Bab 17 - Cemburu

10 4 0
                                    

Senyum dari yang tercinta

Ringan tanpa bersuara

Penuh selaksa makna

Tak sanggup aku melupa

****

"Makasih, yo, Mas, sudah dianterin," ucap Mia saat mobil Fakhri sudah berhenti tepat di depan kos.

"Kan, sudah jadi tugasku sebagai tunangan kamu," sahut Fakhri, mengulas senyum ke arah gadis di sebelahnya.

Ya, tepat tiga hari sebelum Mia kembali ke Malang, mereka berdua telah resmi bertunangan.

"Pura-pura tunangan lebih tepatnya," tegas Mia mengoreksi pernyataan Fakhri.

Fakhri mengangguk pelan dengan senyum yang dipaksakan.

Bagimu mungkin semua ini sandiwara, tapi buatku ... aku sedang menabur asa, batin Fakhri meratapi nasib.

Fakhri sedang mencoba peruntungannya. Jika takdir membawa Mia pergi, maka itu sudah ketentuan yang terelakkan. Namun, siapa tahu takdir justru menyatukan mereka nantinya.

"Mas Fredy!" pekik Mia terkejut.

Fokus Fakhri teralihkan saat sedang melepas sabuk pengaman.

"Lho, kata kamu Fredy belum balik ke sini?" tanya Fakhri ikut terkejut.

Mia mengangkat kedua bahu, tanda ia juga tidak tahu. Detik kemudian selengkung senyum manis terukir. "Tambah ngganteng pacarku," pujinya, membingkai wajah dengan kedua telapak tangan.

Mia merasa gemas melihat penampilan baru kekasihnya itu. Bukan karena warna kulit yang gelap eksotis menjadi lebih terang, melainkan potongan rambut yang biasa bermodel undercut sekarang terlihat lebih rapi dengan model spiky.

Fakhri membuang muka ke sebelah kanan sembari bergumam lirih, "Prasaan biasa aja, masih nggantheng aku."

"Eh, astagfirullahaladzim," ucap Fakhri kemudian, masih dengan volume pelan. Ia menyadari kekhilafan ucapannya, membanggakan diri sendiri.

"Kenapa, Mas?" tanya Mia melihat pemuda di sampingnya itu tampak mengelus dada.

"Eh, ndak pa–," ucap Fakhri terputus karena Mia sudah lebih dulu membuka pintu hendak keluar.

"Tadi nanya, sekarang malah dikacangin." Fakhri mengomel, kemudian ikut turun.

Dengan dahi berkerut, Fredy yang baru turun dari motor juga ikut terkejut. Tidak menyangka orang yang baru turun dari mobil di depannya ini adalah Mia.

Baru saja Fredy hendak merentangkan tangan menyambut kedatangan Mia yang berjalan mendekat dengan wajah berbinar, terpaksa diurungkan. Perhatiannya teralih ke arah pemuda berkacamata hitam yang begitu ia kenal tampangnya.

"Sama si kampret itu, rupanya," cicit Fredy.

Pandangan Fredy terfokus kembali pada Mia, saat kekasihnya itu sudah berada tepat di depan mata.

"Kok tau sih, kalo aku udah datang." Mia meraih kedua tangan Fredy, menggoyang-goyangkan pelan.

"Kebetulan dari kosan si Christ, lalu mampir ke sini. Aku cuma mau ngecek, kau sudah datang atau belum."

"Trus kamu kapan datang? Kok, ndak bilang kalo udah balik ke sini?" cecar Mia.

"Kemarin malam. Sengaja mau kasih kejutan sama kau ... ternyata justru aku yang terkejut," ucap Fredy melirik sinis ke arah pemuda yang berdiri di ujung sana.

Mia mengerti akan lirikan Fredy. "Dih, cemburu, ya?" godanya, mengerlingkan mata.

"Menurut kau?" Fredy memanyunkan bibirnya.

Elegi Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang