Bab 19 - Tiga Hari Tanpamu

19 4 0
                                    

Mau tahu sulitnya jadi aku?

Manusia pecinta yang dirundung rindu

Ingin berjumpa, idamkan bertemu

Memilikimu utuh, tapi semu

*****

Mia berdiri mematung di ambang pintu. Masih tercengang mencerna apa yang baru saja terjadi. Apa kali ini kekasihnya itu benar-benar marah? Atau hanya ....

Dering ponsel yang ada di genggaman, sontak menyadarkan Mia dari lamunan. Gadis itu mengangkat tangan, melihat siapa gerangan yang melakukan panggilan.

Mas Fakhri!

Ada keraguan saat hendak mengangkat. Ditatapnya beberapa kali layar yang sedang menyala hingga beberapa detik, memastikan sudah mati atau belum.

Panggilan pun berhenti. Namun, sedetik kemudian berdering lagi.

"Ya, Mas ... ada apa?" tanya Mia setelah mengucap salam dengan suara lemas.

"Kamu kenapa, Mi? Kamu baik-baik saja, kan?" Fakri bertanya balik mendengar suara di ujung sambungan seperti terjadi sesuatu.

Mia menghela napas panjang. "Ndak papa, Mas."

"Ngomong sama aku, Mi. Ada apa?" desaknya. "Kalo kamu tetep gak mau bicara ... aku balik lagi ke situ sekarang juga."

Tidak ada jawaban dari Mia. Fakhri semakin khawatir dibuatnya. Jika seorang wanita berkata 'tidak apa-apa', kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, dia sedang tidak baik-baik saja.

"Mas Fredy marah sama aku, Mas?" Mia kembali bersuara, tidak ingin Fakhri memenuhi ucapannya.

Bisa makin runyam nanti urusan, pikir Mia. Akhirnya ia menceritakan semua yang terjadi barusan.

"Aku takut, Mas ... aku takut kehilangan dia."

Benar saja perasaan Fakhri mendadak tidak nyaman. Sepanjang perjalanan pikirannya pun selalu tertuju pada Mia.

"Biarkan saja dulu Fredy tenang," ucap Fakhri menenangkan, meski hatinya sendiri tidak tenang. "Nanti kamu jelaskan baik-baik sama dia. Wajar kalau Fredy cemburu, itu artinya dia juga tidak mau kehilangan kamu."

Selalu dan selalu Fakhri datang di waktu yang tepat. Hati Mia kembali menghangat. Kerisauan hatinya sedikit berkurang. Tutur santun dan sikap dewasa pemuda tersebut selalu mampu menenangkan tiap kali hatinya merasa gundah.

Cemburu adalah wujud dari rasa takut kehilangan. Posesif merupakan penyakit akut yang lahir dari perasaan cemburu dalam takaran berlebihan. Fredy bukan pria posesif. Ia hanya diradang cemburu ... dan rindu.

Fakhri hanya mampu tersenyum kecut. Semua yang ia ucapkan selalu bertolak belakang dengan apa yg dirasakan.

"Makasih, Mas," ucap Mia. "Oh ya, Mas Fakhri sekarang udah sampe mana?"

"Ini baru sampai Ngantang. Mampir bentar ke masjid, sekalian ngadem. Kamu sudah salat Dzuhur, belum?"

"Hehehe ... belum."

"Ya udah sana ... salat dulu, biar hati kamu tenang. Setelah itu, jangan lupa makan terus istirahat," tutur Fakhri sebelum mengucap salam penutup dan mengakhiri panggilan.

Hatinya seperti diremas-remas. Namun, suara Mia ibarat obat mujarab yang mampu mengobati dalam sekejap. Hanya sekedip mata, luka menjelma menjadi asupan cinta. Perih bermetamorfosis menjadi untaian kasih. Maha dahsyatnya suara wanita bagi seorang pria.

Dengan perasaan yang diliputi amarah karena cemburu, Fredy melajukan kembali motornya menuju indekos sahabatnya, Christian.

Setelah menstandarkan motor, dengan langkah memburu, Fredy berjalan ke arah kamar yang terletak paling ujung. Ingin rasanya segera menumpahkan kekesalan yang membuncah dengan bercerita pada sahabatnya tersebut.

Elegi Dua HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang