P A R T - 6

2.6K 166 4
                                    

" Terus menghindar dari masalah itu bukanlah keputusan yang tepat, karena masalah tidak akan pernah usai jika tak dihadapinya. "

Hanya berdiam diri di sudut pojok cafe ini. Bahkan Inggrid mengacuhkan hidangan yang sudah di pesannya itu. Niat hati ingin menghibur diri lagi-lagi harus lenyap tak bersisa. Tanpa Inggrid minta pikiran nya masih melanglang buana. Terfokus pada satu permasalahan yang hingga kini masih berkecamuk dalam pikirannya.

Dirinya masih bertanya-tanya di mana letak kesalahannya, hingga dirinya ditinggal kan. Jika hanya ditinggalkan mungkin Inggrid masih bisa menerima, namun kenyataannya Inggrid benar-benar di buang. Hubungan yang selama lima tahun di jalani mereka tidak berarti apa pun. Bahkan dengan gampang nya pria itu menggantikan posisinya dengan wanita lain. Berapa mirisnya hidup Inggrid ini jika ditilik kembali.

Tanpa Inggrid minta air matanya turun membasahi wajahnya. Kali ini tak ada baju yang bisa Inggrid buat sandaran. Kali ini dirinya benar-benar merasa sendirian. Dalam diam tangis Inggrid masih berlanjut. Beberapa orang di sekitar nya hanya menoleh tanpa mau mengusiknya. Hingga seorang pria jangkung datang dengan menyodorkan sebuah sapu tangan. Bahkan pria asing itu tanpa ragu membantu Inggrid mengusap air matanya.

" Jangan buang air matamu untuk hal yang sia-sia. " Bisikan pria itu di telinga Inggrid.

" Saya sendiri tidak tau alasan saya menangis. " Balas Inggrid sembari menghilangkan jejak air mata yang baru membasahi wajahnya.

" Apa tidak lelah terus berbohong seperti ini?? " Pria itu rupanya mengetahui kebohongan yang sedang Inggrid ciptakan ini.

" Saya tidak tahu. " Jawab Inggrid dengan pelan dan ragu. Kali ini Inggrid benar-benar mempertanyakan bagaimana perasaannya yang selama ini terus dirinya sangkal.

" Cobalah berkata lah jujur pada dirimu sendiri, toh percuma terus menyangkal tak pernah ada gunanya." Ucapan pria itu membuat Inggrid sadar dengan apa yang dirinya lakukan selama ini.

Tanpa ada perkenalan pria itu pergi dengan meninggalkan sapu tangan yang masih Inggrid genggam. Pria asing itu tanpa sadar sudah membuat Inggrid sadar jika selama ini dirinya hanya menyangkal. Perkataan pria itu bahkan mampu menyentil hati Inggrid yang masih bebal. Sekarang yang perlu Inggrid lakukan hanyalah jujur dengan perasaan nya. Inggrid kini tak perlu lagi menyangkal jika dirinya tak baik-baik saja. Itu yang akan Inggrid lakukan di kedepannya.

~~~

Reiner berkali-kali mencoba fokus pada pekerjaannya, namun tetap saja pikirannya masih tertuju pada masalah hidup nya. Dirinya bahkan tak pernah bisa beranjak maju. Tentang dirinya dan Inggrid masih belum usai. Masih ada hal yang seharusnya Reiner sampai kan. Tapi lagi-lagi Reiner benar-benar tak mampu untuk mengatakan hal itu. Dirinya terlalu payah jika bersangkutan dengan Inggrid.

Memang hubungan mereka sudah Reiner akhiri, bahkan secara sepihak. Namun Reiner juga sadar, hal itu akan berdampak buruk pada Inggrid. Reiner bahkan lebih memilih untuk membuat Inggrid membencinya dari pada Inggrid tetap mencintainya. Katakan saja Reiner adalah manusia paling egois. Tindakan yang dilakukan nya itu bahkan jauh membuat Inggrid lebih terpuruk.

Ketukan pintu itu membuat Reiner tersadar dari lamunannya. Dirinya beranjak dan langsung membukakan pintu pada tamunya itu. Betapa terkejut nya dirinya, saat yang datang adalah orang yang teramat dikenalnya. Bukan hanya sekedar mengenal, tapi bahkan dirinya dulu sangat akrab dengan tamunya itu. Sedangkan tamu yang datang itu memandang Reiner dengan tatapan tajam dan bibir tersungging sinis.

" Wah rupanya kau terlihat tambah baik, setelah apa yang kau perbuat. " Ucap tamu itu pada Reiner yang terdiam kaki saat ini.

" Loh kenapa diam saja, bahkan kau tidak mau menyapa MANTAN KAKAK IPAR MU ini?? " Diamnya Reiner itu membuat lawan bicaranya itu berkata lagi. Bahkan lawan bicara Reiner menekankan kata mantan kakak ipar.

" Ada urusan apa hingga kau sampai datang kemari?? " Reiner mencoba menghilangkan rasa tegangnya itu dengan menjawab pertanyaan yang di ajukan Gilang dengan setenang mungkin.

" Tidak perlu memiliki urusan hingga aku datang kemari, toh kedatangan ku hanya untuk melihat bagaimana hidup mu. " Gilang pun tak lupa melontarkan kalimat yang begitu sengak.

" Untuk apa kau mau repot melakukan itu sungguh tidak ada gunanya. " Timpal Reiner dengan nada santai, tapi tidak dengan yang sebenarnya dirinya terlalu tegang untuk menghadapi ini.

" Jika aku sampai datang kemari itu tandanya hal itu sangat penting, contohnya saja memberimu pelajaran. " Ucapan Gilang itu membuat Reiner langsung terkejut bukan main.

Reiner bukanlah lawan tanding yang seimbang, untuk seorang mantan atlet bela diri seperti Gilang. Bahkan sekedar menangkis serangannya saja belum tentu Reiner dapat melakukan nya. Apalagi jika sampai Gilang memberinya pelajaran tanpa bisa dirinya lawan. Sungguh Reiner pun langsung bisa membayangkan apa yang akan terjadi berikut nya. Dan benar saja, seperkian detik setelah Reiner terbayang hal itu bogem mentah dari Gilang langsung bersarang di wajahnya.

Pukulan dari Gilang begitu bertubi-tubi mengenai tumbuh nya. Bahkan kini wajahnya saja sudah tidak berbentuk. Sudut bibir nya saja kini sudah robek akibat mendapat bogeman dari Gilang. Rupanya Gilang belum lah puas memukuli Reiner yang kini sudah babak belur itu. Tidak hanya wajah yang menjadi sasarannya, bahkan seluruh tubuh Reiner di jadikan samsak dadakan oleh Gilang. Reiner benar-benar merasa tubuhnya sudah mati rasa karena rasa sakit yang bertubi-tubi itu. Hingga ada rekan kerja Reiner yang datang dan menghentikan aksi Gilang yang hampir membuat Reiner tewas.

Rekan kerjanya itu membawa beberapa orang untuk membantu memisahkan Gilang untuk tidak terus melakukan aksinya itu. Cukup memakan waktu lama untuk dapat menghentikan aksi Gilang. Beberapa rekan kerja Reiner pun langsung membawa Reiner ke klinik yang ada di dekat kantor mereka. Untung saja Gilang tak mengejar Reiner, jadi evakuasi Reiner jauh lebih mudah. Dengan nafas yang masih tersenggal dan tangan penuh luka, Gilang pun langsung pergi meninggalkan kantor. Masa bodoh dengan kekacauan yang dibuatnya itu, biar saja menjadi urusan si pecundang satu itu.

Tidak Bersama ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang