34 || Confess

Mulai dari awal
                                    

Dengan perasaan agak kesal Asep menoyor kepala Ersya, Revan, Andra, dan Ardi yang asal menyeletuk. "Gue pernah cerita kali."

"Kapan?" tanya Dio, namun sejurus kemudian ia mengangguk pelan seperti mengingat sesuatu yang penting. "Yang pas itu? Udah lama gila."

"Yang mana sih yang mana?" tanya Farzan tak mau kalah.

"Yang adkel."

Terkejut, Ersya langsung menoleh pada Asep dan berseru, "LAH ADKEL ITU UDAH DUA TAON YANG LALU ANJ."

"AJIGILE SI ASEP GAMON," ledek Andra dengan tawa yang menyebalkan.

"Gue kira udah pindah hati," kata Revan menaikkan sebelah alisnya.

"Ya gimana, udah netap di sana gimana mau pindah coba."

"ACIEEE ANJAAAAY."

Ardi mulai bertingkah dengan menutupi wajahnya menggunakan kedua tangan, kemudian menghujani bahu Asep dengan pukulan kecil yang terkesan genit dan menggelikan. "Aduh Aa' Asep aku maluuuu."

"Dek, gue suka sama lo. Lo harus jadi pacar gue," Farzan berbicara pada Ardi dengan notasi serius yang dibuat-buat.

Ardi menoleh dan memasang wajah terkejut yang berlebihan. "Gak dulu, lo pedopilia."

"Oalah ajege," umpat Farzan mengelus dadanya dengan tabah. "Kan kita mo ngejek si Asep, bego bener."

"Udah gagal, woi. Udah gagal," Ersya bangkit dan duduk di antara kedua orang tersebut. Kalau dibiarkan bisa jadi rusuh, lebih baik dipisahkan.

"Oh iya, seinget gue lo dikasih sesuatu sama cewek tadi. Apaan, tuh?" tanya Alfa curiga pada Ardi.

"Hah?" Ardi cengo, "Yang apaan?"

"Tisu bukan?" terka Dio.

"OHHH YANG TADI," seru Ardi heboh mengingat kejadian tadi. "Udah gue bikin ngelap ingus."

"Dih, bego."

"GOBLOOOK ITU SURAT CINTAAAAH."

"Seinget gue kata adkel tadi itu spesial dah," sahut Andra dengan kedua tangan sibuk mengibaskan headband-nya guna menghasilkan sedikit angin.

"Yang katanya spesial gak bakal ada harga dirinya kalo sama Ardi mah," balas Revan.

Ardi menunjuk Revan dan mengangguk dengan tampang songongnya. "Betul."

"Lo udah sering dapet surat gituan, Di?" tanya Dara penasaran. "Atau lo semuanya sering?" kini atensinya beralih pada mereka satu persatu.

"Dulu," jawab Dio. "Sekarang jarang."

"Loh? Kok bisa?"

"Gue pernah denger ada yang ghibahin kita," Ersya memulai cerita. Ia meluruskan kakinya sejenak dan bertumpuk pada kedua tangan di samping belakang badan. "Katanya, kita ini suka sesama cowok."

Dara langsung menganga, benar-benar tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Ersya barusan. "Sumpah? Kok bisa?"

Alfa mengangkat kedua bahunya ringan. "Kita udah bareng-bareng dari masuk sekolah, terus gandeng cewek juga jarang. Gak tau awalnya darimana, tapi tiba-tiba aja gitu si Ersya denger."

"Kalian juga, kenapa gak pernah deketin cewek sih? Kasian tau, padahal banyak cewek yang suka sama kalian. Udah gede tau, masa gak mau ngerasain yang namanya pacar? Terus juga, bukannya cowok tuh suka deketin cewek ya? Kenapa———"

"Terus lo gimana?" potong Revan langsung. "Kenapa gak pacaran?"

Mengatupkan kedua bibirnya secara spontan, Dara mendadak tak tahu harus menjawab bagaimana. Ia tidak pernah punya pikiran untuk menjalin hubungan semacam itu selama masa SMA ini. Menurutnya hal itu hanya buang-buang waktu saja.

utopia (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang