Virtualzone [COMPLETED]

By renaislaminrazizah

29.3K 3.2K 4K

[Hak Cipta dilindungi Allah] . Untuk yang selalu menunggu kabar melalui notifikasi Untuk yang sedang bertema... More

Trailer dan Visual
Virtualzone - Chapter 2
Virtualzone - Chapter 3
Virtualzone - Chapter 4
Virtualzone - Chapter 5
Virtualzone - Chapter 6
Virtualzone - Chapter 7
Virtualzone - Chapter 8
Virtualzone - Chapter 9
Virtualzone - Chapter 10 + Tailer Baru
Virtualzone - Chapter 11
Virtualzone - Chapter 12
Virtualzone - Chapter 13
Virtualzone - Chapter 14
Virtualzone - Chaper 15
Virtualzone - Chapter 16
Virtualzone - Chapter 17
Virtualzone - Chapter 18
Virtualzone - Chapter 19
Virtualzone - Chapter 20
Virtualzone - Chapter 21
Virtualzone - Chapter 22
Virtualzone - Chapter 23
Virtualzone - Chapter 24
Virtualzone - Chapter 25
Virtualzone - Chapter 26
Virtualzone - Chapter 27
Virtualzone - Chapter 28
Virtualzone - Chapter 29
Virtualzone - Chapter 30
Virtualzone - Chapter 31
Virtualzone - Chapter 32
Virtualzone - Chapter 33
Virtualzone - Chapter 34
Virtualzone - Chapter 35
Virtualzone - Chapter 36
Virtualzone - Chapter 37
Virtualzone - Chapter 38
Virtualzone- Chapter 39
Virtualzone - Chapter 40
Virtualzone - Chapter 41
Virtualzone - Chapter 42
Virtualzone - Chapter 43
Virtualzone - Chapter 44
Virtualzone - Chapter 45
EXTRA CHAPTER
BONUS CHAPTER
AU VIRTUALZONE

Virtualzone - Chapter 1

3.5K 236 508
By renaislaminrazizah

Selamat datang di chapter 1. Ada yang nungguin?

Aku tahu kalian readers yang bisa hargain karya seseorang, jadi jangan lupa klik bintang dan komen.

Oh iya, kalo ada typo langsung komen ya.

Langsung aja, enjoy 💜

Pergantian mata pelajaran kedua sudah berlalu sembilan puluh menit yang lalu. Selama itu pula mata Rayya menatap malas papan tulis yang tertulis banyak angka. Hari ini kelas mereka dimulai dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia dilanjutkan dengan Matematika. Hanya tinggal beberapa orang saja yang bener-bener memperhatikan penjelasan guru, yang lainnya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang mulai menunduk dengan jari yang menari-nari di atas layar handphone, menari-nari di halaman belakang buku tulis, saling berbisik membicarakan cogan, bahkan ada yang sudah pergi ke alam mimpi.

Empat puluh lima menit pertama mata dan otak Rayya masih segar dan bisa menyerap apa yang dijelaskan gurunya, tetapi kali ini kepalanya mulai mendidih dan cacing di perutnya mulai berdemo. Rayya menatap Raga yang masih fokus mencatat hal-hal yang dikiranya penting dari penerangan gurunya di depan, anak itu memang diberi otak yang tidak mudah bergejolak ketika menemukan soal-soal yang sulit. Lagi-lagi Rayya menghela napas, menunggu suara yang diidamkan semua siswa berbunyi.

"Pak!" seru Dika mengangkat satu tangannya..

"Iya Dika, ada apa?" tanya Pak Ergan.

"Istirahat masih lama, Pak?"

"Memangnya kamu habis ngapain mau istirahat? Nulis aja enggak."

"Kalo gitu, bapak aja yang istirahat. Duduk, Pak. Pasti bapak cape nyampein materi." Ucapan Dika hanya mendapat gelengan kecil dari Pak Ergan.

Dika, murid yang baru menginjakkan kaki di sekolah ini satu bulan yang lalu. Dia pindah dari sekolah lamanya karena ketahuan tawuran dengan siswa sekolah lain. Tipikal anak nakal dan tengil memang terlihat jelas dalam dirinya. Entah sekolah keberapa yang dia masuki kali ini. Jika kalian berpikir Dika pernah mendekati Rayya, itu benar sekali. Sayangnya jangan berharap mereka dekat kemudian pacaran seperti kisah cinta bad boy yang bertemu dengan cewek cuek atau semacamnya, karena bodyguard Rayya selalu merecoki Dika. Iya, siapa lagi jika bukan Raga.

Suara nyanyian yang ditunggu semua siswa akhirnya berbunyi, mereka membereskan buku tulis lalu berhamburan menuju kantin untuk memanjakan perutnya. Sebelum melenggang ke kantin, Rayya menghampiri Raga yang masih berkutat dengan soal yang diberikan oleh Pak Ergan.

"Aga," panggil Rayya.

Raga hanya menimpali dengan gumaman singkat. Rayya menghembuskan napas kasar. Selalu saja begitu.

"Enggak ke kantin?"

Raga menggeleng.

"Mau nitip sesuatu enggak?"

Raga menggeleng lagi.

"Berasa ngomong sama tembok gue. Nyesel temenan sama lo, Ga," racau Rayya.

Raga mengangkat wajahnya menatap Rayya. Sedangkan oknum yang ditatap memperlihatkan jajaran gigi putihnya.

"Canda nyesel. Kalo enggak ada lo, gue enggak punya google berjalan, enggak punya guru les gratis, enggak ada bodyguard, enggak ada ojek pribadi," ujar Rayya jujur dengan sedikit terpaksa, tetapi begitulah kenyatannya.

Raga mengusap rambut Rayya lembut, "Anak pintar," ucapnya singkat kemudian kembali mengerjakan soal matematika. Rayya beranjak meninggalkan Raga dan beberapa temannya yang masih berada di kelas, betah sekali mereka berada di ruangan 10 x 8 ini. Koridor sekolah tidak pernah sunyi, selalu hangat diisi oleh celotehan para siswa.

Jarak satu meter menuju kantin, sebuah rangkulan mendarat di pundaknya. Rayya menoleh dan mendapati Gita yang tersenyum kepadanya. Satu minggu mereka tidak bertemu karena Gita sakit dan tidak masuk sekolah. Gita adalah sahabat Rayya saat SMP tetapi mereka beda kelas saat SMA karena rumpun yang mereka ambil berbeda. Gita memilih IPS, dan Rayya memilih IPA. Mereka menuju kantin bersama dengan obrolan yang membuat mereka sesekali tertawa.

Mereka duduk di pojok kantin, karena hanya tempat itu yang kosong. Mungkin karena jauh dari jangkauan para penjual kantin jadi sering kali terabaikan.

"Eh, tumben pawang lo gak ngekorin," ujar Gita sambil melahap makanannya.

Rayya menggangkat bahunya acuh, "Lagi ngambis."

"Aneh ya, bisa-bisanya lo enggak ketularan ngambis."

"Gue aminin deh supaya bisa ngambis kayak dia."

"Lo tuh sebenernya cepet paham apa yang dijelasin, cuma ya penyakit malas lo udah mendarah daging, susah ilangnya."

"Perlu rukiah enggak ya gue?" raut wajah Rayya tiba-tiba serius.

"Coba aja, siapa tahu manjur," saran Gita, "Tapi gue bisa nebak apa yang bakalan di ucapin sama setannya."

"Apaan?" kepo Rayya.

Raut Gita berubah serius membuat Rayya semakin penasaran, "Saya betah di sini karena dia jomlo, biar saya yang temenin." Gita tertawa di akhir ucapannya.

"Yeeee, gue udah serius juga," raut wajah Rayya terlihat kesal mendengar jawaban Gita.

"Hahaha muka lo kocak kalo kayak barusan, sayangnya gak keburu gue rekam tadi." Gita masih tertawa mengingat ekpresi Rayya beberapa menit yang lalu.

TING!

Handphone Rayya berbunyi, satu notifikasi dari Raga.

(O)Raga(nteng)

Pesenin makanan, apa aja. Bawa ke kelas sekarang!

Rayya tidak membalasnya, ia langsung mengunci layar handphonenya. "Tadi ditanya mau titip, geleng. Sekarang minta dibawain makanan, dasar," oceh Rayya.

Gita mengangkat sebelah alisnya mendengar ocehan Rayya.

"Raga, minta dibawain makanan," ucap Rayya menjawab tatapan Gita. "Gue duluan ya, bye."

Rayya membeli satu porsi nasi goreng untuk Raga, tidak lupa satu botol air mineral. Sungguh menyebalkan, andai saja Raga mau menunggu sebenar, Rayya bisa menghabiskan makanan yang dia pesan tadi. Raga paling tidak suka menunggu, karena menurutnya itu hal yang membuang waktu. Melihat kedatangan Rayya, Raga menegakkan posisi duduknya. Mejanya sudah kosong, buku matematika yang tadi terbuka sudah tidak terlihat.

"Nih," Rayya menyimpan makanan itu di atas meja, "gue balik ke kantin ya. Kasihan Gita, makanan gue juga belum abis."

"Eh," Raga mencekal pergelangan tangan Rayya, "Sebentar lagi masuk, udah diem aja di sini. Gak usah ke kantin lagi," cegah Raga.

Rayya menatap jam dinding, 10 menit lagi bel akan kembali berbunyi. Rayya menuruti ucapan Raga. Dia duduk di depan Raga dan memperhatikannya yang sedang melahap nasi goreng pesanannya. Tiba-tiba Rayya teringat ucapan bundanya.

"Aga, pulang sekolah anterin ke toko buku dulu ya."

Melihat Raga yang hanya mengangguk dan mengacungkan ibu jarinya, Rayya pergi duduk ke bangkunya.


***

Sore ini matahari masih bersinar meskipun malu-malu. Hamparan langit biru dengan gumpalan awan putih menemani setiap orang yang masih beraktivitas. Hanya perlu 20 menit untuk sampai di toko buku dari sekolah. Kuda besi milik Raga terparkir rapi dengan kendaraan lainnya.

Baru satu langkah masuk ke dalam toko buku, wangi buku mulai menyeruak dalam penciuman. Wangi yang disukai oleh para pencinta buku, salah satunya book snifer. Book snifer adalah panggilan untuk orang yang suka menciumi aroma buku. Ada kesenangan tersendiri ketika dirinya menghirup aroma buku-buku tersebut. Baik aroma khas dari buku itu maupun aroma buku yang sudah usang.

Rayya mulai menjelajahi setiap rak buku. Jika berjalan di antara rak novel, ia merasa semua novel melambaikan tangan meminta untuk diadopsi. Kesenangan sekaligus kebingungan bertamu secara bersamaan setiap mengunjungi toko buku. Belarih dari rak novel ke rak buku-buku pelajaran dan mengambil buku soal-soal SBMPTN soshum dan saintek. Rayya mengambil keduanya karena dirinya masih tidak tahu akan memilih jurusan apa untuk kuliah. Melihat Rayya membawa dua buku tersebut Raga mengerutkan kening.

"Lo beli dua-duanya?"

Rayya mengangguk dan kembali menuju rak novel untuk mengadopsi novel yang sudah dia tandai sebelumnya.

"Lo mau minta diajarin materi IPS sama siapa? Walaupun gue jago di matematika, tapi akuntansi gue enggak ngerti," sombong Raga.

"Sama Gitalah, ya kali elo. Sesat yang ada," timpal Rayya tidak mau kalah. Dipelukannya sudah ada 4 buku. Dua novel dan dua buku SBMPTN. "Lo cuman beli itu doang?" ujar Rayya ketika melihat Raga hanya menenteng satu buku SBMPTN.

"Iya, ini doang cukup." Raga pergi menuju kasir terlebih dahulu meninggalkan Rayya.

Rayya memutar bola matanya kesal. Raga benar-benar menyebalkan, dia tidak menawarkan bantuan untuk membawa buku-buku ini. Akhirnya Rayya membuntuti Raga menuju kasir.

"Gimana enggak makin halu, bacaan lo novel, tontonan lo drama Korea."

"Suka-suka guelah, yang penting enggak ganggu elo."

"Gimana kalo halunya gue biayain?" tawar Raga.

