Bab 4 - Pesisir Kasih

27 9 0
                                    

Jangan mencariku

Tidak pula menungguku

Mari uji takdir kita

Mungkinkah bisa bersama

*****

"Sudah siap jalan-jalan?" tanya Fredy sebelum menghidupkan mesin motor, melihat Mia dari pantulan kaca spion yang sengaja diarahkan pada gadis itu.

"Oke," jawab Mia singkat sembari memberikan senyuman.

"Kau pegangan yang erat. Aku mau ngebut ini," perintah Fredy. Tangan kanannya sudah bersiap menarik tuas gas. Sementara motor Christian dan Merry sudah melaju terlebih dahulu.

Matahari sudah mulai terik. Kebetulan memang sedang musim panas. Tidak ingin kepanasan di jalan, karena jarak yang akan mereka tempuh memakan waktu kurang lebih dua jam, Fredy dan Christian sepakat memacu motornya dengan kecepatan tinggi.

Tak ada obrolan sepanjang perjalanan. Pelukan Mia semakin erat. Baru satu jam perjalanan, Mia yang berada di jok belakang tampak mulai gelisah.

"Mas, bisa berhenti sebentar ndak? Rasanya kok aku mual banget," ujar Mia tepat di sisi telinga kiri Fredy sambil menepuk pelan bahu pemuda itu.

Tanpa menjawab, Fredy memperlambat laju motornya dan memberi aba-aba dengan menyalakan lampu sein kiri agar Christian yang tertinggal di belakang mengerti, bahwa mereka akan menepi.

Mia turun terlebih dahulu. Cepat-cepat gadis itu mencari tempat yang cukup teduh, kemudian disusul Fredy, setelah pemuda itu mendongkrak motornya. Christian dan Merry lalu mendekati mereka.

"Minum dulu, Bidadariku," ucap Fredy sambil mengulurkan sebotol air mineral, ikut berjongkok di samping Mia.

"Makasih, Mas," jawab Mia singkat. Wajahnya nampak pucat.

Fredy mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tas ransel. Pemuda itu selalu siap sedia membawa segala perlengkapan saat bepergian jauh, mengerti kebiasaan Mia yang mudah sekali mabuk perjalanan.

"Sini, biar aku bantu oles di pelipis, kau," kata Fredy. Merry pun ikut membantu memijat tengkuk Mia.

"Masih kuat? Apa mau istirahat dulu?" tanya Fredy saat kondisi Mia terlihat sudah mendingan.

Mia menjawab dengan anggukan. Keringat dingin mengalir di wajah dan tubuh gadis itu.

"Kita istirahat aja dulu. Aku takut nanti Mia pingsan." Christian memberi usulan.

"Iya, kita istirahat dulu, meski hanya lima belas menit," imbuh Merry.

Fredy pun mengangguk setuju.

"Maaf, ya, semuanya. Aku ringkih banget, malah ngabisin waktu jadinya," ucap Mia merasa tak enak hati. Perjalanan liburan kali ini harus terganggu karena dirinya.

"Tak usah lah berpikir seperti itu, Bidadariku. Kita ini mau jalan-jalan, bukan mau kejar setoran," ujar Fredy menyangkal rasa bersalah kekasihnya. Toh semua sepakat untuk rehat sejenak.

Selang sepuluh menit, Mia sudah cukup kuat. Dia tidak sepucat tadi, dan senyum juga sudah mulai terukir di wajahnya. Fredy menatap dengan perasaan lega.

Mereka berempat kembali melanjutkan perjalanan, dan kali ini kecepatan motor Fredy dan Christian sedikit diturunkan. Mia pasti mabuk karena melaju terlalu kencang.

Dalam kondisi seperti itu, seperti biasa Mia akan memeluk erat, bersandar di punggung Fredy. Pemuda itu dengan sigap menjaga pelukan dengan tangan kiri, berjaga agar kekasihnya tidak terjatuh.

Saat tiba di tempat tujuan, para lelaki segera mendirikan tenda. Sesuai rencana awal, mereka akan berkemah satu malam. Sementara Mia dan Merry memilih berlari ke tepi pantai. Menikmati angin segar dan melepas sejenak semua penat setelah perjalanan jauh.

Elegi Dua HatiWhere stories live. Discover now