14 : Pelukan Hangat

33.7K 4.7K 307
                                    

Revisi ✓

Selamat membaca ❤️

•••

14 : Pelukan Hangat

H-22 :)

Pagi ini pagi yang cukup indah, tolong tanda kutipi kata 'cukup'.

Kenapa cukup?

Karena Flori bersyukur ,dan dia tidak merasa pagi ini adalah pagi yang buruk.

Mungkin kalau orang lain akan mengatakan jika pagi ini adalah pagi buruk.

Kenapa? Lihatlah sekarang Dokter Riqo memberi tatapan mengintimidasi kearah Flori.

Mereka berada di ruangan Dokter Riqo. Seperti biasa Flori sarapan dengan makanan rumah sakit dan Bi Ani yang menyuapinya.

Dokter Riqo sarapan dengan bekal yang dibawakan Bi Ani. Dokter Riqo memberi tatapan mengintimidasi kepada Flori yang duduk di sofa bersama Bi Ani.

"Jadi itu kenapa Flori? ...." tanya Dokter Riqo mencoba bersabar menunggu jawaban. Flori maupun Bi Ani tidak ada yang membuka suara.

Sebenarnya Bi Ani mau saja memberi tahu kepada Dokter Riqo mengenai pipi Flori yang merah sebelah, tapi karena permintaan seseorang ia harus menutup mulut.

Siapa lagi orangnya kalau bukan Flori?

"Huh!" Dokter Riqo membuang nafas kasar.

Jadi seperti ini rasanya dilanda rasa penasaran?

Pantas saja Dokter Raka sangat ingin siapa pasien tangguh yang sekarang menjadi pasiennya.

Ah menyebalkan!

Ketiganya tidak ada yang membuka suara. Ruangan menjadi hening. Dokter Riqo memakan sarapannya dengan kapalanya yang menerka nerka penyebab pipi merahnya Flori.

Flori masih memakan makanannya dengan tidak niat. Bi Ani senantiasa menyuapi Flori dengan sabar karena kunyahan Flori yang lama.

Tak lama Flori selesai dengan makanannya, Bi Ani pergi untuk mengembalikan tenpat makan rumah sakit.

Dokter Riqo menatap kepergian Bi Ani hingga perlahan pintunya kembali tertutup. Ia berjalan menuju Flori dan berjongkok di depannya mengelus pipi merah milik Flori.

"Flori kenapa?" tanya Dokter Riqo halus.

Bungkamnya seorang Flori perlahan luntur.

Tembok yang dia buat untuk bungkam perlahan hancur.

Mata Flori berkaca kaca. Dokter Riqo yang melihat mata Flori yang berkaca kaca mengartikan sebuah kesedihan yang terpendam. Mata Dokter Riqo juga berkaca kaca.

"Flori sayangkan sama Om? Kenapa enggak jujur? Flori takut sama Om? Flori enggak sayang Om?" tanya Dokter Riqo berturut turut, matanya sudah berkaca kaca.

Sakit?

Perih?

Sekarang itulah yang dirasakan oleh Dokter Riqo tepat di bagian dadanya.

"Flori sayang Om Dokter ...." ucap Flori dengan bibir yang bergetar.

Satu tetes air matanya meluncur dari mata kirinya yang mengartikan kesedihan. Dengan Dokter Riqo menghapus air mata Flori yang baru saja jatuh.

"Kalo sayang, kenapa enggak mau bilang?" tanya Dokter Riqo yang juga matanya sudah berkaca-kaca. Ibu jari Dokter Riqo masih senantiasa mengelus halus pipi Flori yang memerah.

"Flori gak sayang Om ...." lirih dokter Riqo. Flori menggenggam tangan Dokter Riqo yang berada di pipinya lalu menggeleng secara halus.

Flori sangat menyayangi Dokter Riqo.

30 Hari Menuju Kematian [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang