Heroes - BnHA Fanfict (Comple...

By slayernominee

63.5K 7.6K 607

Midoriya tidak menyesali dirinya yang merupakan seorang quirkless. Penyesalan seumur hidupnya justru terletak... More

Prolog
•1•
•2•
•3•
•4•
•5•
•6•
•7•
•8•
•9•
•10•
•11•
•12•
•13•
•14•
•15•
•16•
•17•
•18•
•19•
•20•
•21•
•22•
•23•
•24•
•25•
•26•
•27•
•28•
•29•
•30•
•31•
•32•
•33•
•34•
•35•
•36•
•37•
•38•
--Second Route--
**Vote Room**
•••••
-New VillainDeku-

--First Route--

1.6K 156 38
By slayernominee

.
.
.
.
.

Simi yang terluka memeluk Midoriya yang sudah tak sadarkan diri. Shigaraki tergeletak dua meter dari mereka dengan sebuah pisau kecil menusuk perutnya.

Shinsou yang berada paling dekat dengan mereka langsung berlari menghampiri Simi dan Midoriya.

Aizawa dan Mic berlari memeriksa Shigaraki untuk berjaga-jaga jika saja villain itu masih sadar dan kembali mengacau.

Shinsou bersimpuh dan kebingungan dengan apa yang harus dia lakukan. Pandangannya sudah begitu panik.

Simi yang gemetar karena menangis mengangkat wajahnya.

"Shinsou-kun..."

"A, apa... yang terjadi-"

"Deku!"

Bakugou tiba dan segera melihat Midoriya dalam keadaan buruk. Dia menatap Simi, menuntut jawaban.

"Kau, apa yang terjadi padanya? Jawab! "

"Bakugou, jangan meneriakinya! " seru Shinsou yang tahu jika Simi juga terguncang. Dia juga masih panik, namun pikirannya tidak sekalut Bakugou yang tidak memedulikan hal lain.

Hero lain datang. Midnight sensei mendatangi mereka dan memeriksa Midoriya juga Simi.

"Berhenti bertengkar, dia perlu segera dirawat." Midnight meminta bantuan hero lain untuk segera membawa Midoriya dengan cepat.

Ectoplasm memapahnya dan segera berlari ke ruang perawatan. Midnight membantu Simi berdiri dan membawanya ke ruang perawatan dengan lebih hati-hati karena lukanya tidak separah Midoriya.

Bakugou dan Shinsou sudah ikut berlari bersama Ectoplasm meski mereka tertinggal di belakang karena hero itu lebih cepat.

Todoroki juga segera menyusul setelah Cementoss mengambil alih pengamanan pada penyusup yang dia bekukan.

Aizawa dan Mic menghubungi polisi untuk segera datang dan mengurus Shigaraki serta Kurogiri yang berhasil diamankan.

Aizawa ingin tahu apa yang terjadi selama penyusup itu membuat mereka buta akan banyak hal.

.
.
.
.
.

Midoriya menerjang Shigaraki dengan pisau terakhir yang dia miliki.

Gerakan liarnya berhasil membentuk luka sayat dalam di lengan kanan Shigaraki sebelum villain itu berhasil mundur.

Tak berhenti lama, Midoriya segera kembali menyerang. Dia terus menekan Shigaraki mundur dengan gerakan kuat dan membabi buta.

"Cih, dia kembali punya kekuatan. Menyusahkan. " pikir Shigaraki.

Tak ingin kalah hanya karena kekuatan Midoriya yang muncul untuk sementara itu, Shigaraki pun mengerahkan kemampuannya.

Dia berhasil menghindar dan menepis banyak serangan. Sesekali dia mampu menyentuh Midoriya dengan kelima jarinya meski hanya beberapa saat.

Untuk saat ini Midoriya sulit untuk dia jatuhkan, maka dari itu Shigaraki berpikir untuk terus menambah luka-luka di tubuh gadis itu. Sehingga saat Midoriya sudah benar-benar kehabisan energi, dia tidak akan bisa bertahan dengan kondisi buruknya.

"Matilah perlahan, kalau itu memang maumu. "

Ditengah rencananya, Shigaraki juga sadar akan apa yang terus menerus dia terima.

Midoriya menargetkan untuk memberi luka dalam padanya. Meski hanya berhasil kena sesekali, namun setiap luka yang bertambah akan membuatnya dalam bahaya.

Kehabisan darah, itu yang akan terjadi padanya. Midoriya juga merencanakan hal yang sama.

"Memilih mati bersama, huh? Kalau begitu, kita lihat siapa yang lebih dulu kalah. "

Shigaraki menyeringai, dia sudah tak peduli lagi akan masa depan Villain League. Dia tengah bersenang-senang sekarang. Meski itu mempertaruhkan nyawanya, dia benar-benar tak peduli.

Shigaraki hanyut dalam atmosfer pertarungan yang beringas itu. Dia melupakan segalanya dan memfokuskan semua kekuatannya untuk mengalahkan Midoriya.

Hingga pada tetes kekuatan terakhir Midoriya,

Stab!

Dia menghujamkan pisaunya ke perut Shigaraki.

Midoriya kemudian tumbang, tubuhnya jatuh lemas ke tanah. Simi segera berlari mendatanginya.

"A, amaya? Amaya! " dia memanggil-manggil Midoriya yang sudah tak sadarkan diri dengan tangannya yang gemetar memegang sesuatu.

Simi memiliki quirk. Tapi karena dia tidak punya ambisi untuk mengembangkannya, dia memilih untuk memasuki jurusan umum.

Menciptakan purwarupa sebuah benda yang pernah dia sentuh dengan kegunaan yang mirip dengan aslinya.

Begitu Midoriya bangkit untuk menghadapi Shigaraki sekali lagi, Simi terpikir sebuah hal dalam kondisi yang genting.

Karena dia tak pernah melatihnya, Simi sempat kesulitan melakukannya, namun dia berjuang keras.

Dia berusaha menciptakan purwarupa ponselnya yang dia tinggalkan pada loker kelas.

Dengan segenap tenaga, Simi mati-matian berkonsentrasi dengan sesekali dia menoleh khawatir pada Midoriya.

Hingga akhirnya dia berhasil menciptakan purwarupa ponselnya dengan baik. Selama ini dia tidak pernah bisa membuat sebaik itu, karena kondisi genting dan tekad besarnya, kali ini dia berhasil.

Namun saat itu Midoriya tumbang dan Simi bangkit berlari menghampirinya.

Tangannya gemetar memegang ponsel tiruan, dia harus segera membuat panggilan, jika tidak ponselnya akan hancur menjadi debu. Karena quirknya yang tidak terlatih, dia tidak bisa mempertahankan tiruan bendanya lebih lama dari satu menit.

Saat itu Aizawa, Bakugou, Shinsou dan juga Todoroki datang ke halaman belakang.

Sekejap, Simi langsung menekan sebuah nomor untuk dia panggil.

"Halo? "

"Shinsou-kun! Jangan pergi! Kami ada didekat kalian! "

"Apa? Dimana? "

"Tepat didepanmu! Ada seseorang dengan quirk semacam hipnotis di tempat ini, cepat lumpuhkan dia! Amaya dalam bahaya-"

Shigaraki merebut ponselnya dan membuang tiruan itu jauh-jauh. Dia kemudian memukul Simi beberapa kali.

Dengan tubuh gemetar penuh luka yang mengalirkan darah, Shigaraki mengeluarkan pemicu bom dari saku celananya.

Namun, tubuh Shigaraki oleng saat dia telah kehilangan banyak darah. Dia pergi beberapa langkah dan kemudian jatuh tak sadarkan diri.

Simi dengan gemetar dan terisak, melihat pada Midoriya. Kondisinya begitu buruk, nafasnya sangat lemah.

Dia mendongak ketika Todoroki berteriak telah menemukan pengguna quirk hipnotis.

Simi merasa sedikit lega dan memeluk tubuh Midoriya, berharap temannya itu akan baik-baik saja setelah akhirnya mereka ditemukan.

Shinsou menghampiri mereka dengan panik.

"Shinsou-kun... " Simi tidak bisa berkata lebih banyak.

Bakugou datang dan justru adu mulut dengan Shinsou karena mereka dilanda rasa panik. Midnight menghentikan mereka dan Cementoss membawa Midoriya pergi.

Simi sempat hampir tidak mau melepas Midoriya karena dia memeluknya begitu erat tadi. Dia dibantu Midnight untuk mendapat perawatan.

.
.
.
.
.

Setelah tragedi serangan Shigaraki usai, UA segera diatur agar kembali kondusif seperti semula.

Para guru mengurus kelasnya masing-masing, meminta anak-anak untuk dengan tenang kembali ke kelas.

Anak-anak yang menjadi korban sandera tadi dirawat agar tidak menimbulkan trauma.

Simi, yang kondisinya lebih parah dari korban tawanan lain sedang coba ditenangkan oleh Midnight. Dia masih terus menangis meski luka-lukanya sudah dirawat. Jelas mentalnya masih terguncang.

Simi menjadi kunci untuk mengetahui apa yang terjadi pada Shigaraki dan Midoriya. Dia tak dipaksa bercerita, Midnight akan menunggunya sampai tenang sebelum bertanya.

Setelah berhenti menangis, Simi terdiam cukup lama di tempat tidur uks. Midnight berbicara dengan sensei lain yang juga mengurus anak-anak di ruangan itu.

"Kurasa lebih baik kita memulangkannya. Besok kuharap dia sudah lebih tenang untuk-"

"Amaya... "

Gumaman Simi menghentikan percakapan Midnight dengan Snipe.

Simi sedikit mengangkat kepalanya. "Bagaimana kondisinya...? "

"Amaya? " Snipe sempat berpikir sejenak. "Ah, dia. Gadis itu dibawa ke rumah sakit karena perlu penangangan darurat. Recovery Girl juga ikut untuk merawatnya. Dia pasti akan baik-baik saja. "

Midnight dan Snipe ingin tahu bagaimana Simi sadar jika Midoriya adalah Amaya.

Simi kembali terisak. Midnight duduk disebelahnya. Mengusap punggungnya pelan.

"Masih ada yang sakit? "

"Dia... sampai begitu untuk melindungiku... Aku takut dia tidak selamat... "

Midnight memeluknya. "Tenanglah, dia akan baik-baik saja. Kudengar kaulah yang membuat Aizawa mengetahui keberadaan kalian. Kau sudah berjuang untuk menolong Amaya, jadi percayalah dia akan baik-baik saja. "

.
.
.
.
.

Kelas 1A kembali berkumpul. Aizawa tengah mengurus para villain bersama polisi dan beberapa guru lain, sehingga mereka kembali dengan komando Vlad.

Kirishima, Iida dan Yaoyorozu yang tahu ketiga temannya menyusup keluar gedung tadi tetap diam ketika Bakugou dan Todoroki masuk.

Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi hingga wajah mereka berdua begitu murung. Namun menahan untuk tidak bertanya di kelas karena akan membuat seisi kelas gaduh.

Bakugou dan Todoroki serta Shinsou, hendak memaksa ikut ketika Midoriya dilarikan ke rumah sakit. Namun Recovery Girl dengan tegas menentang mereka datang.

Bakugou meremas kertas buku yang ada diatas mejanya. Menyalahkan dirinya akan segala sesuatu yang terjadi.

Todoroki memandang keluar jendela. Cuaca yang cerah sangat bertentangan dengan semua yang terjadi hari ini.

Dia tidak bisa sekedar melihat Midoriya sejenak karena mengurus penyusup berquirk hipnotis itu.

Todoroki menghela nafas pelan. Berharap tidak akan terjadi sesuatu yang buruk setelah kejadian hari itu berakhir.

.
.
.
.
.

All Might yang ikut pergi ke rumah sakit menunggu di ruang tunggu dengan cemas.

Saat ruang guru terusik dengan laporan datangnya Shigaraki, All Might langsung keluar memeriksa bersama hero lain.

Dia terkejut melihat Midoriya datang. Namun dari raut gadis itu, dia tahu jika Midoriya tidak datang dengan sengaja seperti yang Shigaraki dan Kurogiri lakukan.

Nezu kemudian mengajaknya untuk kembali masuk. Mereka akan mengurus murid dan keamanan dari dalam. All Might menurut karena dia sudah tidak bisa lagi bertarung.

Suasana semakin memburuk seiring berjalannya waktu. Bom asap memenuhi lapangan dan Shigaraki serta Kurogiri menghilang dengan membawa tiga tawanan baru.

Setelah Kurogiri akhirnya benar-benar dibekuk, dan dua sandera selamat, kini mereka sibuk mencari keberadaan sandera terakhir dan juga Shigaraki serta Midoriya.

Para hero diluar mengatakan jika mereka tidak menemukan dimana-mana. Nezu sempat hampir menyetujui rencana untuk mencari diluar zona sekolah saat Aizawa berkata jika mereka ada di halaman belakang. Terhalang oleh quirk hipnotis seorang penyusup.

Aizawa dan Mic melaporkan jika Shigaraki tak sadarkan diri juga Midoriya dengan kondisi buruk. Sandera terakhir, Simi, juga bersama mereka.

All Might keluar dan ikut pergi bersama mobil yang mengangkut Midoriya dan Recovery Girl.

Recovery Girl sedikit menggunakan kekuatannya pada Midoriya agar gadis itu bisa bertahan hingga tiba di rumah sakit. Dia tak menggunakan terlalu banyak karena Midoriya tidak memiliki tenaga tersisa untuk bisa disembuhkan dengan quirk.

Sesampainya di rumah sakit, Midoriya dibawa ke unit gawat darurat bersama Recovery Girl. All Might terdiam didepan pintu UGD yang menutup.

All Might masih merasa jika sampai hari itu, semua kejadian yang menimpa Midoriya adalah bagian dari kesalahannya.

Dia berharap bisa melakukan sesuatu untuk menyelamatkannya, namun kini dia hanya bisa berdoa agar Midoriya bisa selamat.

Agar selanjutnya, dia bisa menebus semua kesalahannya dengan baik.

.
.
.
.
.

Aizawa datang ke rumah sakit saat dia melihat Recovery Girl keluar dari UGD bersama seorang dokter.

"Bagaimana kondisinya? "

"Dia melewati masa kritis, namun bukan tidak mungkin jika dia bisa kembali dalam bahaya. Setidaknya kini dia cukup stabil. "

All Might bernafas lega, kakinya merosot lemas karena sedaritadi dia benar-benar cemas. Aizawa membantunya tetap berdiri.

"Bolehkah saya masuk? " tanya All Might.

Dokter mengangguk. "Ya, tapi tolong jangan terlalu banyak pengunjung untuk sementara. "

"Ha'i. "

"Aku akan kembali ke sekolah untuk memeriksa apakah ada yang perlu untuk disembuhkan. " Recovery Girl berlalu meninggalkan mereka.

All Might dan Aizawa memasuki ruangan Midoriya dirawat dengan berbagai alat penopang hidup yang dipasangkan padanya.

Meski kini Midoriya berada dalam fase tidur panjang, wajahnya nampak begitu lelah. Perban banyak membebat bagian tubuhnya.

"Apa yang sebenarnya terjadi... "

"Kita belum bisa mengetahuinya sekarang. Saksi mata yang merupakan sandera terakhir masih belum bisa ditanyai. " jawab Aizawa.

All Might terdiam. Dia menyentuh pelan tangan Midoriya yang dibalut perban putih.

"Kebebasannya direnggut.. Dia kehilangan ibunya dengan cara yang kejam.. Kini sampai harus mengalami hal semacam ini... astaga aku tidak tahu harus bagaimana... " All Might menunduk dalam, matanya tergenang.

Aizawa menghela nafas pelan, ikut terdiam.

"Dia sudah berusaha melakukan yang terbaik. Dalam situasi apapun, dia selalu membantu pihak kita meski dirinya sendiri kesulitan. "

"Ya, benar... "

.
.
.
.
.

Dua hari kemudian. Simi sudah kembali masuk kelas setelah izin sejak kejadian itu.

Pada jam istirahat pertama, dia dipanggil ke ruang guru jurusan hero. Rapat diadakan untuk mendengarkan kesaksiannya atas kejadian Shigaraki dan Midoriya.

Simi yang sudah cukup tenang menceritakan semua yang dia lihat. Setelahnya dia dipersilakan kembali ke kelasnya.

Midnight menemaninya karena kebetulan hero itu juga akan keluar.

"Sensei. " panggil Simi. "Bisa aku tahu kondisi Amaya sekarang? "

"Dia masih dirawat secara intensif, diduga akan koma untuk jangka panjang. "

Simi menunduk sedih. Kejadian dua hari lalu terputar kembali dalam ingatannya.

"Hei, jangan murung begitu. Karenamu dia bisa dirawat segera, aku yakin dia akan segera sadar. "

Simi mengangguk pelan. "Tapi Sensei, bisakah aku tahu alasan...mengapa Amaya bisa seperti itu? Bukankah sekolah mengatakan dia pindah? Kenapa dia justru berhadapan dengan Villain League, juga kenapa dia tenyata adalah anak yang hilang dari apartemen itu? "

Midnight tersenyum. "Aku tidak bisa memberitahumu sekarang, namun aku akan pastikan kepsek segera menjelaskan semuanya padamu. Sabarlah sebentar, ya? "

Simi mengulum senyumnya. "Ha'i.. "

.
.
.
.
.

Mitsuki menyambut Bakugou pulang. Dia meminta izin untuk sementara dirumah, keluar dari asrama UA.

"Bagaimana kondisinya? " tanya Mitsuki. Bakugou mengabarinya jika akan pulang setelah menjenguk di rumah sakit tadi.

Bakugou menyimpan sepatunya ke rak dan kembali menegakkan badan. "Aku lelah. " ujarnya pendek.

Mitsuki paham apa maksudnya. Tidak ada hal bagus yang bisa Bakugou ceritakan.

Dia sangat sedih mendengar apa yang terjadi pada Midoriya. Dia ingin menjenguknya juga karena kini gadis itu tidak punya sanak saudara yang akan mengurusnya. Semua perawatannya diurus oleh UA.

"Inko... kuharap kau tenang disana. Saat Midoriya sudah sadar nanti, aku yang akan merawatnya dengan baik. Jangan khawatir. " Mitsuki mengusap-usap apron masaknya dan kembali ke dapur.

.
.
.
.
.

"Shouto, mau sampai kapan kau diam disana? Tidak mau masuk? " Fuyumi menegur Todoroki yang melamun saat dia membuka pintu.

Adiknya itu memberi kabar jika dia akan pulang untuk beberapa hari.

Todoroki lepas dari lamunannya. "Tadaima..." dia masuk kedalam rumah.

"Temanmu... apa kondisinya buruk? "

Todoroki hanya mengangguk pelan.

"Siapa namanya? Aku akan doakan dia saat berkunjung ke kuil nanti. "

"Midoriya... Izuku. "

Todoroki berlalu pergi ke kamarnya dengan lesu.

Sedangkan Fuyumi terdiam sampai kemudian dia sadar jika nama itu adalah anak yang hilang dari apartemen hampir setahun yang lalu.

"Shouto, aku perlu bertanya! "

.
.
.
.
.

Shinsou mengantar Simi ke halte bus saat pulang. Biasanya dia tak pernah menawarkan untuk mengantar, namun karena Simi masih terlihat sering melamun, dia cukup was-was juga jika dia bisa jatuh dijalan.

Bakugou dan Todoroki sudah pergi ke rumah sakit, dia juga ingin pergi setelah Simi sudah naik bus nanti.

Dia tak mengajak Simi karena kemungkinan gadis itu akan kembali sedih.

"Shinsou-kun... apa kau tahu, soal Amaya yang sebenarnya? " tanya Simi ketika mereka menunggu bus datang.

"Ya, aku tahu. Secara tak sengaja, sehingga aku harus merahasiakannya sejak lama, maaf. "

"Tidak apa.. bisakah kau memberitahuku ada apa sebenarnya?"

"Pihak sekolah belum memberitahumu? "

"Belum, tapi mereka bilang sesegera mungkin. "

"Kalau begitu, lebih baik kau dengarkan dari kepsek langsung. Beliau bisa menjelaskan lebih baik. Aku juga mengetahui semuanya dari ceritanya. "

Bus datang tak lama kemudian. "Shinsou-kun, arigatou. "

"Ya, hati-hati di perjalanan. Jangan melamun, kau bisa tersandung. "

"Wakatta, jaa nee. "

.
.
.
.
.

Orang-orang datang berkunjung silih berganti hari demi hari. Kebanyakan dari mereka berkunjung sendirian.

Beberapa anak 1A datang membawa bunga dan berdoa serta menempelkan kalimat-kalimat harapan agar Midoriya cepat sembuh yang tertulis di kertas pada meja, vas, atau dinding ruangan dia dirawat.

Fuyumi datang bersama Natsuo, juga datang membawa bunga. Mendoakannya dan ikut menempelkan kalimat harapan seperti ulah anak-anak 1A.

Shinsou datang ketika hari libur. Dia memastikan tidak ada yang akan menyusulnya setelah menguping pembicaraan anak 1A di asrama.

Entah sudah keberapakalinya dia datang. Dia masih tetap melihat kondisi yang sama.

Shinsou duduk dan mengamit sebelah tangan Midoriya yang terpasang infus.

"Aku datang lagi. " ujarnya pelan.

Saat berkunjung, Shinsou selalu membawa lilin aromaterapi kecil. Dia menyalakannya, menikmati ruang rawat yang sepi, dan kemudian akan bercerita mengenai masa lalu mereka hingga lilin habis terbakar.

"Izuku, kau tahu, saat pertamakali masuk ke kelas, aku tidak menduga jika yang duduk di samping mejaku adalah perempuan.

Kupikir kau akan menghindariku seperti kebanyakan orang yang takut akan quirkku, terutama perempuan.

Namun kau yang pertamakali mengajakku bicara, meminta berkenalan dan kita sering bicara soal pelajaran. "

Shinsou mendengus pelan. "Kau ingat saat aku bertanya mengenai soal yang tidak kumengerti?

Jujur, aku hanya berpura-pura. Sebenarnya aku bisa mengerjakannya sendiri. Namun aku memilih untuk membuatmu mengajariku dengan penjelasan lembut yang selalu kau berikan.

Juga, sebenarnya aku tidak mendengarkanmu dengan baik. Aku justru ingin memandangi wajahmu di setiap detik yang kubisa. Karena kau cantik bagiku.

Setiap kau berinteraksi dengan teman-teman, yang juga mudah bergaul dengan sikap ramahmu, entah mengapa aku tidak bisa berhenti untuk mengamati setiap pergerakanmu."

Shinsou melihat pada Midoriya yang sudah lama memejamkan matanya. "Saat aku tahu jika kau datang ke UA hanya berpura-pura menjadi orang lain, jujur aku sempat merasa kecewa.
Aku tak bisa menyalahkanmu karena kau bahkan melakukan itu karena terpaksa.

Sebelum mengetahui kebenaran itu, terkadang tak sengaja aku melihatmu sendirian di kelas. Tatapanmu nampak pudar, seolah kau telah melakukan sebuah tindakan palsu. Kau tidak pernah menunjukkan itu didepan semua orang, termasuk diriku.

Kemudian mengetahui sosok aslimu, akhirnya aku sadar kenapa kau berwajah seperti itu. Jadi, aku benar-benar tak menyalahkanmu. Karena kau sendiri tidak suka harus membohongi kami semua. "

Dia mengusap pelan punggung tangan Midoriya. "Meski sebagian besar kenangan yang kumiliki adalah bersama dirimu yang palsu, aku tetap menikmatinya.

Saat kita pulang bersama, atau bertemu saat menuju ke kelas. Saat kita belajar bersama, tertawa bersama, bersenang-senang bersama. Aku tidak menyesalinya.

Terima kasih, karena kau mau meluangkan waktumu untuk bersamaku. Meski situasimu begitu sulit dan terancam, kau tetap tersenyum padaku.

Izuku, aku menyayangimu."

Lilin kecil yang Shinsou bawa habis terbakar.

Setelah meniup lilinnya, dia selalu membisikkan harapannya untuk Midoriya segera bangun. Mencium lembut punggung tangannya, dan pergi.

.
.
.
.
.

Satu bulan semenjak kejadian itu, Todoroki datang untuk kesekian kalinya.

Dia selalu berjaga-jaga setiap akan masuk ke ruang rawat karena pernah sekali dia dibuntuti oleh Fuyumi dan Natsuo.

Setelah aman, Todoroki duduk di kursi dengan nyaman.

Dia membenahi rambut Midoriya yang sedikit menutupi wajahnya. "Sepertinya rambutmu sudah bertambah panjang, Midoriya. "

Surai hijau tergerai halus pada sisi bantal. "Nee-san bilang dia ingin menjadi orang yang merapikan rambutmu saat kau sudah bangun.

Aneh ya, padahal kalian tak pernah bertemu langsung sebelumnya. Tapi dia nampak menyayangimu.

Tidak masalah, Nee-san selalu melakukan pekerjaannya dengan baik. Dia juga yang mengurus rambutku saat sudah terlalu panjang."

Todoroki melihat keluar jendela. "Hari itu, aku begitu takut. Setelah melumpuhkan pengguna quirk hipnotis dan kau muncul, sekejap aku ketakutan.

Kondisimu sangat buruk, rasanya aku ingin segera berlari mendatangimu, memeriksa apakah kau masih bernafas.

Kemudian, kau dibawa pergi ke rumah sakit. Aku hampir jadi sama keras kepalanya dengan Bakugou yang memaksa ikut kemari.

Aku tidak bisa tenang barang sedetik saja saat kembali ke kelas, pulang ke asrama dan saat tidur. Kondisi terakhirmu yang kulihat selalu membayangiku, aku sulit memikirkan hal lain.

Saat aku menanyai Aizawa sensei keesokan harinya, aku begitu lega mendengar jika kau berhasil selamat. Rasanya sebuah beban berat meluap dari pikiran dan hatiku.

Pertamakali aku datang mengunjungimu, aku hampir menangis melihat keadaanmu. Aku senang kau masih selamat, namun juga sedih karena kau akan tertidur sangat lama. Hari itu aku begitu emosional hingga aku memutuskan keluar dari asrama sementara. "

Manik dwiwarna Todoroki memandang birunya langit. "Aku sering pergi ke kuil bersama Nee-san.

Aku berdoa, untuk dirimu segera bangun dan sembuh. Kubilang, 'Kamisama, aku berhutang besar padanya. Dia yang membuatku menerima separuh hidupku yang selalu kubenci. Kumohon, izinkan aku membalas budi padanya dengan pantas.

Juga, aku tidak mau orang yang kusayangi pergi. '"

Todoroki memandang Midoriya. "Kuharap kau juga mengizinkanku untuk membalas hutangku nanti. "

Melihat waktu telah beranjak ke jam janjinya dia akan menemui ibunya, Todoroki bangkit dari kursi. Mengecup lembut kening Midoriya sebelum pergi.

.
.
.
.
.

Dabi akhirnya berhasil masuk ke ruangan dengan pakaian penyamarannya setelah dia sempat menunggu diluar ketika Mic dan Aizawa ada didalam.

Hari itu Dabi tiba-tiba diteleport menuju luar sekolah oleh Kurogiri setelah bom asap meledak di lapangan UA. Dia dianggap mengganggu oleh Shigaraki, sehingga disingkirkan sebelum kejadian klimaks terjadi.

Karena UA telah dalam mode pertahanan tingkat tinggi, dia tidak bisa menerobos masuk.

Akhirnya dia tak bisa melakukan apapun hingga kejadian usai dan sebuah mobil yang membawa Midoriya bersama Recovery Girl dan All Might keluar dari gerbang UA.

Dabi langsung membuntuti mobil itu tanpa menghiraukan Shigaraki. Dia tidak peduli jika villain itu mati atau sekarat.

Karena dia tidak memiliki penyamaran, pengejaran Dabi terhenti didekat rumah sakit. Dia memutuskan untuk kembali nanti atau esok hari, yang penting dia tahu dimana Midoriya dirawat.

Itu adalah kunjungannya yang ketiga. Dia tidak bisa sering-sering datang karena ruang perawatan Midoriya selalu dapat kunjungan dan dijaga. Dabi hanya bisa masuk saat kebetulan penjagaan kosong.

Meski dia diketahui tidak berada di pihak Shigaraki saat penyerangan itu, tetap saja dia tidak suka jika harus berpapasan terang-terangan dengan hero.

Dabi menyibak tudung jaketnya. Berdiri melihat sosok Midoriya.

Karena hanya dapat asupan dari infus selama sudah lebih dari satu bulan, Midoriya lebih dan semakin kurus tiap harinya.

Dabi menghela nafas. "Sungguh, aku tidak tahu harus bagaimana lagi. " dia duduk dan memegang tangan Midoriya.

"Setidaknya kau aman disini. Itu cukup membuatku lega.

Kau sudah mengalami hal buruk terlalu banyak. Sekarang giliranmu untuk bisa mendapat hidup layak selama sisa hidupmu.

Shigaraki masih hidup. Yang kutahu dia kini ada dalam tahanan paling ketat. Tapi jangan khawatir, kalau dia berhasil kabur suatu saat, aku yang akan atasi dia.

Aku tidak akan biarkan dia mengusikmu lagi. Kalau perlu, aku yang akan bunuh dia.

Dia sudah tahu kalau aku tidak loyal padanya, maka dia pasti tidak akan menolak untuk berduel. Ah, menyusahkan. Apa lebih baik aku bunuh dia diam-diam?

Meracuninya? Menusuk jantungnya? Atau mungkin, aku bakar dia hidup-hidup? Seperti yang dia lakukan pada ibumu. "

Suara deteksi detak jantung terdengar berbunyi dengan ritme lemah yang monoton.

"Sebenarnya aku ingin kau bisa bersamaku setelah semua ini usai.

Tapi tempatku hidup hanya akan membawamu dalam kesulitan. Bahaya bisa datang kapan saja.

Aku tidak mau kembali membawamu kedalam hidup yang buruk. Kau sudah susah payah berusaha keluar menuju tempat aman.

Tempat ini yang terbaik untukmu. Kau akan dirawat dengan baik, dikelilingi orang-orang yang peduli padamu, merasakan kehangatan hidup yang sudah lama kau tinggalkan.

Jadi, ini adalah kunjungan terakhirku.
Itu bukan keinginan asliku, tapi jika aku kembali menemuimu, maka aku akan semakin sulit untuk membiarkanmu hidup di tempat yang nyaman ini.

Sejak awal aku hanya memaksakan perasaanku padamu. Jadi aku tidak berhak untuk berharap kau mau menerimaku. "

Dabi bangkit dari kursinya. Dia mengusap rambut gadis itu, mengecup keningnya beberapa detik.

"Selamat tinggal. "

Dabi memakai kembali tudung jaketnya dan pergi.

.
.
.
.
.

Dua bulan berlalu.

Mitsuki pergi berkunjung. Nezu dan All Might juga Recovery Girl baru saja pergi untuk mengurus hal lain saat dia datang, jadi wanita itu sekaligus menjagai Midoriya.

Dia sibuk menata rangkaian bunga yang memenuhi meja pada ruang rawat VIP itu. Buket bunga tidak pernah ada habisnya. Saat satu rangkaian layu, maka akan ada orang yang membawa buket baru saat menjenguk.

"Cantiknya. " Mitsuki selesai mengurus rangkaian. Dia duduk di kursi dekat tempat tidur dan mengirim pesan pada Masaru, suaminya, memberitahu jika dia tengah berada di rumah sakit.

Setelahnya dia merapikan selimut yang menghangatkan tubuh Midoriya.

"Mido-chan, besok bibi akan mengunjungi ibumu lagi. " dia mulai bercerita.

Mendiang Inko Midoriya telah dibuatkan makam yang layak semenjak kejadian penyerangan terakhir usai.

Banyak orang yang telah mengunjungi untuk berduka dan meninggalkan sebatang bunga.

"Kemudian, kau tahu, Katsuki semakin sulit saja untuk kunasihati hari demi hari.

Huh, kalau saja itu kau, Mido-chan, dia pasti akan dengan mudah menurut. Dasar. "

Mitsuki melihat pada Midoriya seolah gadis itu tengah mendengarkannya.

"Sebenarnya bibi tidak menduga Katsuki bisa memiliki perasaan padamu. Lihat saja bagaimana kelakuannya, anak berandal seperti dia jatuh cinta? Haha, benar-benar tidak bisa kubayangkan.

Banyak perempuan cantik yang hanya dia anggap sebagai serangga pengganggu. Mungkin kau yang pertama dan satu-satunya yang bisa memikat dia.

Tapi kau memang cantik, manis, kau sempurna dimata bibi. Mungkin Katsuki juga berpikir begitu.

Bibi tidak tahu apa kau juga memiliki perasaan yang sama pada Katsuki. Tapi sebagaimana ibunya, jelas bibi akan membantunya mendapatkanmu, kan? Haha! Lagipula bibi juga menyayangimu.

Tapi, untuk sekarang, bibi hanya berharap kau akan segera bangun.

Bibi rindu melihat manik hijaumu yang cantik. Sosok Inko yang penuh kasih sayang seolah ada dalam dirimu.

Kemudian, setelah kau sembuh nanti, kita akan banyak bersenang-senang. Kita anggap saja semua kejadian buruk sebagai angin lalu.

Bibi akan menuntunmu untuk menikmati kehidupan baru yang selama ini tertunda untuk bisa kau rasakan.

Kau mau kan, Mido-chan? "

Saat itu jemari tangan Midoriya berkedut.

"Eh? " Mitsuki mengerjap bingung. "Mido-chan? "

Dia kembali melihat jari Midoriya berkedut.

"D, Dokter! "

Dengan heboh Mitsuki menghubungi perawat dari telepon yang menghubungkan ruangan pasien dengan perawat yang berjaga diluar.

.
.
.
.
.

Setelah mendapat kabar dari ibunya, Bakugou pergi berkunjung sepulang dia sekolah. Meminta izin untuk keluar dari asrama.

Meletakkan tasnya disamping kursi, Bakugou duduk dan menghembuskan nafasnya yang memutih karena udara dingin.

"Cih, dasar nenek tua. Padahal bukan hal buruk tapi mengabari dengan panik. Membuatku hampir kena serangan jantung. " omel Bakugou.

Bagaimana tidak, saat dia baru saja berganti baju dari latih tanding, dia menerima panggilan dari Mitsuki.

Mitsuki awalnya memanggilnya dengan panik, jantung Bakugou berdegub berat saat ibunya menyebut nama Midoriya. Dia pikir ada hal buruk, namun ternyata justru kabar baik soal Midoriya yang sedikit menggerakkan jarinya.

Bakugou menggenggam tangan Midoriya. Mengusap-usap punggung tangannya.

Dia sudah berkali-kali datang. Namun kali ini perasaannya lebih lega daripada biasanya. Kabar kecil yang dia dengar meningkatkan harapannya lebih tinggi lagi.

"Deku."

Bakugou merasa tidak memiliki hal untuk dia katakan. Padahal biasanya dia akan sedikit bercerita paling tidak.

Dia hanya bisa menunduk menatap tangan kurus yang tengah dia genggam.

"Aku mencintaimu. "

Bakugou menghela nafas pelan, dia hendak memulai topik lain. Namun terhenti karena dia dikejutkan saat tangannya digenggam balik dengan lemah.

Manik Bakugou sontak melihat pada wajah Midoriya.

Saat itu, seolah melihat keajaiban, dengan menyaksikan sendiri kelopak mata Midoriya yang perlahan membuka.

Setelah dua bulan lebih Midoriya tertidur panjang, akhirnya dia membuka matanya.

Bakugou terdiam, membisu melihat manik hijau itu.

"De- Deku..? "

Mendengar seseorang memanggilnya, Midoriya yang sebelumnya menatap langit-langit, mengarahkan maniknya untuk melihat orang di sampingnya.

Bakugou dengan nafasnya yang tercekat tidak bergerak sama sekali. Dia seharusnya segera menghubungi dokter, namun dia bahkan tak bisa mengedipkan matanya, membeku.

Hingga akhirnya All Might yang kembali setelah meninggalkan ruangan sebentar, terkejut begitu dia membuka pintu dan melihat apa yang terjadi.

"Astaga! "

All Might langsung berlari masuk, menghubungi perawat dari telepon dengan berteriak-teriak heboh.

.
.
.
.
.

Sekitar satu minggu rehabilitasi mental, Midoriya akhirnya bisa bicara dengan normal.

Setelah dia siuman waktu itu, Midoriya tak bicara sama sekali karena keterpurukan mentalnya. Juga karena dia begitu lemas dan tak berdaya.

Kini kondisinya membaik. Midoriya sudah merespon pembicaraan dengan baik. Tubuhnya masih dalam pemulihan setelah dia kehilangan banyak berat badan. Sehingga dia masih hanya bisa berbaring sepanjang hari. Dia hanya dibantu duduk saat makan dan minum.

Mitsuki kini tengah menyuapinya sarapan. Wanita itu hampir datang tiap hari setelah Midoriya bangun.

Midoriya terbatuk saat dia memakan suapan terakhir. Mitsuki segera memberinya air.

"Terima kasih, bibi. "

Mitsuki mengangguk dan kembali meletakkan gelas keatas meja.

"Bagaimana tubuhmu? Apa masih ada yang terasa sakit? Pusing? "

"Tidak kok. "

"Baguslah, pemulihanmu berjalan dengan baik. "

Midoriya sudah mendengar semua yang terjadi semenjak dia tak sadarkan diri dari pihak sekolah. Sehingga kini dia hanya akan bicara soal topik lain untuk membantu pemulihan mentalnya.

"Ah, bibi lupa beli buah tadi. "

Pintu terbuka. Sosok Bakugou datang memasuki ruangan.

"Katsuki? "

"Ini hari libur. " jawab Bakugou pendek.

Mitsuki hanya mendengus geli. Dia kemudian bermaksud meninggalkan mereka berdua. "Bibi akan beli buah sebentar, Katsuki, kau jaga dia ya. "

"Hati-hati, bibi. " ujar Midoriya sebelum Mitsuki keluar.

Setelah Mitsuki pergi, Bakugou duduk dan melepas syalnya.

"Diluar dingin? " tanya Midoriya.

"Hm, sangat. " Bakugou merapatkan selimut Midoriya. "Disini juga masih terasa dingin, jangan buka selimutmu lebar-lebar. "

Midoriya tersenyum, "Arigatou. "

"Demammu sudah turun? "

"Ya, malam tadi aku sudah bisa tidur nyenyak. "

Bakugou menyentuh kening Midoriya, namun gadis itu mengernyit karena tangannya begitu dingin.

"Samui. "

"Ah." Bakugou segera menarik tangannya. Namun Midoriya justru menangkup tangan Bakugou. "Hei, katanya dingin. "

"Aku sedang menghangatkan tanganmu. "

"Kau nanti jadi ikut kedinginan. "

"Kalau tanganmu sudah hangat kan aku juga ikut hangat lagi. Kemarikan tanganmu yang satunya. "

Bakugou mendengus, namun akhirnya dia menyerahkan sebelah tangannya lagi.

Midoriya menggenggam kedua tangan Bakugou dibawah selimut. "Hangat, kan? "

Bakugou mengeratkan genggamannya. "Ya. "

"Bagaimana di sekolah? "

"Biasa saja. "

"Ah, kau bilang begitu lagi. "

"Memang nyatanya begitu kok. "

"Bohong, bibi bilang kau tengah sibuk berlatih untuk lisensi sementara."

Bakugou mendengus sebal. Midoriya tertawa pelan.

"Deku. "

"Ya, Kacchan? "

"Kau... masih belum bisa ingat semua hal?"

"Ya.. aku hanya ingat sedikit. Cerita mengenai masa laluku yang kudengar darimu belum bisa kuingat sendiri. Hanya serpihan yang datang, setelahnya sama sekali tidak. "

"Kalau begitu berhentilah mencoba ingat, kau bisa penuhi lagi kenanganmu dengan yang bagus-bagus. "

"Begitukah? Tapi kupikir tidak masalah jika suatu saat aku mengingat semuanya. Bagaimanapun itu kenanganku. "

"Tapi kembali lupakan saja kalau yang kau ingat itu hanya soal hanbun yaro dan si mata mengantuk itu. " geram Bakugou.

