MAYRA [XS-1 NEW VERSION]

Autorstwa Vinarosaa_

2.6M 183K 24.8K

[PART PRIVATE ACAK, FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Mayra itu antagonis, sangat terobsesi dengan pria berparas tampan... Wiฤ™cej

โ€ขPROLOGโ€ข
Mayra-01
Mayra-02
Mayra-03
Mayra-04
Mayra-05
Mayra-06
Mayra-07
Mayra-08
Mayra-09
Mayra-10
Mayra-11
Mayra-12
Mayra-13
Mayra-14
Mayra-15
Mayra-16
Mayra-17
Mayra-18
Mayra-19
Mayra-20
Mayra-21
Mayra-22
Mayra-23
Mayra-24
Mayra-25
Mayra-26
Mayra-27
Mayra-28
Mayra-Cast
Mayra-29
Mayra-30
Mayra-31
Mayra-32
Mayra-33
Mayra-34
Mayra-35
Mayra-37
Mayra-38
Mayra-39
Mayra-40
Mayra-41
Mayra-42
Mayra-43
Mayra-44
Mayra-ENDING
Mayra-EPILOG
Mayra-EXTRACHAPTER1
Mayra-EXTRACHAPTER2
SPIN-OFF & SEQUEL

Mayra-36

33.9K 3K 1.3K
Autorstwa Vinarosaa_

HOLLA READERS?

BUDAYAKAN VOTE SEBELUM MEMBACA. SELAIN ITU JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK KOMENTAR JUGA.

HAPPY READING.
—Mayra—

Seluruh siswa Allegraxa berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Mengingat ini sudah waktunya pulang sekolah. Tak terkecuali Mayra yang berjalan beriringan bersama teman-teman nya.

“Ra? Han? Let? Intan? Kalian pulang duluan gak apa-apa kan? Soalnya aku masih mau di perpustakaan, mau pinjam buku.” suara Violet menghentikan langkah mereka.

“Loh kenapa? Bukannya lo niat pulang bareng sama gue, karena kita kan searah.” kata Jihan.

Violet menggeleng singkat. “Mungkin besok aku pulang sama kamu.”

“Yaudah, kita pulang duluan.” putus Mayra langsung melanjutkan langkahnya.

Terlebih keempatnya kini berada dimobil yang sama. Mengingat semalam menginap dirumah Mayra. Tentu saja mobil mereka ditinggal begitu saja dirumah Mayra. Berangkat ramai-ramai lebih asik katanya.

“Hati-hati Han, nyetir nya.” peringat Letta yang sudah duduk manis, dikursi belakang bersama Intan.

“Iya emangnya gue, elo apa?” sungut Jihan.

“Gue itu kalau nyetir mobil pelan.” elak Letta.

“Iya pelan, saking pelannya kita bahkan sempat mau nerobos lampu merah gak sih?” timpal Intan.

Letta mendelik. “Lo itu sebenarnya di pihak siapa sih Tan? Tadi aja dikelas ngebelain gue mulu, sekarang berubah lagi. Dasar!”

Mayra memutar matanya jengah, mendengar perdebatan mereka. “Berisik tau gak?”

“Hubungan lo sama Nathan belum membaik Ra?” tanya Jihan sembari fokus menyetir.

“Belum, lagian gue yang minta untuk berjarak dulu. Lagi pu—Han Stop!” Belum sempat menyelesaikan perkataannya. Mayra berteriak meminta Jihan menghentikan mobilnya.

“Buset Ra, Jihan sampe ngerem mendadak!” kesal Letta.

Mayra tidak menggubris perkataan temannya. Dirinya memutuskan keluar dari mobilnya, saat melihat seseorang dipinggir halte. Seperti sedang menunggu angkutan umum.

“Tania? Lo belum pulang?” tanya Mayra pada wanita yang tak lain Tania.

Tania menggeleng. “Belum Ra, lagi nunggu angkot lewat nih. Ketinggalan angkot biasanya barusan.”

“Pulang bareng gue aja, kebetulan gue mau nganterin Intan dia kan searah sama lo.” kata Mayra. Tentu saja Tania yang mendengar itu sedikit heran.

“Ah enggak Ra, aku bisa nunggu angkot kok. Takut ngerepotin juga.” tolak Tania, melihat tatapan teman teman Mayra saja dirinya merasa tak berani.

Mayra berdecak. “Lo takut sama temen temen gue? Udah biarin aja, lagian pasti mereka mau kok. Ayo masuk ke mobil.”

Tania yang sudah ditarik oleh Mayra hanya mengikutinya saja. Bahkan dirinya duduk disamping Intan yang tersenyum tipis. Berbeda dengan Letta yang seperti biasa memasang wajah juteknya.

“Gue yang maksa dia ikut, lagian kita searah kan.” kata Mayra yang mengerti pikiran teman-teman nya.

“T-tapi aku mau berhenti di kafe depan, tempat ibu aku kerja Ra. Boleh kan?”

Mayra mengangguk. “Boleh kok, lebih deket kan malah.”

“Lo tumben gak pulang sama Devan? Biasanya kan jam segini dia nganterin lo.” Jihan bertanya sesekali melirik lewat kaca depannya.

“Devan hari ini latihan basket, kayaknya semua temennya juga ikut kok.” sahut Tania. Tania baru mengingat sesuatu saat mendengar masalah Devan waktu itu.

“Ra? Aku mau ngomong sesuatu boleh?”

“Ngomong aja, kalau privasi bisa kita berhenti di manapun lo mau.”

Tania menggeleng. “Enggak, aku cuma mau ngomongin masalah handphone Devan. Kemarin Devan marah marah ke aku, dia ngira aku ngapa-ngapain handphonenya. Boleh berhenti gak? Aku mau cerita sama kalian juga, menepi aja minimal.”

“Han.” Mayra meminta Jihan untuk menepikan mobilnya. Tentu saja Jihan langsung paham.

“Jadi gini—”

Flashback on—

Tania sejak tadi tiada henti bersama Devan. Mengingat Pria itu yang meminta nya agar tidak berjauhan.

“Aku titip handphone ke kamu, aku mau ke temen temen dulu. Kalau Mama yang telfon, diemin aja.”

Tania mengangguk paham. Selepas kepergian Devan. Tania memutuskan menghampiri Sinta yang berada di pinggir panggung. Sinta sangat asik dengan teman teman sekelasnya.

“Udah Ngebucinnya?” tanya Sinta mengingat sejak tadi sahabatnya bersama Devan.

“Sin, mau ikut aku ke toilet gak? Aku mau benerin riasan aku, berkeringat banget nih. Dilorong sebelum ke toilet, ada anak cowok IPA dua soalnya. Malu aku.”

“Duh Tan, gue lagi asik nih ngegosip sama temen temen. Lagian di toilet sepi tuh, gimana kalau lo sendiri aja kesana nya?”

Tania menghela nafasnya lelah. “Yaudah deh, aku sendirian aja kesana.”

Tania dengan langkah pelannya melangkah kearah toilet. Sesampainya didalam toilet, dirinya tidak melihat tempat penyimpanan tas. Terpaksa Tania menyimpannya diluar, didekat wastafel yang cukup luas. Lalu gadis itu, masuk kedalam salah satu bilik.

Setelah keluar, Tania sempat melupakan tasnya diluar. Bahkan, gadis itu melangkah terburu-buru kearah pintu. Baru beberapa langkah, suara seorang wanita yang memanggilnya menghentikan langkah nya.

“Tania? Ini tas kamu?”

Tania spontan membalikkan badannya, rupanya benar. Beruntung dirinya tak jauh dari toilet. Langsung saja menghampiri wanita yang ia kenal cukup berprestasi diatasnya.

“Astaga makasih ya, beruntung ada kamu.”

Flashback off—

“—setelah itu, aku bener bener gak ingat kalau Devan sempat menitipkan handphonenya. Memang ini kebiasaan Devan nitipin handphonenya di aku, tapi di hari itu aku benar benar lupa. Kalau seandainya Devan gak ngingetin kemarin, aku beneran lupa. Devan gak marah karena handphonenya hilang, tapi dia marah dan nuduh aku yang enggak enggak.”

“Cewek yang ngingetin tas lo ketinggalan siapa?” tanya Mayra dengan serius.

“Temen baru kalian, Violet.”

Dam!

“Anjing!”

“Bangsat!”

Tania tergelonjak kaget mendengar umpatan yang terdengar keras, dari Mayra dan ketiga temannya. “Astaghfirullah”

“Dugaan kita dari waktu itu bener!” Letta bahkan memukul kursi didepannya.

“T-tapi aku juga gak punya bukti kalau dia yang ambil. Atau memang mungkin aku ngejatuhin handphone Devan ditempat lain. Tapi untuk foto foto yang dimaksud Devan, bahkan aku gak tau foto apa itu, beneran bukan aku pelakunya.” lanjut Tania menatap mereka was-was.

“Udah lo tenang aja, gue juga gak pernah nuduh lo. Kita punya alasan tersendiri yang mengira memang dia pelakunya. Lo cukup tutup mulut untuk masalah ini, lo mau kan Tan?” Mayra menatap sungguh-sungguh kearah Tania.

Tania mengangguk. “Aku bisa Ra, aku juga gak tau masalah kalian apa. Tapi kalaupun kalian butuh bantuan aku, sebisa mungkin aku bantu.”

“Lanjut jalan Han, anterin Tania ke kafe tempat ibunya kerja.”

—Mayra—

Sorak riuh memenuhi lapangan basket. Sepuluh pria yang sejak tadi latihan, kini memutuskan untuk beristirahat. Siapa lagi mereka, jika bukan pemain utama basket sekolah dan teman temannya yang memang mau ikut latihan.

“Sumpah capek banget, skill kalian emang bukan maen!” Riko mengelap keringatnya, beralih menatap Nathan, Devan, Zega, Aska, dan Dion. Mereka menjabat pemain utama di club basket Allegraxa.

“Lama lama juga terbiasa, disini yang patut diacungi jempol si Nathan. Dia anak baru, tapi punya kemampuan tinggi.” ujar Aska.

“Loh kalian belum pulang?” semuanya menoleh kearah salah satu guru yang menghampiri mereka, Pak Bondan—salah satu guru olahraga yang eksis dan taat penilaian.

“Bapak sendiri gak pulang?” tanya balik Aska.

“Bapak ini baru mau pulang. Mending kalian pulang gih, entar Mak kalian nyariin.” usir Pak Bondan menatap kesepuluh anak didiknya.

“Yaelah Pak, kita latihan gini juga buat sekolah. Kenapa gak bapak aja yang pulang sana?” balas Riko.

“Ngusir kamu?” sungut Pak Bondan.

Zega menginjak kaki Riko. “Si bangsat, dia guru lo!”

“Dasar murid Jahannam kalian.”

Riko mendelik tak terima. “Bapak guru Jahannam Anda.” meniru gaya berbicara Pak Bondan.

Pak Bondan melotot. “Bisa gila bapak, ngadepin murid kurang ahlak seperti kalian.”

“Bisa gila kita, ngadepin guru kayak Pak— aduh Pak sakit!” Riko berteriak histeris saat Pak Bondan menginjak kakinya.

“Kamu ini ya benar-benar! Untung saya lagi mode baik, karena Bu Cinta belum pulang.” kata Pak Bondan.

“Yee! Pasti mau modus kan?” tuduh Aska.

“Dari Pada Bu Cin yang masih muda. Mending Bapak sama Bu Dayu deh, kan janda tuh Pak. Janda lebih menggoda loh Pak. Bapak kan Duda nih, cocok tuh.” Cerocos Riko.

Pak Bondan tampak berfikir. “Tapi saya naksir nya ke Bu Cinta gimana dong? Bu Dayu galak sih, gak ada yang berani deketin.”

“Galak galak gitu, kalau dirumah hello kitty loh pak.” celetuk Erdhan.

Pak Bondan berdecak. “Ah sudahlah, kalian ini sok tahu tentang percintaan Bapak. Bapak mau pulang dulu, awas kalian jangan Lama-lama disini. Banyak penunggunya!”

“Nakut nakutin tuh guru!” Riko berdecak kesal menatap kepergian Pak Bondan.

“Loh, Violet lo belum pulang?” semuanya menoleh kearah Aska yang melihat teman sekelasnya. Rupanya Violet yang melangkah mendekati mereka semua, dengan membawa kantung kresek hitam besar.

“Aku dari perpustakaan, habis pinjam buku. Kebetulan lihat kalian dari pintu, sekalian deh beliin minum buat kalian. Mau kan?” tawar Violet.

“Gak akan nolak kita!” seru Riko bersemangat.

Violet tersenyum lalu memberikan beberapa botol minum kepada mereka. Terakhir hanya Nathan yang tidak mengambilnya, aneh.

“Kamu gak mau Than?”

“Gak usah.” terdengar dingin sekali balasan dari Nathan.

“Dosa nolak rejeki Than, kapan lagi kan ada yang beliin minum gratis.” kata Aska secara tiba-tiba.

“Gue pulang duluan.” Bahkan Nathan memutuskan melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan semua teman temannya ditempat.

“Lo mau kemana Vi?” tanya Riko menatap Violet yang hendak pergi.

“Em, aku juga mau pulang. Dadah semuanya.” Violet langsung bergegas terburu-buru dari hadapan mereka.

“Sepemikiran gak? Selanjutnya dia pasti ngejar Nathan!” Perkataan Aska tentu saja membuat mereka sedikit paham.

Berbeda dengan Violet yang berusaha mempercepat langkahnya menyusul seseorang kearah Parkiran.

“Nathan? Aku mau ngomong sebentar, boleh?”

Nathan berniat tak menggubris, namun Violet berdiri tepat didepan motornya. “Satu menit.”

“K-kita kan terpilih ikut lomba Olimpiade. Aku juga sudah punya buku bukunya, apa gak sebaiknya belajar bareng?” cicit tanya Violet.

“Gak perlu!”

“K-kamu kenapa sih Than? Kayak gak suka banget sama aku. Temen temen yang lainnya biasa aja tuh. Cuma kamu yang bersikap dingin seperti ini. Aku buat salah apa sama kamu? Padahal aku cuma mau berteman sama kamu. Karena kamu orang baik yang pernah nolong aku.”

“Udah?” Nathan bertanya singkat, lalu Violet mengangguk. “Pertanyaan lo gak penting, dan minggir gue mau pulang.”

Violet nampak kecewa mendengar respon dari Nathan. Bahkan dirinya ditinggalkan begitu saja diparkiran yang cukup luas itu. Karena tak ingin berlama-lama ditempatnya, Violet langsung memutuskan pergi menghentikan taksi.

Tanpa Violet sadari ada beberapa orang yang tertawa melihat penolakan itu. Bahkan dari persembunyian nya, semuanya menertawakan nasib Violet.

“Ternyata dugaan gue semakin kuat ngelihat semua ini. Gak sia-sia, gue minta kalian untuk balik ke sekolah.”

“Violet, Violet, mau coba bermain-main sama mantan pemain huh?”

—Mayra—

Mayra memarkirkan mobilnya dihalaman parkiran rumahnya. Matanya menyipit melihat punggung tegap seorang wanita didepan pintu.

“Kayaknya ada tamu Ra.” Mayra menoleh kearah Letta yang berkata demikian.

Memang dirinya kali ini pulang malam bersama ketiga sahabatnya. Mereka menghabiskan waktunya di Mall untuk bersenang-senang. Bahkan pulang setelah magrib.

“Ayo kesana.”

Mayra langsung bergegas keluar dari mobilnya. Melangkah mendekati seseorang yang berada didepan pintu. Mengapa rasanya tidak asing sekali.

“Kak Lia?” Mayra terkejut melihat kehadiran Thalia. Begitupun Thalia yang kini tersenyum menatapnya.

“Ara? Kamu baru pulang dek?”

“Kakak sudah dari tadi.”

“Baru beberapa menit yang lalu. Kakak memang mau ketemu kamu.” kata Thalia.

Mayra beralih menatap ketiga temannya. “Kalian masuk aja ke kamar, ganti baju juga ambil aja dilemari. Gue mau ngobrol dulu sama kak Lia.”

Mereka semua mengangguk patuh, mulai masuk begitu saja kedalam rumah Mayra.

“Ayo masuk kak.”

Thalia menggeleng. “Ngomong di taman aja gimana? Kakak cuma sebentar juga kok.”

Mayra mengangguk setuju. Lalu melangkah bersamaan dengan Thalia kearah taman, disana juga memiliki tempat duduk panjang untuk bersantai.

“Kakak Apa kabar?” tanya Mayra. Walaupun terakhir mereka bertemu kemarin malam. Tetap saja kan, harus menanyakan kabar sekedar basa-basi.

“Kakak Baik, sangat baik malah. Tujuan kakak kesini cuma mau minta maaf, atas perkataan Mama dan Papa dimalam itu Ra. Kakak benar-benar merasa gak enak hati sama kamu.” ungkap Thalia.

Mayra terkekeh kecil. “Seharusnya Kakak gak perlu merasa seperti itu. Lagian aku gak masalah kok, bukan hal besar. Kakak kan tau, Ara anti baperan!”

“Tapi tetap saja Ra, perkataan mereka menurut kakak salah. Atas nama Papa dan Mama, kakak minta maaf.”

“Aku sudah maafin kok.”

“Hubungan kamu sama Nathan baik baik aja kan? Semua ini gak berdampak ke hubungan kalian kan?”

Mayra menggeleng tegas. “Enggak kok, cuma masalah kecil. Aku cuma minta untuk berjarak aja dulu. Kakak gak perlu khawatir.”

Thalia mengusap surai Mayra. “Kakak gak mau hubungan kalian kenapa-napa. Kakak gak pernah melihat Nathan se serius ini sama orang. Bahkan kamu orang pertama yang dia kenalkan sebagai kekasihnya. Masalah Mama dan Papa, kamu tenang aja.”

“Aku tau kak, aku sama Nathan saling mencintai. Jadi masalah kecil kayak gini, bukan hal sulit untuk kami lalui kan? Orangtua kakak juga butuh waktu memahami keadaan. Suatu saat nanti aku yakin banget, Tante Nalla dan Om Aaric sendiri yang akan menyatukan kami.” ucap yakin Mayra.

Thalia mengangguk dengan senyuman nya. “Kakak yakin juga, karena kakak maunya cuma kamu yang jadi adik ipar, kakak.”

Mayra tertawa kecil. “Kak Lia bisa aja, kalau gak jodoh gimana?”

“Tetep maunya kamu.”

—Mayra—

Mayra menggeliat dari tidurnya, saat merasa sempit sekali di tempat tidurnya. Dirinya baru mengingat, jika kasurnya sekarang menjadi penampungan ketiga sahabatnya.

Sudah dua hari mereka menginap di rumah nya. Mayra juga tidak mengerti, tumben sekali mereka seperti ini. Bahkan hanya karena ingin menemaninya, sepertinya mereka mengabaikan amukan dari orang tuanya masing-masing.

Tapi hal itu bukan masalah besar. Ayahnya bisa mengubungi ketiga orang tua sahabatnya, dan masalah pun beres.

Mayra tersenyum tipis melihat gaya tidur mereka yang bermacam-macam. Letta senantiasa memeluk bantal gulingnya. Jihan hanya memiringkan wajahnya, memang selalu kalem saat tidur. Berbeda dengan Intan yang memeluk Letta. Sungguh ajaib sekali tingkah sahabatnya itu.

“Lo udah bangun Ra?” Jihan bertanya sembari mendudukkan tubuhnya. Kesadaran nya belum sepenuhnya terkumpul.

“Barusan kok.”

“Mereka masih belum bangun? Perasaan mereka yang tidur paling awal.” heran Jihan menatap Letta dan Intan.

“Intan mungkin capek belajar. Kalau Letta kayak gak tau ke kerbau betina aja lo.” sahut Mayra.

“Let, Tan, bangun mau sekolah!” Jihan mengguncang tubuh keduanya. Benar benar asik dengan alam mimpinya.

“Eugh, apa sih?”

“Bangun mau sekolah!”

“Lima menit lagi.” Letta masih merasa ngantuk, namun ia merasa ada seseorang memeluknya.