Rayya mengangguk semringah mendengar tawaran Raga, kapan lagi dia bisa halu secara gratis tanpa biaya sepeserpun. "Boleh, boleh banget," jawab Rayya dengan semangat.

Raga tersenyum tipis, "Tapi boong," ujarnya lalu memasang wajah datar.

BUGH

"Aww," Raga mengaduh.

Buku-buku yang Rayya pegang dijadikan properti untuk meninju Raga sebelum menyimpannya di atas meja kasir, "Rasain," ketus Rayya.

Petugas kasir hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua. "Totalnya Rp. 540.000, Kak."

Rayya membuka dompet dan menghitung uangnya. Matanya membelalak ketika melihat isi dompetnya hanya empat lembar uang berwarna merah, dan dua lembar uang berwarna hijau. Rayya menatap Raga dengan raut memelas, malang sekali nasib anak ini.

"Agaaaa," bisik Rayya pelan.

Seolah mengerti, Raga menggeser tubuhnya. Dia memandang ke arah lain, pura-pura menyibukkan diri. Raga meringis karena Rayya mencubit pergelangan tangannya. Raga menatapnya sinis. "Kurang berapa?" tanya Raga.

"Jangan kenceng-kenceng ngomongnya, malu," bisik Rayya.

"Yaudah berapa?" Raga sengaja tidak menurunkan suaranya.

"Seratus ribu," ucap Rayya masih berbisik.

Raga memberikan dua lembar uang berwarna biru itu pada Rayya. "Makasih." Rayya menerima uang tersebut dan hanya dibalas gumaman oleh Raga.

Setelah keluar dari toko buku, Raga kembali memarkirkan motornya di sebuah rumah makan karena perutnya mulai bersuara. Bukan rumah makan mewah, tetapi rumah makan sederhana di tepi jalan.

"Ngapain sih ke sini?"

"Numpang mandi. Ya makanlah, Ray."

"Lo kan tahu, dompet gue kelaparan. Sekarang malah ngajak makan. Enggak laper gue."

"Oh gitu, tadinya mau gue traktir. Berhubung lo engg-"

"Mau kok mau," potong Rayya. Mendengar kata traktir telinganya cepat tanggap. "Baik banget bodyguard gue," puji Rayya.

"Gini aja, baru muji lo. Hari ini yang ada gue jadi majikan lo."

"Gapapalah, hari ini doang lo jadi majikan. Besok udah jadi bodyguard lagi, kan?" Rayya menaik turunkan sebelah alisnya. "Yuk masuk, yuk. Peliharaan gue minta makan nih," ucap Rayya sambil mengusap perutnya dan masuk ke dalam rumah makan duluan. Sebuah lampu menyala di sebelah kanan kepala Raga, bagaimana jika ia meninggalkan Rayya di sini.


***

Motor milik Raga berhenti di depan gerbang berwarna putih. Rumah Rayya tidak begitu megah, hanya saja bisa dibilang cukup luas. Ide cemerlang yang muncul tadi, ia urungkan karena Raga ingat pesan dari ayah Rayya untuk menjaga putrinya. Sebenernya tidak sulit, hanya saja Rayya yang seringkali menyulitkannya dengan berbagai tingkah, salah satunya seperti di toko buku tadi.

"Makasih, Aga." Rayya mengatakanya dengan tulus.

"Buat yang mana?"

Tak!

"Aww," ringis Rayya setelah menjitak helm yang dipakai Raga, sedangkan Raga hanya tertawa kecil melihat Rayya. "Buat traktiran sama pinjaman uangnya. Nanti gue ganti," terang Rayya sambil mengibas-ngibas tangannya yang masih kesakitan.

"Hmm," gumam Raga singkat.

"Ham hem ham hem doang, ngomong kek," kesal Rayya.

"Omongan lo seminggu yang lalu juga gitu."

"Yaelah, kan gue lupa."

Raga menyeringai jahil, "Mau gue tagih di dunia, apa di akhirat?"

"Ih, serem lo! Becandanya jangan bawa-bawa akhirat dong," panik Rayya, "yaudah, lo list aja utang gue, nanti gue bayarnya cicil, ya?"

"Enggak, gue becanda doang. Udah enggak usah, gapapa."

