37 : Rasa Takut?

42.1K 4.3K 213
                                    

Revisi ✓

Selamat membaca ❤️

•••

37 : Rasa Takut

"Lo tahu kalau Flori sakit?" tanya Dokter Raka. Ridwan terkekeh, jelas dia mengetahui, dia ayahnya.

"Flori emang udah sakit-sakitan dari dia bayi. Gue titip Flian dan Flori ke Bi Ani, karena cuma Bi Ani yang gue percaya," jawab Ridwan.

Dokter Raka tertawa terbahak-bahak, tapi dia juga mengeluarkan air mata.

Sudah dia duga, adiknya itu bodoh!

Benar-benar bodoh!

Ridwan tak mengerti, mengapa Dokter Raka tertawa?

Dan terbahak-bahak pula. Itu karena apa?

Apa dia salah bicara?

Atau ... ada yang dia tidak ketahui?

Argh! Mengapa begitu banyak masalah dan misteri di hidupnya? Mengapa?

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Ridwan tak mengerti. Dan pertanyaan itu membuat tawa Dokter Raka terganti dengan kekehan miris.

"Lo tahu Flori sakit apa?" tanya Dokter Raka mulai kembali serius. Ridwan menatap mata kakaknya yang membalas tatapannya.

"Sakit Flori belum diketahui secara pasti, tapi ... Flori selalu bolak-balik Rumah sakit untuk mengeceknya," jawab Ridwan. Dokter Raka terdiam,

Ridwan tidak tahu?

Ridwan benar-benar tidak tahu?

Ah dia ingat perkataan Dokter Riqo, "Bahkan keluarganya aja enggak dia kasih tahu, gimana elo yang bukan siapa-siapanya?" Jadi ... perkataan Dokter Riqo benar!

Tapi ... kenapa Ridwan tidak mengetahui keadaan Flori?

Flori tidak memberitahu nya?

Tapi bisa saja orang tuanya datang ke rumah sakit untuk mengecek semuanya. Kalau Dokter Riqo mencoba menutupinya, Dokter Riqo tidak memiliki hak untuk itu.

Jelas Orang tua Flori sebagai walinya lebih berhak mengetahui keadaan Flori. Jadi simpulannya ... Ridwan tidak benar-benar peduli dengan Flori.

"Salah! Lo salah! Penyakit Flori sudah diketahui dari 10 tahun yang lalu," ucap Dokter Raka. Ridwan menatap mata kakaknya, benarkah itu?

Kakaknya sedang tidak berbohong bukan?

Lagi pula apa untungnya jika Dokter Raka berbohong?

"Gak usah bercanda! Gue Papanya, gue lebih tahu itu!" ucap Ridwan.

Dokter Raka lagi-lagi tertawa mendengar penuturan adiknya ini. Dokter Raka tertawa sampai air matanya turun, entah itu air mata yang menyiratkan rasa apa.

"Hahaha, Papa Lo bilang? Papa macam apa yang enggak tahu keadaan anaknya sendiri. Sibuk mikirin masa lalu sampai-sampai mengabaikan keberadaan anak? Gue seorang Ayah, gue juga digentayangin masa lalu, tapi gue berusaha untuk jadi Ayah yang baik, tapi Lo apa hah?! Lo sebut diri Lo seorang Papa, tapi Lo sendiri enggak tahu keadaan anak Lo?! Itu yang namanya seorang Papa?!" ucap Dokter Raka murka.

Urat-urat wajah, leher, dan tangannya mulai terlihat. Dokter Raka berusaha sekuat mungkin untuk tidak kembali bermain secara fisik.

"Maksud Lo apa?! Disini gue Papanya! Lo cuma pamannya! Inget LO CUMA PAMANNYA!" ucap Ridwan. Dokter Raka kembali tertawa. Ridwan bahkan sempat berpikir jika kakaknya ada masalah dalam mental.

30 Hari Menuju Kematian [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang