P A R T - 18

1.4K 93 6
                                    

" Menaruh ekspetasi terlalu tinggi pada seseorang adalah sebuah karya seni memahat luka. "


Sejak ajakan Garda pada waktu itu, hubungan nya dengan Inggrid semakin intens. Saling bertukar kabar melalui pesan singkat. Makan siang bersama jika waktu senggang, bahkan mereka sempat menghabiskan waktu seharian untuk sekedar keliling kota. Ya memang hanya hal-hal yang terkesan remeh. Namun sangat berarti untuk Garda. Dari Inggrid, Garda bisa merasakan banyak kesenangan.

Bahkan Garda sendiri merasa menjalani hari-hari dengan begitu ringan. Seakan beban yang selama ini dia tanggung meluap entah kemana. Garda sendiri tau ini hanyalah awalan nya saja, namun kali ini dirinya bertekad untuk memperjuangkan Inggrid. Kali ini Garda akan memilih egois untuk kebahagiaan nya. Sudah cukup orang itu merenggut semua kebahagiaan nya, tapi tidak dengan kali ini.

Sesegera mungkin Garda harus menyelesaikan masalahnya dengan pria tua itu. Garda tak ingin kehilangan orang yang di sayangi nya lagi untuk kedua kalinya. Cukup pada saat itu saja. Kali ini Garda cukup kuat untuk melawan kuasa pria tua itu. Dendam dan amarah itu kadang terus mengusik Garda, membuat nya memiliki ambisi untuk melawan. Memang tak mudah, tapi kali ini Garda yakin bisa melawannya.

Tak mau berpikir terlalu larut akan hal itu, kali ini Garda harus segera pergi. Ada hal yang jauh lebih penting di banding mengurusi tentang pria tua itu. Ya apalagi kalau bukan tentang Inggrid. Entah sejak kapan Inggrid mejadi skala prioritas di hidup Garda. Bagi Garda, seorang Inggrid itu sama pentingnya dengan kedai kopi milik nya. Jika kedai kopi itu untuk sebagai bukti kalau dirinya bisa sukses, tapi kalau Inggrid itu adalah sebuah bukti dari keajaiban yang ada di hidup nya.

Garda pun segera beranjak dari ruangannya. Hari ini Inggrid mengajak makan siang bersama. Memang sudah bukan suatu hal asing bagi mereka. Ya karena mereka sudah sering pergi makan siang bersama di sela-sela waktu, seperti sekarang ini. Garda pun dengan senang hati menerima ajakan Inggrid untuk makan siang bersama.

Dengan di temani motor besarnya, Garda pun pergi untuk menjemput Inggrid. Garda tak pernah membiarkan Inggrid untuk pergi masing-masing. Ya walau pun arah kantor Inggrid dengan kedainya berlawanan arah. Tapi itu semua tidak menjadi masalah, toh Garda juga senang-senang saja kalau menjemput Inggrid. Apalagi dirinya juga membawa motor jadi ya tak perlu takut terkena macetnya jalanan.

Hanya butuh waktu singkat untuk Garda sampai di kantor Inggrid. Rupanya Inggrid sudah menunggu nya di lobby kantor. Jadi ketika Garda datang, Inggrid pun langsung bergegas menghampiri Garda yang baru saja membuka helm nya. Inggrid pun langsung menyapanya dengan hangat. Ini lah yang Garda sukai dari Inggrid, senyum nya mampu membuat perasaan Garda porak poranda.

" Kamu udah nunggu lama, Ing?? " Sambil membantu Inggrid naik ke sepeda motor nya, Garda pun mengeluarkan pertanyaan basa-basi nya.

" Enggak kok, Mas, aku baru aja turun dan ngobrol bentar sama orang bawah. Terus kamu udah sampe aja di sini. "Jawab Inggrid sambil menggunakan helm yang Garda sodorkan itu.

" Ohh gitu, saya kira kamu udah nunggu lama kan saya takut kamu marah. " Garda benar-benar bisa membuat Inggrid kembang kempis dengan pernyataan gamblang nya itu.

" Ya ampun Mas, aku gak mungkin segitunya lah. Tahu sendiri jalanan ke sini kalau jam makan siang itu macetnya minta ampun, jadinya aku ya maklum lah. " Inggrid selalu bisa di buat garda terkekeh dengan kalimat-kalimat jujur nya itu. Cari di mana lagi memang pria seperti Garda ini, sungguh sangat langka bukan.

" Takutnya saja kamu sebal kalau di suruh nunggu dan saya gak mau kayak gitu. " Lagi-lagi ucapan Garda itu membuat Inggrid terkekeh pelan.

" Engga Mas, aku lo mana pernah marah karena hal kecil gitu. Lain kalau kamu bohong, aku bisa marah sama sebal ke kamu. " Inggrid pun dengan senang hati malah menggoda Garda. Emang dasarnya aja udah gak beres, ya makin gak beres aja ini kelakuan Inggrid.

" Sebisa mungkin saya gak akan bohong kok ke kamu, saya akan berkata jujur. " Tak disangka-sangka Garda malah menjawab gurauan Inggrid itu dengan amat serius. Hal itu lantas membuat Inggrid bersemu merah.

" Udah yuk Mas, berangkat sekarang aja takutnya nanti malah kelamaan di sini. " Inggrid benar-benar ingin menghentikan obrolan ini. Yang benar saja kini dirinya di buat gugup oleh Garda.

Garda pun langsung menuruti perkataan Inggrid. Mereka sepakat memilih makan di warung sop iga langganan Inggrid yang letaknya tak begitu jauh dari kantor. Dan untung nya Garda menggunakan motor jadi bisa terhindar dari yang namanya macet. Daerah kantor Inggrid itu sudah menjadi langganan macet di saat-saat tertentu, seperti jam makan siang. Tapi berkat motor Garda mereka bisa sampai tujuan dengan cepat.

~~~

Hampir di setiap harinya waktu Reiner di habiskan dengan berkutat dengan pekerjaan nya. Sengaja menyibukkan dirinya agar tak bertemu dengan istrinya. Reiner terlalu malas untuk ribut dengan masalah sepele. Makin hari tingkah Deana semakin membuat kepala Reiner pening. Ada saja masalah yang dibuat nya dengan sengaja.

Sama hal nya dengan pagi tadi, kalau saja Deana meminta nya tanpa keributan Reiner akan menemani nya dengan senang hati. Reiner cukup tau jika Deana juga membutuhkan kehadirannya. Tapi wanita itu malah memintanya dengan cara mengajak ribut. Bukan hanya rasa enggan, tapi Reiner merasa muak dengan semuanya.

Jadilah Reiner memilih untuk menyibukkan diri dengan pekerjaan di bandingkan menemani istrinya periksa kandungan. Biarkan saja wanita itu mengadu, Reiner sudah tidak akan peduli lagi. Entah mengapa Deana senang sekali mengungkit-ngungkit nama Inggrid di setiap pertengkaran mereka. Hal itu teramat mengganggu bagi Reiner. Dirinya tau kalau Deana itu istrinya, yang harus dia kasihi sesuai janjinya di hadapan Tuhan. Tapi berbeda dengan Inggrid yang masih menguasai seluruh hati nya. Sulit untuk sekedar menghilang kan Inggrid dari hatinya.

Bunyi telepon pun mengembalikan kesadaran Reiner dari lamunan nya. Melihat siapa penelepon pun, Reiner langsung tau kalimat yang akan keluar. Lagi-lagi Reiner tak bisa menolak. Ya orang yang menelepon dirinya itu sang Mami. Bagimana cara Reiner menolak permintaan ibunya itu. Bahkan untuk memilih kebahagiaan nya saja Reiner harus menuruti semua perkataan nya. Apalagi hal yang berhubungan dengan wanita pilihan Mami nya itu, ya pasti Reiner Lagi-lagi tak bisa menolak bahkan mengelak.

" Kamu kapan pulang, Deana sudah nunggu kamu dari tadi. Jangan coba-coba mangkir dari tanggungjawab mu. " Bahkan tanpa basa-basi terlebih dahulu sang Mami pun langsung berkata to the point.

" Iyaa Mam, habis ini Reiner pulang kok. " Akhirnya pun Reiner mengalah dari pada harus ribut dengan Mami nya itu.

" Jangan terlalu lama, kasian Deana. Jangan lupa ini juga pilihan kamu. " Mami Reiner benar-benar mengingatkan putranya akan tanggungjawab nya.

" Iya mam, Reiner tau akan hal itu. " Jawab Reiner dengan penuh kepasrahan, bahkan helaan nafas itu terdengar oleh sang, Mami.

" Kalau gitu Mami tunggu sampai kamu dateng. " Belum sempat Reiner menjawab iya, Mami nya itu langsung menutup telepon nya.

Reiner pun akhirnya meninggalkan pekerjaannya itu dan bergegas untuk pulang. Langkah nya selalu terasa berat ketika Reiner akan pulang. Rumah yang seharusnya menjadi tempat nya pulang pun terasa seperti neraka. Sungguh Reiner merasa tersiksa untuk tinggal di sana. Tapi kembali lagi mau tidak mau Reiner harus menjalani ini semua. Salahkan saja jiwa pengecut nya ini, andai saja waktu itu dirinya lebih tegas dengan keputusan nya mungkin dirinya akan hidup bahagia bersama Inggrid.

Tidak Bersama ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang