Bab 11 - Pesonamu

18 5 2
                                    

Kepastian siapa aku bagimu

Bukan memaksa jadi kekasihmu

Hanya agar aku tahu

Bagaimana caraku menyikapimu

*****

Kini hati Mia sudah merasa plong dan sangat lega. Tidak percuma ia mengungkapkan semuanya pada Fakhri.

Setelah tidak ada lagi yang perlu dibahas, keduanya pun kembali ke mobil. Fakhri memutar kemudi lalu melajukan kembali kendaraannya membelah keramaian jalan raya.

Suasana tidak canggung lagi seperti tadi. Fakhri dan Mia sudah terlihat lebih akrab. Tampak mereka saling berbalas gurauan diiringi tawa renyah mengingat masa kecil keduanya yang memiliki karakter saling bertolak belakang. Mia yang tomboy serta Fakhri yang pemalu dan cengeng.

Suasana kembali hening setelah satu menit yang lalu Fakhri menerima telepon dari ayahnya. Selama pemuda itu menerima panggilan, terlihat Mia merubah posisi, memiringkan kepala ke sebelah kiri, bersandar pada kaca mobil, tanganya bergerak meraih ponsel yang ada di dalam tas.

Kosong, tidak ada pesan atau panggilan masuk. Dilihatnya jam menunjukkan pukul setengah dua belas siang, itu artinya Fredy masih berada di dalam pesawat. Baru setengah jam yang lalu pesawat Fredy lepas landas.

Perlahan Mia memejamkan mata, merasakan nyeri di perut yang sejak tadi pagi mendera. Sudah biasa di hari pertama jika sang tamu bulanan datang berkunjung.

Sepintas Fakhri melirik ke arah Mia, tanpa disadari bibir seksinya mengukir senyum. "Cantik." lirihnya.

"Astagfirullohaladzim." Fakhri menggeleng cepat, menyadari kekhilafannya, kemudian kembali fokus ke arah jalanan, mengalihkan perhatian.

Aku ingin dirimu ....

Yang menjadi milikku ....

Bersamaku mulai hari ini ....

Hilang ruang untuk cinta yang lain ....

Lupakan dia ....

Pergi denganku ....

Lupakan lah–

"Egois banget lagunya."

"Eh–" Fakhri tersentak, seketika menghentikan senandung lagu favoritnya.

"Sorry, Mi. Suaraku ganggu tidur kamu," ucap Fakhri salah tingkah. Tidak ada maksud apa-apa ia menyanyikan lagu itu, hanya ingin menghalau rasa kantuk yang datang tiba-tiba.

Mia mengulum senyum, masih dengan mata terpejam. "Aku nggak tidur, kok, Mas," sahutnya. "Suara kamu bagus juga."

"Makasih," ucap Fakhri malu-malu.

"Tapi lebih bagus lagi kalo nggak nyanyi." gurau Mia. Seketika tawa gadis itu pecah, walau yang ia katakan benar adanya, suara Fakhri memang merdu.

Pun demikian dengan Fakhri yang ikut tertawa. Teman masa kecilnya itu tidak pernah berubah, masih saja suka usil dan jahil seperti dulu.

Derai tawa keduanya terhenti saat terdengar suara adzan berkumandang. Fakhri menyapu pandangan sekeliling mencari asal suara berada.

Ketemu.

Dari jarak seratus meter ke depan, di sebelah kiri jalan Fakhri melihat sebuah kubah besar menjulang. Tidak butuh waktu lama mobilnya mendekat. Perlahan kendaraan berwarna hitam metalik itu berbelok memasuki area parkir masjid.

"Yuk, kita Salat Dzuhur dulu," ajak Fakhri sembari melepas sabuk pengaman.

"Aku lagi halangan, Mas," tolak Mia halus.

Elegi Dua HatiOnde as histórias ganham vida. Descobre agora