur tadi sambil membawa seekor anak kucing yang menggemaskan. Melihat buku-bukunya sudah kembali berbaris rapi di meja belajar, Bara keluar dari kamarnya menuju halaman belakang untuk melihat Bangsat dan Comel –nama anak kucing milik Oma-.

Satu langkah lagi ke luar dari dapur, matanya menangkap pemandangan yang tidak biasa. Kedua hewan lintas jenis itu sedang bermesraan. Mereka saling berhadapan dan paruh bebek milik Bangsat berada di atas hidung Comel.

"OMAAA, MATA BARA TERNODAI SAMA CIMOL DAN BANGSAT," teriaknya sambil menutup matanya dengan sebelah tangan.

"Apa sih teriak-teriak." Oma menghampiri Bara dan melihat pemandangan yang sama. "Kamu aja kalah sama peliharaan sendiri."

"Lucu ya, A." Bi Jani ikut bersuara melihat pemandangan itu.

"Jangan iri, jangan iri, jangan iri dengki. Jangan-jangan iri, jangan iri dengki. Jangan-jangan iri, jangan iri dengki." Bara melantunkan penggalan lirik yang sering dia dengar akhir-akhir ini. Kemudian mengeluarkan ponsel dan memotret apa yang ada di hadapannya.

"Katanya matamu ternodai, tapi difoto juga," ejek Oma. "Nanti kirim fotonya, Bro."

"Cimolnya lucu banget sih."

"Comel, bukan cimol," protes Oma.

"Cimol aja, lebih gemesin tau, Fren."

"Terserah kamu."

Bara masuk ke dalam rumah dengan jarinya yang menari-nari di atas layar ponsel.

R(ay)ya

Ay, liat deh keuwuan hewan lintas jenis ini

Kayaknya gue mau bikin sekte deh mulai sekarang

Namanya Cimol Bangsat Lovers

Keren enggak?

Ada yang mau ikutan  sektenya Bara? Jadi Cimol Bangsat Lovers.

See you at the next chapter, papay 👋

26 Juni 2021

Continue Reading

You'll Also Like

52.7K 8.8K 31
"Semua hanya perihal ditinggalkan dan meninggalkan. Akhirnya tetap sama, yaitu kehilangan. Fase di mana lo akan sadar jika seseorang itu sangat berar...
32.9K 3.3K 59
Summary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~
1.3K 481 35
"Kau adalah alasan aku masih bertahan hidup sampai sekarang. Jadi kumohon jangan pernah pergi dari hidupku, jantung hatiku." Bagi Kebanyakan orang ke...
8.9K 731 28
Seorang anak remaja bernama Arfan bercita-cita menjadi seorang penulis. Namun dalam kehidupannya ia mengalami banyak masalah; kegagalan cinta, ketida...