Untuk Arjuna[✓]

By olehdra

1.5M 226K 28.4K

[Family & Brothership] "Emangnya, karate itu gak bisa dibanggain, ya?" Keluarga harmonis, rasa neraka. Emang... More

1-PROLOG dan Perkenalan
2-Juna Berguna!
3-Merasa Dibedakan
4-Memendam Luka
5-Ternyata Dia Peduli
6-Perubahan Mood
7-Ternyata Sesakit Ini Rasanya
8-Tenang, Pa. Rahasia Kita Aman!
9-Tekad Juna
10-Cukup! Juna Sudah Muak!
11-Tumbang
12-Mesti Pake Syarat Segala!
13-Latihan Sampai Mati!
14-Kembali Dilukai
15-Sesulit Itu Mendapat Restu
16-Kakak, Jangan Sakit!
17-Perut Ngajak Gelud Mulu!
18-Hari Penentuan Hasil Belajar
19-Juna Keras Kepala
20-Dikecewakan
21-Kenyataan Pahit
22-Berusaha Menerima Takdir
23-Menjenguk Orang Sakit
24-Persiapan Kejutan Meriah
25-Ulang Tahun Si Kembar
26-Juna Sayang Papa
27-Ayo Kita Tanding Fair!
28-Mereka Bakal Peduli, Kan?
30-Hari Bersama Papa
31-Papa Bangga Sama Kamu
32-Papa, Juna Dateng
33-Nangis Aja, Jangan Ditahan
34-Maafin Papa, ya?
35-Ambil Juna Aja, Ini Sakit!
36-Gue Yang Sakit, Tapi Kenapa?
37-Papa Tunggu Juna, Ya
38-Sinar Paling Terang Cepat Meredup
39-Papa, Jangan Bawa Juna
40-Semoga Akhir Kisahnya Berbeda
41-Pulih Satu, Sakit Yang Lain
42-Tolong Dukung Gue
43-Yang Nampak Tak Selamanya Benar
44-Sakit Sih, Tapi Belum Mematikan
45-Ini Memang Gila, Tapi Melegakan
46-Semua Akan Baik-Baik Saja
47-Robohnya Dinding Pertahanan
48-Ah, Ayolah, Ini Tidak Lucu!
49-Makasih Udah Bertahan
50-Tenang Dan Nyaman
51-Hanya Ingin Diapresiasi
52-Kalau Ini Akhirnya, Juna Bisa Apa?
53-Pengen Pulang
54-Maaf, Kali Ini Gagal Lagi
55-Ada Harapan. Iya, Kah?
56-Pasti Sembuh ... Harus!
57-Sst ... Juna Udah Tidur
--Terima Kasihku, Untukmu--
Pesan Rindu Untuknya
Memeluk Arjuna
Wajah baru UNTUK ARJUNA
Ready Stock | Jemput Arjuna + versi AU???
Jemput Arjuna + Ada yang baru loh!!
Ada yang baru lohhh!!!💙
pra-pesan edisi re-cover🤍
Artprint ilustrasi☆

29-Gue Pengen Sembuh

20.8K 3.5K 156
By olehdra

Selamat malam manteman onlenkuu😚

VOTEnya jangan lupa yaaa😆

Siapkan hati dulu, cari posisi ternyaman🤸🏻‍♀️

ENJOY YOUR FEELING!🥰

.

.

Lagi-lagi dering ponselnya bergetar di sepanjang perjalanannya. Tapi kali ini tak Juna hiraukan, ia masih fokus menyetir. Terlebih saat melihat langit mulai gelap. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Juna tak mau basah kuyup. Ia melajukan motornya semakin kencang saat rintik hujan mulai menghalangi jarak pandangnya.

Sesampainya di rumah, Juna sedikit kebasahan. Ia melepas helm dan segera masuk ke dalam. Juna sedikit mengendap-ngendap, berharap tak ada yang memergokinya. Namun sayang, semuanya ada di ruang tv dan mereka menyadari kedatangannya.

"Sayang, kamu dari mana aja? Mama sama Kakak-kakak kamu nelpon gak dijawab. Aduh ini basah semua, cepet ganti baju, nanti kamu kedinginan." Hara segera melesat menghampiri anaknya dengan perasaan khawatir. Ia mengusap pipi Juna dan seketika cemas saat menyadari rona pucat dari wajah itu.

"Sayang, kamu sakit?" tanya Hara khawatir sembari menangkup pipi Juna dengan kedua tangannya.

Juna mengulas senyumnya seraya meraih tangan sang Mama dari pipinya. Ia genggam dan menggeleng pelan. "Nggak, Ma. Juna gak pa-pa," ucap Juna. "Juna kan emang sakit, Ma," tambahnya dalam hati.

Hara menghela napas cemas. "Ya udah, sekarang kamu mandi, gih, ganti baju!" suruhnya lembut yang langsung diangguki oleh Juna.

Yang lain memperhatikannya saat Juna melangkah ke lantai atas. Merasa aneh karena biasanya akan ada sesuatu yang Tyo lakukan jika Juna pulang terlambat. Namun kali ini tidak, Tyo hanya diam tak melakukan apapun.

Hara menghampiri mereka yang ada di ruang tv. Rasa gundah tetap melekat di hatinya. Tak seperti biasanya, Hara jadi sangat memperhatikan segala hal kecil tentang Juna.

"Tenang aja, Ma. Percaya sama Juna, dia gak pa-pa," ujar Tyo mencoba menenangkan istrinya.

"Via mau ke Kakak, ah." Tiba-tiba anak itu bangkit dan melesat menuju kamar kakaknya, diikuti oleh Ali yang juga merasa cemas.

Tok tok

Via mendongak menatap Ali. Tak ada sahutan dari dalam, mereka mencoba mengetuk lagi. Sampai akhirnya Ali memutuskan masuk tanpa menunggu lebih lama lagi. Mereka celingukan namun tak menemukan Juna di sudut manapun.

"Juna?" panggil Ali.

Beberapa detik berikutnya, terdengar suara air mengalir dari kamar mandi. Ah... Juna pasti di dalam. Lantas Ali dan Via memutuskan untuk keluar saja. Mungkin Juna sedang mandi.

Tak akan ada yang tahu, Juna sedang menahan kesakitannya seorang diri di dalam sana. Ia memegangi kepalanya yang serasa mau pecah sembari duduk bersandar pada tembok di samping wastafel. Juna memang hendak mandi, namun kepalanya malah semakin terasa sakit sampai berdiripun ia tak sanggup. Di samping itu, perutnya juga terasa nyeri seperti dipelintir kuat. Salahkan dirinya yang telat minum obat.

"Akhh..." erangnya bersamaan dengan lolosnya kristal bening dari kelopak matanya. Juna meringkuk di atas lantai yang lembab. Sayang, tak ada yang mendengar rintih kesakitannya. Juna sendirian.

🕊🕊🕊

"Kak, Mama masuk, ya?"

Juna yang sedang menyalin pr terinterupsi oleh suara Mamanya. Ia menoleh untuk mendapati Hara yang berjalan dengan segelas susu hangat di tangannya. Juna tersenyum.

"Lagi ngapain, Kak? Nggak istirahat aja?" tanya Hara mengusap kepala anaknya, matanya mengarah pada buku-buku di meja belajar Juna.

"Ini lagi nyalin pr, Ma. Banyak banget, kalo dinanti-nanti takutnya gak keburu."

Hara menghela napas pelan untuk kemudian menyerahkan susu di tangannya. "Ini minum dulu, sayang. Jangan begadang, ya. Nanti Mama dateng lagi, kalo kamu belum tidur, Mama sentil idungnya," peringat Hara mengusak pucuk kepala Juna.

"Iya, Ma. Makasih, ya," kekeh Juna segera meminum susu itu. Jujur saja Juna kehausan, tapi ia malas untuk mengambil air ke dapur.

"Ya udah, Mama keluar, ya... semangat, sayang." Hara mengecup kepala Juna sebelum beranjak keluar.

Juna tersenyum.

Juna kembali fokus ke pekerjaannya. Sampai beberapa saat kemudian. Pintunya kembali diketuk seseorang. Juna mendesah jengah. Siapa lagi sih?

"Juna?"

Seketika Juna menegang dan menoleh bersamaan dengan derit pintu terbuka. Suara berat itu milik Papanya. Juna bergerak gelagapan. Entah apa yang membuat ia begitu canggung bila bersama Papanya. Juna tak tahu.

