Bab 7 - Kunjungan

18 8 2
                                    

Cinta selalu punya dua sisi yang berbeda

Tangis dan tawa, derita serta bahagia

Suka dan duka, luka juga ceria

Tergantung nasib membawa yang mana

*****

"Kamu yakin, Mas, udah siap ketemu sama Bapak dan Ibuk?" tanya Mia memastikan. Ia berhenti sebentar sebelum memasuki pintu pagar.

"Masih kau tanya pula! Ya sudah pasti siap dan yakin aku ini," jawab Fredy mantap. Keputusannya ini sudah ia pikirkan matang-matang sejak perbincangannya dengan Christian dua hari yang lalu saat liburan di pantai.

Melakukan pendekatan saja dulu, urusan keyakinan dipikirkan nanti belakangan. Fredy menarik kesimpulan.

"Yuk, kita masuk." Kedua sudut bibir Mia terangkat. Hatinya menghangat melihat keseriusan dari kekasihnya itu. Soal perbedaan biarlah nanti akan diatasi pelan-pelan, siapa tahu Fredy berubah pikiran dan mau pindah keyakinan.

"Eh, tapi tunggu ...." Mia menahan tangan Fredy. Teringat sesuatu.

"Kenapa lagi?"

"Itu kalung kamu ... masukin dulu." Mia mengingatkan. Tidak ingin keluarganya tahu dulu soal keyakinan Fredy. Nanti ada waktunya sendiri. Semua butuh proses.

Tanpa membantah Fredy mengikuti perintah Mia.

Setelah itu mereka berjalan beriringan, sambil Fredy menuntun motornya masuk ke halaman berpaving menuju bangunan sederhana bergaya minimalis.

Sepi. Namun, pintu utama terbuka.

"Assalamu'alaikum!" ucap Mia tiba di depan pintu.

"Wa'alaikum salam ... sebentar!" Lengkingan cempreng Mariyati, ibu Mia, menyahut dari arah belakang rumah.

"Silakan duduk dulu, Mas," ucap Mia. "Aku mau ke belakang dulu."

Fredy mengangguk, setelah itu pandangannya menyapu seisi ruang tamu yang tak begitu luas.

"Eh, sudah datang to anak Ibuk."

Baru hendak membalikkan badan, Mariyati sudah tiba lebih dulu menyambut putri sulungnya tersebut.

Mia lekas meraih tangan kanan sang ibu, lalu menciumnya takdzim. Pelukan hangat serta kecupan di kedua pipi, Mia dapatkan sebagai balasan.

"Itu siapa, Nduk?" tanya Mariyati setelah menyadari ada sosok pemuda berdiri di ujung sofa.

Sejak kedatangan ibu Mia, Fredy kembali beranjak berdiri sebagai bentuk penghormatan pada tuan rumah.

"Ini ... teman Mia, Buk. Mas Fredy namanya."

Fredy pun maju beberapa langkah, mendekat ke arah Mia dan Ibunya.

"Fredy, Tante," ucap pemuda itu dengan logat khas kebanggaannya sembari mengulurkan tangan.

Ibu Mia menyambut uluran tangan Fredy seraya tersenyum. Senyum yang terlihat kurang ikhlas.

"Silakan duduk lagi, Nak Fredy."

Fredy mengangguk. "Terima kasih, Tante."

"Ayo, kamu ikut Ibuk," ucap Ibu Mia berbisik sembari menyeret lengan putrinya masuk menuju dapur.

"Haiish ... ada apa to, Buk?" tanya Mia heran.

"Dia orang Medan, yo?"

"Memangnya kalau Mas Fredy orang Medan kenapa, Buk?" Mia balik bertanya, melihat mimik tidak suka dari raut wajah yang sudah menampakkan kerutan penuaan di beberapa bagian.

Elegi Dua HatiWhere stories live. Discover now