"Tapi nanti di akhirat lo jangan nagih gue ya?" Rayya parno sendiri dengan ucapan Raga yang membawa-bawa utang ke akhirat.

Raga tersenyum tipis dan mengangguk. "Gue balik ya, bye."

"Sekali lagi makasih. Hati-hati," ucap Rayya sebelum Raga meninggalkannya.

Raga melajukan motornya meninggalkan Rayya yang masih memperhatikannya. Setelah Raga hilang ditelan tikungan, Rayya membuka pagar rumahnya dan masuk ke dalam rumah. Melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Ayahnya pasti belum pulang, pikirnya.

Benar saja, setelah membuka pintu dan mengucapkan salam, Rayya hanya melihat Bunda duduk di ruang keluarga sedang berbincang dengan seseorang melalui handphone. Rayya mendekati bundanya dan melihat seorang perempuan yang muncul di layar handphone sang Bunda.

"Kenalin, ini temen bunda," ucap Bundanya menyadari kehadiran Rayya.

"Halo tante," sapa Rayya tersenyum ramah pada seseorang yang ada di layar handphone sang Bunda.

"Anak gue baru pulang, lanjut nanti ya," pamit Bunda kemudian mengakhiri face time tersebut.

Rayya mencium tangan Bunda lalu duduk di sampingnya. "Itu siapa, Bund? Kok aku enggak pernah lihat. Kayaknya bukan ibu-ibu komplek apalagi temen arisan Bunda."

"Itu temen virtual bunda."

"Virtual?" heran Rayya.

"Iya, dulu bunda punya banyak temen virtual, bahkan pacar. Tapi sekarang semenjak bunda pamit dari dunia virtual itu, kita masih berkomunikasi."

"Pacar? Pernah ketemu?" Rayya semakin penasaran.

Bunda hanya menggeleng. "Bunda enggak pernah ketemu, enggak tahu wajah dia kayak gimana, tapi bunda suka."

"Aneh. Kok bisa?" pikir Rayya. Namun dia penasaran, memangnya bisa mencintai seseorang tetapi tidak mengetahui bagaimana wujudnya. "Kalo sama pacar virtual bunda waktu itu, sekarang masih komunikasi?" tanya Rayya lagi.

Bunda kembali menggeleng. "Udah ah, kenapa malah bahas itu, nanti ketahuan ayahmu. Gih ganti baju," titah bundanya.

Rayya mengangguk kecil, "Iya, bentar."

Rayya masih mencerna ucapan Bundanya. Ia berniat mencari tahu apa yang dimaksud Bunda. Raya mengaktifkan data selulernya, tetapi tidak ada satupun notifikasi yang masuk.

"Tumben sepi. Ini emang enggak ada yang chat gue, apa kuota gue abis?" tanyanya pada diri sendiri. Rayya mencoba menghubungkan wifi rumah, sayangnya tidak bisa terhubung.

"BUNDA, WIFI KOK ENGGAK NYAMBUNG?" teriak Rayya karena tidak mendapati Bunda di sekitarnya.

"KARENA BEDA PERASAAN," jawab Bunda di dapur.

Rayya termangu beberapa detik mendengar jawaban Bunda. Ada-ada saja Bundanya ini. "SERIUS DONG BUNDA."

"WIFI LAGI RUSAK, BELUM DI BENERIN."

Artinya, malam ini dia tidak bisa mensyukuri ciptaan Tuhan yang luar biasa karena Rayya lupa mendownload episode drama Korea yang belum ia tonton.

Ngomong-ngomong gimana part satunya? Tulis testimoni atau krisar di sini ya wkwk

Sampai ketemu di part 2, papay

20 Februari 2021

Continue Reading

You'll Also Like

1.3K 481 35
"Kau adalah alasan aku masih bertahan hidup sampai sekarang. Jadi kumohon jangan pernah pergi dari hidupku, jantung hatiku." Bagi Kebanyakan orang ke...
1.7M 123K 48
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
32.9K 3.3K 59
Summary? Go check to the history ~ PROSES REVISI ~
251K 13.5K 60
Pilih mana antara orang yang sempurna dimatamu tapi tak bisa memberikan kesempurnaan di hidupmu atau orang yang dari awal sudah kamu cap buruk tapi m...