"Kenapa, Pa?" tanya Juna dengan senyum kikuk.

Tyo masuk dan menutup pintu itu. Lalu menjalan dan duduk di pinggiran kasur Juna. Tyo mengisyaratkan anaknya untuk duduk di sampingnya.

"Sini, nak!" katanya sembari menepuk sisi sebelahnya.

Lantas Juna menurut tanpa berkata apapun. Ia duduk dan seketika tertegun saat merasakan kepalanya diusap lembut oleh sang Papa. Juna menatap Tyo dengan sorot tak mengerti.

"Besok ikut Papa, ya?" ajak Tyo yang membuat Juna mengernyit heran. Besok kan sekolah. Eh, tunggu... tadi Aji bilang kalau besok itu tanggal merah. Oh, pantas saja.

"Kemana, Pa?" tanya Juna penasaran.

"Ikut aja pokoknya, cuma kita berdua." Tyo berucap dengan senyum meyakinkan. Sontak menular pada Juna yang juga ikut tersenyum.

"Hmmm... Papa maen rahasia-rahasiaan nih, sama Juna?" ledek anak itu dengan mata menyipit.

Tyo tergelak sembari mengusak rambut Juna. "Iya. Itu rahasia!" timpalnya dengan kekehan.

Mereka tertawa layaknya anak dan ayah yang sangat dekat. Juna jadi tak sabar menunggu hari esok.

🕊🕊🕊

Malam hari ini, Juna membangkang. Ia bergadang. Juna duduk diam memandangi langit gelap di depan jendela kamar yang terbuka. Menghiraukan angin malam yang menusuk pori-porinya, Juna betah berlama-lama di situ. Banyak hal yang berkecamuk di pikirannya. Mulai dari menerka nilai ulangan kimianya, soal pertandingannya nanti, juga soal ajakan ayahnya esok hari.

Juna manatap langit yang hanya dihiasi sedikit bintang. Mungkin karena hujan baru reda, awan masih menutupi binar itu. Juna terlonjak kaget saat tiba-tiba pundaknya disentuh seseorang. Ternyata itu kembarannya. Juna mengelus dadanya.

"Ngagetin aja, lo!" semprot Juna mendelik.

Ali duduk di bibir jendela. Menghalangi pemandangan indah yang Juna lihat sedari tadi.

"Ngapain lo belom tidur?" tanya Ali santai.

"Bengong," sahut Juna sekenanya.

Ali mendengus untuk kemudian mengusap kasar wajah kembarannya. "Gak ada kerjaan banget si lo."

Juna menampilkan wajah datar. "Terus lo ngapain di sini? Tidur sana! Ganggu aja," ketusnya mengusir. Tatapannya kembali pada langit malam, menghitung bintang yang bisa tertangkap mata.

"Jun?" panggil Ali tak peduli usiran adiknya. Ada jeda panjang setelah panggilan itu sampai Juna berdeham.

"Lo... okay, kan?" sambungnya menyelidik wajah pucat adik kembarnya.

Juna tertegun, ia beralih menatap manik kembar itu dalam-dalam. Mencari ketulusan dari bagaimana Kakaknya ini menatapnya. Hening menyapa. Tak ada yang bersuara, hanya dentingan jam dinding dan desir angin meniup dedaunan yang mengisi senyap di antara mereka.

Juna mengulas senyum tipis. "Gue boleh jujur?" tanyanya.

Ali mengangkat kedua alisnya. "Of course, harus!" timpal Ali serius.

Juna menghela napas dalam untuk kemudian menggeleng pelan, senyum tipis masih melekat di bibirnya yang kering. Ia semakin mengunci pandangan Ali pada matanya.

"Gak ada kata okay di diri gue," ucap Juna dengan tenang. Namun tidak dengan matanya.

Ali mengernyit, ada desir hebat di hatinya saat mendengar jawaban adiknya. Bukan, bukan itu yang ia harapkan sebagai jawaban. Ingin berucap, tapi lidahnya kelu. Ali terpaku akan sorot mata adiknya itu. Kosong dan gelap. Ali tak melihat cahaya di sana. Seolah Juna benar-benar tersesat dalam kehancuran yang tak Ali ketahui letaknya dimana.