"Lho kenapa? Kurasa kenanganku bersama mereka juga penting."

"Pokoknya lupakan saja. "

Midoriya tersenyum geli. "Kacchan, kau cemburu meski itu cuma ingatan masa laluku? "

"Ya, memangnya kenapa kalau aku tidak suka? Mereka itu pengganggu."

"Haha, tidak apa-apa. Lucu saja kalau kau sedang marah karena mereka."

Bakugou mendengus kesal. "Bagaimana aku tidak marah kalau mereka terus mendekatimu, hah? "

"Memang kenapa kalau mereka begitu? " Midoriya iseng bertanya.

"Ya karena aku menyukaimu! "

Midoriya terdiam. Berkedip.

"Karena aku suka padamu makanya aku tidak mau mereka dekat-dekat. Paham? "

"Eh itu... "

Manik Bakugou menatap lekat. "Deku, apa kau tidak memiliki perasaan padaku? "

Midoriya tersenyum lembut. "Ada kok, perasaan itu. Tapi, kuakui mungkin belum sebesar yang kau miliki. Karena selama ini aku terus berusaha tidak memikirkanmu dan yang lain saat jauh berada di kegelapan. "

Bakugou sedikit menunduk.

"Karena itu. " Midoriya kembali berucap. "Cobalah buat aku memiliki perasaan sebesar dirimu, Kacchan. Kalau kau benar-benar serius akan perasaanmu, maka buat aku hanya mencintaimu seorang. "

Bakugou menatap manik hijau itu lekat. "Dengan cara apapun? "

"Yah, kecuali menyakiti orang lain."

Bakugou diam beberapa saat. "Deku."

"Hm? "

"Aku masih kedinginan. "

"Eh? Tanganmu sudah cukup hangat lho. "

"Kau mau hangatkan yang lain? "

"Apa? Mau kupeluk? "

Bakugou berdiri, dia mendekatkan badannya.

Midoriya bersiap untuk memeluknya, tapi kemudian tangan Bakugou menangkup wajahnya.

Dia terdiam saat bibir Bakugou yang dingin bertemu dengan miliknya.

Setelah beberapa saat, Bakugou akhirnya kembali duduk. Menyeringai senang saat wajah Midoriya memerah.

"Bagaimana? Harus berapakali lagi sampai aku bisa menang? "

Midoriya jadi kesal. "Mou, Kacchan! "

.
.
.
.
.

Waktu berlalu hingga Midoriya sembuh dan dia kembali bersekolah. Setelah meluruskan semua hal pada semua orang, Midoriya kembali berada di jurusan umum untuk mengejar ketertinggalannya.

Sampai kemudian mereka semua lulus setelah melewati tahun-tahun di UA yang sibuk.

Midoriya tinggal bersama keluarga Bakugou setelah dia tidak lagi berada di asrama.

Awalnya Midoriya ingin mencari rumah sewaan saja, namun Mitsuki akhirnya berhasil membujuk.

Kini mereka tengah menikmati makan malam setelah kelulusan berlalu.

Suasana tenang, dan makanan terasa lezat.

Midoriya meletakkan sumpitnya dan meraih gelas.

"Aku akan menikahi Midoriya setelah mulai bekerja. "

Bakugou berujar tiba-tiba disela suasana damai itu.

Hening.

Midoriya tersedak saat dia minum ketika dia akhirnya memahami kalimat itu. Terbatuk-batuk.

"Eh? " Masaru dan Mitsuki menoleh bersamaan.

"Kacchan! " Midoriya protes karena Bakugou sangat tiba-tiba.

Masaru hanya terdiam terkejut.

"Katsuki!" seru Mitsuki. Dia awalnya hendak marah, namun kemudian dia batal berteriak. "Benarkah? Kau serius? "tanyanya dengan raut girang.

Bakugou mengangguk.

"Bibi... " Midoriya tidak habis pikir.

"Eh, kenapa? Bukannya kalian sudah saling suka kan? Sudah pacaran kan?" Mitsuki kini sangat antusias.

"I-itu... " Midoriya memerah malu.

"Apa terlalu cepat? Mau tunangan dulu? "

"Ah, tidak. Buat apa tunangan kalau aku bisa langsung menikahinya? " tolak Bakugou dengan sebal.

"Mau coba cari-cari pakaian pengantin besok? " tanya Mitsuki.

Midoriya semakin memanas. "Paman, tolong aku! " pintanya dengan menarik-narik lengan Masaru yang masih membatu.

Bakugou mendengus saat melihat suasana makan malam kini begitu riuh.

Saat Midoriya melihatnya dengan cemberut dan pipinya yang memerah, Bakugou hanya kembali melahap makanannya dengan tenang.

Malam itu menjadi sebuah kehebohan sendiri bagi rumah keluarga kecil itu.

**First Route--End**

.
.
.
.
.

Author note--

Inget, masih ada rute lainnya yang nyusul secepat mungkin.

Karena ending book ini g cuma satu versi aja.

So, see y next chapt!

Continue Reading

You'll Also Like

3.8K 215 10
di dunia ini terdapat suatu bencana yaitu bernama Gelombang Monster Geombang ini memunculkan Monster Monster kuat dari atas langit yang akan berubah...
32.1K 2.4K 13
Kumpulan Oneshoot Haikyuu AU!! Dengan berbagai jenis genre di dalamnya. So, Hope you enjoyed my Story (๑・ω-)~♥"
13.3K 1K 71
Menceritakan tentang kehidupan sehari-hari Riku di planet nebula M78. Riku yang dipaksa sekolah oleh ayahnya diplanet lain yaitu M78 harus meninggalk...
21.4K 2.3K 32
UDAH END BUKAN BERARTI KAGAK MINTA VOTE!!!! "Aku memberimu berkat hidup abadi. Bukan umur panjang dimana kau akan ditinggalkan oleh orang-orang yang...