“INTAN?! BANGUN GAK LO IW!!” Letta langsung beranjak, jujur dirinya merasa risih dipeluk dari belakang.

“Apaan sih let!” Intan mengusap matanya menatap kesal Letta. Bahkan ia nyaris jantungan.

“Ngapain lo peluk peluk gue anjirr? Kalau dipeluk Bright gue mau, kalau lo berasa lesbian!” kesal Letta.

Jihan dan Mayra hanya mampu tertawa melihat itu. Sungguh pemandangan yang indah dipagi hari.

“Kalian mandi gih, dikamar tamu ada  kamar mandi juga disana. Gue mau mandi dikamar Mommy, biar gak ngantri.” Mayra langsung bergegas keluar dari kamarnya meninggalkan mereka.

“Jangan lama-lama, bentar lagi sarapan bareng dibawah!” kata Mayra lagi sebelum akhirnya benar-benar pergi.

Mayra mengerutkan keningnya melihat ibunya didalam kamar, nampak fokus berbincang dengan handphone nya. Telfonan dengan siapa se pagi ini? Bahkan ayahnya yang sudah siap dengan jas kantornya hanya mengamatinya.

“Mom? Dad?”

Prangh!

“Astaghfirullah Ara! Mommy kaget loh!” Maya bahkan reflek menjatuhkan handphonenya kelantai, nyaris pecah.

“Kalian telfonan sama siapa sepagi ini?” tanya Mayra heran.

“Bukan siapa-siapa sweetie, rekan kantor kami. Kebetulan Mommy mu yang meng-handle proyek ini.” sanggah Arlan secara tiba-tiba.

Mayra masih merasa aneh, waktu lalu juga mereka melakukan hal yang sama. Memangnya sepenting itu? Sampai tidak bisa bicara di kantor?

“Kalian gak lagi bohongin Ara kan? Kenapa Ara ngerasa kalian menyembunyikan sesuatu?”

“Menyembunyikan apa memangnya?” tanya Maya dengan cepat.

Mayra mengedikkan bahunya acuh. “Gak tau, aku paling gak suka ngeliat kalian bohongin Ara. Awas aja ketahuan bohongin Ara. Ara gak akan maafin kalian pokoknya!”

“Ara numpang Mandi dikamar mandi sini. Dikamar lainnya ada tiga dugong lagi mandi.” Mayra langsung bergegas masuk kedalam kamar mandi orang tuanya.

Maya menatap cemas suaminya Arlan. “Bagaimana ini Mas?”

TBC.

—Mayra—

HOLLA READERS.

MAU LANJUT? SEPERTI BIASA GENAPKAN 2K+ BARU SETELAH ITU UPDATE. TIDAK MENERIMA KOMENTAR MEMAKSA. KALAU SUDAH TERPENUHI TARGET NYA PASTI LANGSUNG UPDATE. KALAUPUN MASIH ADA YANG MAKSA, MUNGKIN INI BAB TERAKHIR YANG DIBACA.

JANGAN LUPA BANTU SHARE JUGA YA, BIAR MAKIN BANYAK YANG BANTU GENAPIN TARGET.

SEE YOU.

Czytaj Dalej

To Teลผ Polubisz

Who Is This Autorstwa Aurel

Dla nastolatkรณw

1.6M 160K 44
Kedatangannya kembali ke indonesia bukan tanpa alasan. Pertemuan antara dirinya dengan Sagar juga bukan tanpa alasan. Semuanya telah di takdirkan. "...
2.7M 134K 50
"KI--KITA PUTUS!" "Apa? Lehernya pengen diputus?" Berawal dari taruhan iseng yang dibuatnya sendiri, Delta Aghata tidak sengaja mengetahui fakta bahw...
1.8K 289 55
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Jatuh cinta itu, seperti jatuh kedalam jurang yang dalam. Terjebak didalam lembah gelap tanpa penerangan. Tersesat dijalan...
5.7M 966K 62
"Tunggu, jadi gue satu-satunya cewek di kelas ini?" Singkatnya, Dara si anak emas sekolah akan menduduki kelas XII IPS 5, yang merupakan kelas yang p...