"Gue sakit. Senyum yang gue tampilin itu semua bohong. Gue gak baik-baik aja. Gue bahkan ragu kalau cuma hati gue yang sakit. Hati dalam artian fisik itu udah jelas, gue udah divonis." Juna menjeda ucapannya dan terkekeh pelan.

"Yang gue maksud---" Tangan Juna terangkat menyentuh dadanya. "--hati gue." Ia yakin Ali mengerti maksud ucapannya. Sebut dia idiot bila tak memahami isyarat sejelas itu.

Mata Ali memanas. Segitu beratkah beban yang Juna alami selama ini? Sebagai Kakak, Ali merasa bodoh. Ia tertipu akan senyum indah yang selalu Juna tampilkan. Merasa payah untuk memahami perasaan adiknya selama ini. Seberapa besar tekanan yang Juna rasakan dari keluarganya. Ali tak tahu. Ia benar-benar merasa bodoh.

Juna mengulas senyum sedikit lebih lebar di bibir pucatnya. "Gue pengen sembuh."

Ali masih bergeming. Dadanya menyesak. Ia melihat bagaimana mata indah itu memerah dan mulai berkaca-kaca. Sangat berlawanan dengan senyum dan ketenangan yang adiknya tampilkan, di dalamnya Juna hancur lebur.

"Sakit tau Li, rasanya. Setiap dia berulah, gue selalu berharap cepet-cepet pingsan aja gitu, biar gak kerasa sakitnya. Tapi di saat yang sama, gue takut—" Juna menjeda ucapannya tepat saat buliran bening meluncur bebas dari sudut matanya.

"Gue takut gak bisa bangun lagi," tambah Juna melirih seakan berbisik. Senyum itu masih Juna tampilkan. Namun tak ada nyaman yang Ali rasakan saat melihat lengkungan itu. Kembali pada ucapan Juna sebelumnya, senyumannya adalah kebohongan.

Sontak tangis Ali pecah. Ia segera merengkuh adik kembarnya itu ke dalam dekapannya. Hatinya sangat sakit melihat Juna yang biasanya ceria menjadi rapuh seperti ini. Ia mengusap punggung itu dengan lembut. Sangat menyesal telah memberi luka pada hati rapuh adiknya.

Tapi anehnya, Juna tak terisak sama sekali. Ia hanya diam saat dipeluk Kakaknya. Walau air mata tetap meluncur dari kedua netranya, juga senyum masih terpatri di bibir pucatnya. Juna menatap kosong langit malam dengan senyuman.

Tapi sekali lagi, senyumannya adalah kebohongan.

.

[To Be Continue]

.

"Maafin gue yang gak pernah sadar, seberapa berat beban dan luka yang selama ini lo tanggung sendiri. Terlebih karena gue termasuk dari mereka yang menambah luka itu. Maafin gue."

~Aliendra menyayangi adiknya, Arjuna~

🕊

"Ali, thanks udah nanyain keadaan gue. Seenggaknya gue bisa ngungkapin apa yang selama ini ngeganggu hati dan pikiran gue. Dan maaf bikin lo ngerasa bersalah. Gue gak bermaksud begitu."

~Arjuna hanya lelah~

🕊

Semoga feelnya nyampe ke kalian🤧

Terima kasih yang udah menyumbangkan VOTEnya untuk Juna😚

Bantu SHARE ya biar lebih banyak yang sayang Juna🏃🏻‍♀

FOLLOW juga kalau berkenan, makasih😘

.

Berbahagialah teman-teman, buatlah senyuman tulus dari hatimu😊

.

LOVE!

PEACE!✌🏻

.

Sampai berjumpa lagi!🤪

.

Bandung, 14 Juni 2021

Continue Reading

You'll Also Like

37.8K 3.1K 55
Yah, kenapa sih bikin adenya deket banget sama umur Mingyu? Yuvin kan jadi saingan Mingyu di sekolah -Mingyu Lah, bunda kamu salahin. Pas umur kamu...
805K 29.2K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
12.5K 1.8K 29
ft 03line. +lowercase
14.4K 866 8
intinya ini HunBaek ship⛵⛵ bxb gak suka? stay away!