DARENZA [END]

By __akusa

13.2K 2.9K 754

*DARENZA RIGO - SAVIZA EVELYN* "Vi tatap mata gue!" titah Darenza karena sedari tadi Vi terus menunduk. "Apa... More

satu. (DARENZA)
dua. (DARENZA)
tiga. (DARENZA)
empat. (DARENZA)
lima. (DARENZA)
CAST
enam. (DARENZA)
delapan. (DARENZA)
sembilan. (DARENZA)
sepuluh. (DARENZA)
sebelas. (DARENZA)
dua belas. (DARENZA)
tiga belas. (DARENZA)
empat belas. (DARENZA)
lima belas. (DARENZA)
enam belas. (DARENZA)
tujuh belas. (DARENZA)
delapan belas. (DARENZA)
sembilan belas. (DARENZA)
dua puluh. (DARENZA)
dua puluh satu. (DARENZA)
dua puluh dua. (DARENZA)
dua puluh tiga. (DARENZA)
dua puluh empat. (DARENZA)
dua puluh lima. (DARENZA)
dua puluh enam. (DARENZA)
dua puluh tujuh. (DARENZA)
dua puluh delapan. (DARENZA)
dua puluh sembilan. (DARENZA)
tiga puluh. (DARENZA)
tiga puluh satu. (DARENZA)
tiga puluh dua. (DARENZA)
tiga puluh tiga. (DARENZA)
tiga puluh empat. (DARENZA)
tiga puluh lima. (DARENZA)
tiga puluh enam. (DARENZA)
tiga puluh tujuh. (DARENZA)
tiga puluh delapan. (DARENZA)
tiga puluh sembilan. (DARENZA)
empat puluh. (DARENZA)
empat puluh satu. (DARENZA)
empat puluh dua. (DARENZA)
empat puluh tiga. (DARENZA)
empat puluh empat. (DARENZA)
empat puluh lima. (DARENZA)
empat puluh enam. (DARENZA)
empat puluh tujuh. (DARENZA)
empat puluh delapan. (DARENZA)
empat puluh sembilan. (DARENZA)
lima puluh. (DARENZA)
lima puluh satu. (DARENZA)
lima puluh dua. (DARENZA)
lima puluh tiga. (DARENZA)
lima puluh empat. (DARENZA)
lima puluh lima. (DARENZA)
lima puluh enam. (DARENZA)
lima puluh tujuh. (DARENZA)
lima puluh delapan. (DARENZA)
lima puluh sembilan. (DARENZA)
enam puluh. (END DARENZA)
EXTRA PART

tujuh. (DARENZA)

376 126 29
By __akusa

Pagi hari, burung berkicau sangat merdu bersama hembusan angin yang menambah suasana pagi menjadi sejuk.

Di sebuah rumah megah berlantai 2 sedang menikmati pagi hebohnya. Sebenarnya kejadian ini tak asing lagi bagi seisi rumah, hampir setiap pagi ada saja kehebohannya.

"Ma, sepatu Darenza kemana yaa?" teriaknya dari lantai 2.

Nyonya rumah yang dipanggil mama itu ikut berteriak dari lantai dasar. "Coba kamu cari yang bener, Dar. Mama lagi repot masak nih nanti gosong,"

"Udah dicari tapi gak adaaa. Mama bantuin cariin, masakannya tinggal aja kan ada Bi Nani,"

"Aduh! Iyaa sebentar sayang!" ujar Chalya(mama Darenza).

"Mama buruan Darenza nanti telat, Adit udah nungguin di depan!" teriak Darenza lagi.

"Belom ada 5 menit, udah teriak lagi!"
"Bi Nani tolong lanjutkan masaknya yaa, saya harus melayani baby besar saya dulu." ujar Chalya sambil melepas celemeknya.

Bi Nani hanya bisa terkekeh geli mendengarnya. "Siap Nyonya!"

"Maaa cepetan!"

"Iya-iya ini mama naik!"

Sampai di atas, "Sekarang mau sekolah kelabakan, dari kemaren aturan siapin Darenza!" Chalya menjewer telinga anak badungnya itu.

"Aduh mama sakit!" Darenza meringis menahan perih. "Lagian Darenza udah cari bener-bener kok, sepatunya aja gak ada!"

"Kamu mangkanya kalo pulang sekolah tuh taro sepatu ya di rak sepatu jangan asal naro, seragam juga diganti dulu, naro tas juga yang bener! Jadi kewalahan kan sekarang?" Chalya melepas jewerannya. "Awas kalo mama cari sampai ada dikamar kamu, tak gantung nanti."

Tak sampai 10 menit, Chalya pun keluar dari kamar Darenza sambil menenteng sepasang sepatu sekolah. "Ini apa Darenza!?"

"Ya ampun ketemu! Mama pinter banget," Darenza mencium sekilas pipi Chalya lalu langsung merebut sepatunya dan memakainya.

"Darenza be--"

"Kamu bisa gak sih tiap pagi gitu gak bikin mama pusing? Ada aja kelakuan heboh kamu tuh,"

Darenza terkikik, "Hehe, keknya gak bisa ma, gak heboh gak nikmat!"

"Ada-ada aja!"

"Yaudah ma, Darenza bera--"

Lagi-lagi ucapan Darenza terpotong oleh pertanyaan Chalya. "Semalam kamu keluar yaa, main?"

"Hah?"

"Mama semalam sempet ke kamar kamu tapi manusianya gak ada di dalem,"

"Darenza pergi," ucapnya santai.

"Tapi kata Bi Nani kamu ada di rumah?" Chalya mengerutkan dahinya.

"Walaupun raganya pergi tapi hatinya tetap ada dirumah." dengan gerakan cepat Darenza mencium kening Chalya dan menyalaminya.

"Sarapan dulu!" perintah Chalya.

"Nggak ma. Darenza buru-buru."
"Yaudah, see you later, ma. Darenza berangkat! Mama juga buruan berangkat ngajar, take care!" ucapnya sekalian ngibrit menuruni anak tangga.

Jadi, Chalya adalah seorang guru PNS disalah satu sekolah ternama di kota ini.

"Cepat jalankan mobilnya, Dit." Darenza langsung menerobos masuk ke dalam mobil dan duduk disamping pengemudi.

"Abis maraton? Ngos-ngosan gitu," tanya Adit sambil melajukan mobilnya perlahan.

Darenza asal mengangguk saja. Ia masih mencoba mengatur napasnya yang tersenggal akibat berlari dari lantai 2 sampai ke depan gerbang.

"Yah, macet Dar." tiba-tiba ditengah perjalanan Adit berkata demikian.

"Telat ikut yasinan si iya ini tapi masuk kelas mah masih bisa, selaw." kata Darenza diakhiri dengan kekehan. Membuat Adit ikut terkekeh geli.

🔥🔥🔥

Darenza sedang menunggu Adit yang tengah memarkir mobil di gang samping sekolah karena pintu gerbang utama SMA Grana sudah ditutup rapat oleh Pak kumis(satpam SMA Grana).

Sambil menunggu, Darenza membakar ujung rokok dengan pemantiknya. Ia mengisap dalam rokoknya, seolah itu adalah oksigen lalu mendongak dan mengembuskan asap rokok itu cukup banyak dari mulutnya. Tak sampai disitu, ia juga mengeluarkan asapnya dari hidung dan memainkan asap yang keluar dari mulutnya untuk membentuk bulatan-bulatan.

"Lama batt si curut, markir mobil di Afganistan kali!?" monolog Darenza.

Sebelum ingin mengeluarkan ponsel dari saku celana, Darenza jadi menghentikan aksinya saat mendapati 2 manusia yang seolah datang untuk menghampirinya.

"Wes... Jagoan kita ternyata bisa terlambat juga? Suatu kehormatan bagi saya didatangi seorang adu tinju, Saviza Evelyn." rokoknya masih terselip di sela-sela jarinya lalu Darenza memegang dadanya dan sedikit membungkuk hormat.

"Berisik lo! Mau gue bogem!?" Vi sudah mengarahkan kepalan tangannya ke arah Darenza.

"Ehem, keliatannya cowok lo baik-baik ya Vi tapi masa ngajarin yang gak bener ke ceweknya. Sekarang terlambat, besok-besok apa? Diajarin bolos?" dengan gaya santainya Darenza berkata sambil mengisap rokoknya kembali.

"Bajingan! Ngomong sekali lagi lo!?" Afnan yang bersama Vi merasa tersindir karena disini tak ada siapapun lagi selain mereka bertiga.

"Gak punya kuping ya? Ups... I'm sorry." Darenza masih tenang mengisap rokoknya.

"Udah Nad! Orang gila kek dia diladenin, sama gilanya entar lo kek dia," ujar Vi sarkas.

Darenza merasa geram dengan ucapan Vi barusan. Ia membuang puntung rokoknya ke aspal lalu menginjaknya.

Perlahan tapi pasti ia mendekati Vi dan memojokkannya. "Lo diem! Berani maju selangkah, cewek lo bakal abis sekarang juga." Afnan jadi menghentikan langkah kakinya, ia bimbang.

Sebenernya Afnan sama sekali gak takut dengan Darenza tapi apapun yang menyangkut Vi dan melukainya, Afnan lemah tak berdaya.

"Balik badan!"

"Hah?"

Vi masih berada dalam kungkungan lengan kokoh Darenza, ia terus memberontak tapi Darenza menahannya dengan sangat kuat. "Budek? Gua bilang balik badan!"

"Mau ngap--"

"Balik badan sekarang atau Vi kehabisan napas!?"

"Shit!" gumam Afnan. "Oke, tapi jangan macem-macem lo! Berani nyakitin sedikit aja, lo bakal gua bunuh sekarang juga!" setelah itu Afnan membalikkan badannya.

"Telinga lo sumpel juga make earpods." Darenza memastikan Afnan benar-benar melakukan perintahnya. Setelah itu, ia kembali fokus ke cewek yang ada dihadapannya.

"Vi tatap mata gue!" titah Darenza karena sedari tadi Vi terus menunduk.

"Apa?!" Vi menatap nyalang kedua bola mata coklat milik Darenza yang terkena sinar matahari pagi.

"Vi dengerin! Gua bukan monster, bukan psikopat, apalagi pembunuh berantai. Jadi, stop menghindar dan menjauhi gue!"

"Sebelum lo mencintai seseorang, cintai dulu diri lo sendiri! Kehidupan lo aja berantakan Darenza! Apa bisa lo menjamin pasangan lo bahagia?"

Bagai tersengat listrik, Darenza diam membatu. Ucapan Vi barusan sangat menikam relung hatinya.

Darenza menunduk lemah, ia bingung sekarang harus apa?

"Bagaimana kalo kita berteman?" Darenza kembali menatap wajah Vi.

Raut muka Vi yang dari tadi terlihat kesal perlahan mulai menunjukkan biasa saja. Ia sibuk mempertimbangkan baik dan buruk ajakan Darenza.

"Udah 2 tahun berlalu tapi hubungan gua sama dia gak pernah baik," saatnya batin Vi berperang.

"Gak ada salahnya bukan mencoba berteman?"

"Iya gak salah! Ta-tapi dia bahaya. Kehidupannya yang ribet apa gak bakal berimbas ke gue? Kehidupan gua aja gak beda jauh sama dia."

"Tapi sepertinya kita bisa saling menguatkan satu sama lain nanti dan soal dia yang sangat bahaya itu... Ayolah Vi, sepertinya tidak akan berimbas banyak pada dirinya."

"Oke, kita berteman!" ucap Vi mantap.

Tanpa aba-aba Darenza langsung memeluk erat tubuh Vi. "Makasih Vi," ucapnya tulus.

"I-iya," dengan gerakan kaku Vi membalas pelukan Darenza dan mengusap punggungnya.

Darenza lalu melepaskan pelukannya.

"Tapi inget! Gue udah punya tambatan hati, Afnan Nadir kekasih gue! Jadi lo harus bersikap sewajarnya ke gue, ngerti?"

"Iya Vi ngerti." Darenza terkekeh dan mengusap gemas pucuk kepala Vi.

Serrr...

Ada desiran aneh yang Vi rasakan, hatinya menghangat? "Apa-apaan si ini gue, gak boleh gitu ya Vi!" ucap Vi dalam hati.

Untuk meminimalisir gugupnya, Vi meninggalkan Darenza dan menghampiri Afnan.

Tak selang dari itu, seorang laki-laki datang.

Vi yang tadi sempat berbincang dengan Afnan terputus karena kedatangan manusia itu.

"Eh, Raditya!" Vi refleks menyelipkan anak-anak rambutnya ke belakang telinga dan tersenyum manis menatapnya.

Darenza yang memperhatikan jadi mengernyit bingung. "Idih, pacar lo kurang ajar banget Nan! Masa di depan cowoknya genitin cowok laen!"

Vi langsung membantah, "Gak! Gak gitu kok Nad. Raditya tuh yang kemaren gua ceritain. Dia anak IPS 2."

Afnan yang kikuk akhirnya cuma bisa mengulurkan tangan. "Afnan."

"Raditya, salam kenal bro." ucapnya membalas jabat tangan Afnan.

"Kalo ada acara kanlid dateng lah bro, biar akrab kita."

"Siap!"

"Ayo deh masuk! Udah kelamaan kita disini," ujar Vi.

"Kita? Lo aja!" seketika tanpa aba-aba Darenza, Raditya, dan Afnan berkata bersamaan.

"Dih kok nyerang Vi!?" mengerucutkan bibirnya adalah andalan Vi.

🔥🔥🔥

Darenza POV

Sekarang gua dan Vi sedang berada di perpustakaan sekolah. Tadi saat melewati lorong kelas dengan mengendap-endap, Pak Erlon(guru bk) melihatnya dan terjadilah hukuman ini. Gua dan Vi disuruh membersihkan perpustakaan hingga bersih.

"Tuh guru udah tua, pake kacamata trus rambut botak ditengah, masih aja nyusahin." celetuk gue menahan kesal.

"Iya bener! Udah gak masuk akal banget, masa kita ditempatin berdua karena lo anak IPA yang notabene anak unggulan tapi gak bisa ngasih contoh baik ke anak jurusan laen trus gua karena cewek sendiri tadi dari 4 cowok yang ada," sungut Vi berapi-api.

"Kasian juga Nad, Raditya, sama anak Bahasa tadi si...?"

"Lucky?"

"Iya! Masa suruh bersihin seluruh toilet cowok disekolah ini si!? Belgi(belajar gila) tuh orang!"

"Siapa? Pak Erlon?" gua mengernyit bingung.

"Menurut lo!? Siapa lagi?"

"Kirain lo yang belgi,"

Vi langsung mengamuk dan memukul brutal pundak gue.

"Vi udah! Ntar kerja kita lebih lama lagi!" peringat gua untuk Vi berhenti memukul.

"Fine! Lo kerjain bagian depan, gue belakang." titah Vi.

Gue cuma cengengesan mendengar perintah Vi.

"Males, gak ada penjaganya juga. Santai aja lah Vi," dengan santainya gua mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana dan mengambil satu batang rokok lalu membakar ujung rokok itu.

"Elo tadi yang nyuruh cepet-cepet yaa njing trus sekarang apa-apaan nih!?" Vi mengambil bungkus rokok gua. Dan gua hanya acuh melihatnya. "Mana ada gua bilang suruh cepet-cepet kan tadi gua cuma bilang ntar kerja kita lebih lama lagi."

"Ih resek lo, udah ah cepet kerjain!" Vi langsung pergi meninggalkan gue yang masih duduk santai sambil mengisap rokok.

Dari jarak jauh, gua trus memperhatikan cara kerja Vi mulai dari mengelap rak dan beberapa buku, menyapu, meniup debu dan lain-lain.

"Vi duduk dulu lah, santai aja kali,"

Vi langsung memberikan tatapan tajamnya. Gua terkekeh sambil menghampiri Vi, tak merasa terintimidasi sama sekali oleh tatapan itu.

"Vi liat!" gua mengeluarkan bulatan asap dari mulut berulang kali. "Keren gak?"

"Buang rokoknya Darenza! Bantuin gue," ujar Vi sambil mengelap keringatnya. Karena AC di perpus ini sedang rusak.

Gua yang melihat Vi mengelap keringatnya jadi berasumsi Vi kelelahan. Segera gua menjatuhkan rokok ke lantai lalu menginjaknya.

"Mana yang bisa saya bantu Nyonya?"

"Ck, terusin ngelap aja nih biar gua yang nyapu."

Gua mengangguk paham.

Hampir 30 menit gua sibuk mengelap rak, jendela, meja dan juga merapihkan kursi-kursi.

Tapi tiba-tiba dari ujung ruangan Vi berteriak sangat nyaring, gua panik dan langsung berlari ke arahnya.

"Vi, lo kenapa?" gua menatap tak mengerti Vi yang sedang jongkok sambil memeluk sapu.

Perlahan Vi mendongak dan menatap kuyu tepat di manik mata gue. "Ada cicak,"

Tak bisa mengelak, gue tertawa terbahak-bahak. Bahkan saking ngakaknya.. gue sampai memegangi perut yang mulai kram. "Bisa-bisanya nih anak natap gua sayu gitu cuma karena cicak! Astaga, untung sayang!" ucap gua dalam hati.

"Darenza udahan ketawanya!" Vi melempar sapunya lalu menutupi wajah dengan kedua telapak tangannya.

Gue paham, Vi sedang malu sekarang. Karena tak wajar aja walaupun kita sekarang berteman tapi kan hubungan kita tak pernah membaik sebelumnya jadi pasti untuk mengatakan seperti tadi Vi sangat malu.

"Udahan Vi," gua mengambil cicak itu menggunakan pensil yang entah punya siapa berada di rak buku.

"Ih, Darenza buang!" suara Vi terdengar merengek di telinga gue. Dan dengan jailnya gue malah menyodorkan cicak itu ke hadapan Vi.

"Ahkhhh Darenza!" Vi hampir menangis, gue yang gak tega akhirnya cepat membuang cicak itu ke tong sampah.

"Awas lu!" Vi menatap marah dan menyenggol sebelah bahu gua saat dia melewatinya.

"Kan gua cuma bercanda, kok dia marah?"

Tak disangka Vi pergi untuk mengambil sesuatu di pengki yang sampahnya belum dia buang ke tong sampah.

"Darenza liat, aku punya sesuatu!"

Gua membalik badan dan setelah melihatnya, gue refleks melangkah mundur. "Kecoa!? Jorok!"

"Biarin, nih rasain!" Vi perlahan bergerak maju. Gue yang panik Vi maju jadi berlari untuk menghindari.

"Hahaha, Darenza jangan lari!"

"Vi gak lucu sumpah! Udah Vi!" gua berteriak sambil berlari tak tentu arah dan sesekali menengok ke belakang.

10 menit bermain kejar-kejaran, Vi akhirnya mengaku kalah berlari dan dirasa aman.. gue mendekati Vi. Tapi ternyata Vi licik, dia segera melemparkan kecoa itu ke badan gua. "Fuck!" jerit gua tertahan.

"Hahahaha, rasain lo! Berani maen-maen si sama gua, kena kan akibatnya!" ujar Vi menantang.

Setelah berhasil menghempas kecoa itu, gua berjalan menghampiri Vi sambil menatap tajam dia yang terus tertawa.

"Jorok!" gua menarik pelan rambut Vi.

"Aduh," ringis Vi masih dengan tawanya. "Gua inget banget dulu SMP lo sok-sok gak takut kecoa dan lebih parahnya sok ngejailin orang pake kecoa padahal aslinya jijik, aduh gak bisa inget lagi gua, ngakak! Dan jorok...? Why? Emang lo jijik aja kan!?"

"Lo megang kecoa make tangan langsung sedangkan gua tadi megang cicak pake alat bantu pensil!"

Vi kembali tertawa ngakak.

****

I HOPE YOU CAN ENJOY MY STORY!🌈❤

DON'T FORGET TO VOTE, COMMENT, AND SHARE!!💙💙

Continue Reading

You'll Also Like

174K 20.6K 56
Argala Ravendra, seorang cowok dengan pesona selangit, alis tebal dengan mata tajam bernetra hijau, bibir penuh berwarna pink alami, hidung mancung d...
5.1M 217K 52
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
11.2K 277 57
"Gue percaya Mujizat. Dan lo Mujizat gue yang pertama" Siapa sangka dirinya bisa jatuh cinta dengan wanita yang bukan tipenya. Kabar tentang hubungan...
310K 15.9K 24
[HARUS FOLLOW DULU BARU BACA!!] Atarick Madhyapada namanya. Ketua geng Gester di SMA Salakanagara. Cowok dingin, ketus, bermata tajam, dan mematikan...