Fiveteen

6.2K 793 234
                                    

Huhuhu

Aku mau ngucapin makasih sama kalian yang udah baca, Vote sama Commen cerita aku..

Seneng banget udah 3k. Makasih yahh tanpa readerss, penulis bukanlah apa-apa. Eyaa😂😂😂

Nikmati keabsuran dari cerita ini.

Gue berharap ada Commen disetiap paragraf😂😂

Tapi mamah bilang gak boleh pacaran.
Umur belasan harus fokus ujian.
Daripada pacaran.....
Nanti kebablasan.

Klik.

"Kirim ke Lala woy," ucap Wezen bersemangat saat selesai merekam sahabatnya, Didi.

Pemuda yang sedang memegang gitar itu mengumpat pelan melihat kelakuan sahabatnya. Hari ini memang kelasnya sedang jamkos daripada sepi dan bosan menunggu Alby lebih baik dia bernyanyi. Tapi malah sahabatnya yang pada bangsat.

"Cepu!" Seru Didi saat dia melihat pesan yang dikirim gebetannya Lala.

"Apa?" Wezen dan Janu serempak bertanya dengan senyum mengejek

"Pantes gue jomblo dari kecil," sungut Didi.

"Terus?"

"Teman gue Cepu semua!" balas Didi ngegas.

"MAMPUSS!!! ucap seluruh anak kelasnya. lalu mereka tertawa melihat Didi yang memegang dadanya lebay.

Didi menggeleng pelan, tidak sahabatnya tidak teman sekelas mereka selalu kompak kalau menistakan dirinya.

"Kita cuman mempertahankan gelar lo sebagai sadboy," celetuk Cato mengundang tawa.

"Edan."

Wezen menggelengkan kepalanya, dia tidak mempedulikan Didi yang memberengut kesal.

Api asmara yang dahulu pernah membara.
Semakin hangat bagai ciuman yang pertama.

Kelasnya mulai rusuh karena lagu yang diputar oleh Janu. Mereka semua mulai bergoyang kecuali Cato dan El mereka berdua hanya diam saja memperhatikan. Mata mereka memang memperhatikan tapi otak mereka berdua berkeliaran kemana-mana.

Detak jantungku seakan ikut irama
Karena terlena
Oleh pesona Alunan kopi

DANGDUT!!

Tidak heran memang kelasnya dijuluki biang rusuh kedua setelah kelas Aca.

Ku kenal dikau lalu jatuh cinta bagai pertama
Dan kucumbu dikau penuh kasih mesra bagai cer-

BRAKK!

Semua terdiam melihat siapa yang masuk ke dalam kelasnya. Aura kelam yang dipancarkannya tidak main-main bahkan mereka mundur perlahan lalu duduk dibangku masing-masing. Mereka masih diam bahkan untuk bergerak sedikit ataupun menepuk nyamuk yang hinggap pun mereka tidak berani.

Sepuluh menit berlalu keadaan masih saja hening, Didi yang suka keributan menyikut tangan Ken berkali-kali. Ken menatap Didi bertanya.

"Lo yang ngomong," ucap Didi berbisik.

"Ngomong apa?" tanya Ken juga berbisik.

"Terserah," bisik Didi.

Ken menggelengkan kepalanya, dia juga tidak mau.

"Lo aja."

"Lo."

"Lo."

"Lo, Ken."

Malus [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang