Karena Piknik Kilat ✔ (SELES...

Par petikpertama

1.1M 99.6K 1.4K

Ceisya gak pernah tau kalau semesta akan mempertemukannya lagi dengan Arga. Si cowok Indonesia yang dulu per... Plus

Prakata & Prolog
One: Holiday
Two: Pertemuan & Sugar Pilot
Three: Cabe Afrika
Four : Gossip
Five : Doa
Six : Attention
Seven : Berjemur
Eight : Cinderella Sepatu Converse
Ten : Motor Mogok
Eleven : Foto Evelyn
Twelve : Telefon Nyonya Anita
Thirteen : Bastard
Fourteen : The Beach Secret
Fiveteen : Senja
Sixteen : Sahabat Wanita
Seventeen : Special
Eighteen : Hati Melemah
Nineteen : Reveal
Twenty : Pendukung
Twenty one : Penjelasan Hari Itu
Twenty Two : Bandara
Twenty Three : Special Treasure
Twenty Four : Hadiah Luna
Twenty Five : Telfon Pertama Arga
Twenty Six : Calon Suami
Twenty Seven : Kakak Perempuan
Twenty Eight : Rival Wanita
Twenty Nine : Pelukan Hangat
Thirty : Panggilan Sayang
Thirty One : Tempat Untuk Pulang
Thirty Two : Perasaan Rindu
Thirty Three : Rahasia Argadinata Nuswan
Thirty Four : Lamaran Arga
Thirty Five : Foto Arga
Thirty Six : Date !!
Thirty Seven : Camer (part 1)
Thirty Seven : Camer (part 2)
Thirty Eight : Sosok Galih Nuswan
Thirty Nine : Datangnya Si Bungsu (Part 1)
Thirty Nine : Datangan si Bungsu (Part 2)
Fourty : Rencana Besar Hari
Fourty One : Tolong Jaga Arga
Fourty Two : I Love You
Fourty Three : Big Gift
Fourty Three : Big Gift ( Part 2 )
Fourty Four : The Happy Ending.
Epilog : The Wedding
Extra Part 1 (Special Adnan Edition).

Nine : Mistake

22.5K 2.3K 21
Par petikpertama

Nine : Mistake



       Sepertinya, angin memang selalu tidak pernah bersahabat bagiku. Apalagi yang berhubungan dengan acara-acara malam. Menginjak pukul enam saat langit mulai semakin gelap aku mendadak jadi mual. Kepalaku pusing ditambah dengan wangi parfum serta bau minuman dimana-mana. Penyakit kampungku mulai kambuh.

Aku masuk angin.

Evelyn memang sengaja menyediakan beberapa minuman 'yang tak boleh kusentuh' karena kebanyakan temannya berasal dari luar. Aku datang pun karena kebetulan sedang berlibur di Bali.

Dan bicara perkara soal wewangian dan angin malam. Dari dulu aku memang paling sensitive dengan keduanya. Itu kenapa aku tidak seperti para gadis lainnya. Punya minimal satu parfum didalam tas kecilnya. Aku lebih senang memakai handcream atau body lotion. Dengan syarat hanya satu wewangian sejak dulu, hanya bunga chamomile.

Aku juga lebih suka memilih berdiam diri di kamar hotel sambil menyelimuti seluruh tubuh dengan hangat. Atau jika memang terpaksa pergi keluar pasti membawa jaket untuk berjaga-jaga. Dan hari ini aku lupa.

Apalagi paket complete-nya dress yang kukenakkan sekarang bergaya off shoulder, mengekspos kedua bahuku tanpa diminta begitu saja. Walau gaun yang ku kenakkan menjuntai sepanjang mata kaki, namun ini semua masih terbilang ketat. Juga dingin.

"Kamu gak kedinginan Dinanti?"

Mataku mengerjap tersadar dari lamunanku, tapi begitu menoleh dan mendengar suara berat familiar itu. Aku jadi kembali membuang muka. Memasang wajah dengan bertulisan 'tak mau diganggu' secara kasat mata.

Tapi sepertinya Arga memang bukanlah orang yang peka atau mengerti tentang hal seperti ini.

Aku melirik para teman-teman gengnya yang kini sedang berbaur dengar para tamu lain. Termasuk Arga sejak tadi sangat sibuk disapa oleh orang-orang.

Secara, seorang Arga memang famous dikalangan manapun.

Apalagi dikalangan para gadis-gadis.

"Ngapain kesini? Jangan, jangan duduk dekat-dekat gue. Lo sama temen lo aja disana," peringatku begitu Arga baru saja ingin mengambil tempat duduk disebelah kananku.

Arga mengerutkan keningnya. Melirik kesekitar lalu berdehem saat menemukan Evelyn sedang mengobrol bersama teman-temannya tak jauh dari kami. "Hei Evelyn!" Arga tiba-tiba berteriak memanggil. Membuatku terkejut apalagi saat perhatian mereka jadi tertuju pada kami.

"Can i sit down on here? Karena setahu gue semua properti pesta ini masih milik lo," Arga meminta izin.

Jelas maksud tujuannya adalah menyindirku. Tanpa langsung cowok itu seperti mengatakan 'ini tempat bukan punya lo jadi i don't need your permission'. Kurang lebih seperti itu.

Arga memang selalu punya cara untuk jadi kurang hajar dan belagak pintar didepanku.

Evelyn dengan puasnya tertawa. "Do whatever you want Ga. This place belong to everyone. Especially for two of my best friends," jawabnya membuatku jelas mendelik.

Sejak kapan aku jadi best friendnya? Sudah tidak ada ikatan itu lagi ya semenjak dia mengangguk menjadi tim sukses si cowok ini.

Arga tersenyum sambil mengangguk sekilas. Ia kemudian menoleh padaku. "See? Evelyn bilang aku boleh duduk dimanapun yang aku mau." Katanya kemudian mendudukkan diri disebelahku.

Aku balas tersenyum. "Fine. Aku yang pergi!" Aku beranjak bangkit berdiri. Berniat pergi meninggalkannya, namun baru saja ingin melangkahkan kaki suara Arga kembali menahan diriku. Mengucapkan sebuah kalimat yang tak pernah terpikirkan akan terucap dari mulut laki-laki itu.

"Dinanti, aku minta maaf."

Tubuhku menegak, untuk sepersekian detik sempat terkejut olehnya. Namun buru-buru aku mengendalikan diri.

Aku menoleh pada Arga. Mengangkat sebelah alis kemudian bertolak pingang dengan satu tangan. "What did you say?"

Arga ikut bangkit berdiri. "I said, aku minta maaf. Karena pernah nyakitin kamu," katanya dengan raut wajah bersalah.

Tidak, permintaan maaf darinya tidak akan cukup untukku. Tetap tenang Ceisya. Jangan langsung terpancing dengan kalimat sebaris berisi tiga kata yang keluar dari mulutnya itu.

Ingat bagaimana dia pernah berteriak padamu dulu. Tentang kalimat pedasnya yang membuatku sampai menjulukinya cabe Afrika.

Jangan lupakan kalimat yang dulu pernah menusuk hingga tancapannya berlubang di lubuk hatimu itu. Arga bukanlah sosok atau tokoh protagonisnya disini.

He is your enemy!

Kali ini aku menatapnya lurus. Membuatnya jadi semakin berdiri tegak membalas mataku dengan sorot berbeda. Aku melipat kedua tangan di depan dada.

"Kamu sekarang lagi minta maaf ke aku?"

Arga agak mengernyit. Tapi laki-laki di depanku ini menganggukan kepalanya membenarkan.

"Kamu tau kesalahan kamu dimana?" Tanyaku membuat Arga terdiam. Entah apa alasannya tapi sorot mata Arga tiba-tiba secara drastis berubah. Arga kelihatan jadi kehilangan semangat. Ia mendadak terlihat sendu. Seakan yang terluka adalah dirinya sendiri.

Arga melangkahkan kaki setapak lebih dekat denganku. Ia mengerjapkan matanya sayu. "Jadi bener aku nyakitin kamu? Itu kenapa kamu semarah ini sama aku," ucapnya mengundang satu pertanyaan dari ku.

Jadi selama ini Arga gak merasakan perasaan bersalah apapun dariku? Arga tidak merasa perkataannya menyakiti diriku? Dan itu kenapa dia masih senang mengejarku.

Jadi sebenarnya apa tujuan laki-laki ini?!


"Ga gue nanya lo tau kesalahan lo apa sama gue?" Tanyaku mengulang pertanyaan yang sama. Walau kali ini aku berusaha mencoba untuk menahan diri agar tak meledak. Bahkan tanpa sadar aku sudah mengepalkan tangan ku kuat-kuat.

Arga merapatkan bibirnya. Setelah beberapa detik memandangiku lamat-lamat satu umpatan kasar terlontar dari mulutnya.

Rambutnya yang hari ini ditata rapih hingga klinis diacak dengan frustasi. Dengusan nafas kasar terhembus darinya. Arga bertolak pinggang. Ia kemudian menatapku dengan serius.

"Aku punya banyak kesalahankan?" Tanyanya membuatku melebarkan mata maksimal.

Aku menggigit bawah bibir kuat-kuat. Sudah gatal dan hampir saja menamparnya keras kalau tak sadar posisiku ini sedang menjadi tamu disalah satu undangan pernikahan sahabatku.

"Kamu minta maaf tapi kamu gak tau kesalahan kamu dimana?" Tanyaku kali ini gantian melangkahkan kaki selangkah lebih maju. "Terus buat apa kamu minta maaf?!" Suaraku agak meninggi. Walau tak sekeras berteriak karena aku tak mau sampai pesta pernikahan Evelyn terganggu karena pertengkaran tak berujung kami.

Arga terdiam. Kali ini dia bungkam, tak membalas ucapanku.

Arga nyatanya memang sejak dulu selalu jadi pengecut. Tak pernah sekalipun berubah. Masih suka datang kehidupku tanpa sebab. Tanpa alasan yang jelas. Bagian terburuknya, ia hanya mampir, Lalu memporak-porandakan segalanya.

Setelah semua dirasa kacau tak bersisa. Tinggal aku. Tinggal aku yang yang harus pergi. Kembali membenahi semua satu-persatu.

Aku mendengus sebal. Meraih tas kecil selempangan ku dikursi kemudian melirik Arga sesaat. Cowok itu terdiam, masih berdiri kaku. Aku mendorongnya dengan keras menggunakan tasku. Melewatinya begitu saja kamudian menghampiri Evelyn bermaksud pamit.

Evelyn menyadari keberadaanku. Ia menoleh langsung melangkah maju saat melihat wajahku. "Sya... lo gak papa kan?" Tanyanya dengan raut wajah khawatir.

Aku menggeleng kecil. Mencoba menarik kedua ujung sudut bibir tersenyum ceria padanya. Bagaimanapun ini pernikahan Evelyn. Hari bahagianya. Aku tidak boleh kelihatan murung hanya karena Arga sialan itu. "Aku mau pamit. Sekali lagi congrats sama Gerald. Semoga kalian berdua bisa bahagia selalu." Aku memeluk Evelyn erat. Memberikannya doa terbaik karena ia sama terbaiknya bagi diriku.

Evelyn walau masih terlihat cemas tersenyum mengangguk. "Are you really fine?"

"I'm fine. Cuma lelah. Tau kan gue gak suka keramaian," aku berkata seolah itu candaan. Tapi Evelyn tau diriku. Dia mengenal jelas bagaimana diriku.

"Tunggu sebentar. Gue panggilin Pak Tio. Biar dia bisa ngantarin lo ke hotel." Evelyn langsung berbalik badan. Memanggil salah satu pegawainya untuk menyuruh pak Tio menyiapkan mobil.

Aku yang melihat itu segera menahan. "Gak usah Ev gue pake taksi aja," kataku menolak.

"Tapi--"

"Seriusan gue gak papa."

"Gue yang kenapa-napa," Evelyn memotongku tegas. Ia menarik nafasnya, meraih kedua tanganku lalu mengusap dengan lembut. "Udah ya diem aja nurut. Biar Pak Tio yang antar biar gue tenang. It's my wedding, lo harus nurut sama gue,"

Aku tersenyum. Mengangguk menurutinya. "Yaudah kalau gitu gue pa--"

"Sorry Ev tapi gue yang antar Dinanti pulang ke hotelnya," belum selesai aku berbicara pada Evelyn. Arga tiba-tiba saja datang, meraih pergelangan tanganku kemudian menarik diriku agar bergerak kesisinya.

Aku mendelik. Siapa juga yang sudi pulang dengan laki-laki macam dirinya?

"Gak. Gue gak mau." Aku menepis tangan Arga. Tapi sepertinya percuma, Arga ternyata lebih senang belagak tuli dan sesuka hati menarik ku keluar dari taman acara.

"Just follow me. Atau aku bakal gila kalau kamu gak mau denger penjelasanku malam ini."

Aku meneguk ludah getir. Entah apa lagi alasan yang akan Arga katakan. Semoga saja, aku tidak akan goyah.





♡♡♡







a/n :


eh vomentnya jangan lupa ya guys. biar authornya semungud.

Update 2 kali nih bayaran 2 hari gak update jugaaa










Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

116K 9K 47
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. ia tidak minus. seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. dia juga tidak punya kemampuan u...
588K 1.1K 5
Kumpulan Cerita Pendek, penuh gairah yang akan menemani kalian semua. 🔥🔥🔥
356K 20.6K 26
Story Kedua Neo Ka🐰 Duda Series Pertama By: Neo Ka Gayatri Mandanu itu ingin hidup simpel, tidak ingin terlalu dikekang oleh siapapun bahkan kadang...
40.4K 8K 15
COMING SOON...