32
Niko duduk di balik meja sebuah kafe outdoor. Ia menatap hampa kartu undangan pertunangan Dina yang ada di atas meja. Dengan perasaan nelangsa, ia mengalihkan pandangannya, memandang pasangan-pasangan muda-mudi yang sibuk berpacaran dan tertawa mesra. Di kafe ini juga dulu ia dan Dina seperti muda-mudi itu. Tertawa dan bermesraan. Dulu, ia pikir orangtuanya masih bisa dibujuk agar menerima Dina. Namun perkiraannya salah. Orangtuanya dengan kejam mengirimnya ke Australia dan memaksanya berpisah dengan Dina.
Sekarang, setelah ia kembali lagi ke tanah air, Dina sudah berpaling, Dina sudah tidak menginginkannya. Ada pria lain yang telah berhasil merebut hatinya.
Niko menarik napas berat. Bukan ia tidak pernah mencoba untuk merelakan hubungannya dan Dina berlalu. Ia sudah berusaha selama dua tahun ini, tapi sedetik pun ia tidak mampu mengenyahkan bayangan Dina dari benaknya.
Memang benar apa yang orang katakan, cinta pertama tak pernah berakhir. Api cintanya pada Dina tidak pernah padam walau sedetik pun. Namun kenapa cuma dia yang merasakan seperti ini? Kenapa Dina berubah?
Niko meraih gelas kopinya dan menyesap pelan. Rasa pahit memenuhi tenggorokannya. Tatapannya kembali terpaku pada kartu undangan di atas meja.
Niko menghela napas frustrasi. Harapannya untuk memiliki Dina semakin tipis. Kalau Dina setuju untuk bertunangan dengan pria itu, berarti Dina sudah tidak menginginkannya lagi.
Cinta mereka yang bersemi selama lima tahun, dalam sebentar tergantikan oleh cinta yang lain. Dengan mudah Dina melupakannya, sementara ia siang dan malam hanya memikirkan gadis itu.
Penyesalan yang pahit menghantam Niko. Seharusnya waktu itu ia tidak menuruti keinginan orangtuanya. Seharusnya ia mempertahankan hubungannya dan Dina—pasti saat ini Dina masih miliknya.
***
Bersambung...
Evathink
IG : evathink
Versi cetak, 62rb, ready stock, untuk order WA 08125517788
Ebook tersedia di GOOGLE PLAY BUKU