P A R T - 15

1.7K 104 5
                                    

" Namanya juga hidup, pasti adalah hal-hal yang gak terduga, kayak lo misalnya. "

Entah Inggrid merasa hubungan dengan Papa nya kini memburuk setelah hari itu. Bahkan abangnya pun ikut mengacuhkan kehadiran Papa nya. Hanya sang Mama saja yang bersikap biasa saja, mungkin tidak tahu akan masalah ini. Inggrid sendiri juga tidak mau memberi tahu kan nya. Toh kalau Mama nya tau pun tidak ada gunanya, kan udah terjadi juga.

Lalu yang seharusnya satu minggu liburnya ini dihabiskan dengan berleha-leha di rumah jadi batal seketika. Sehari pertama mungkin Inggrid akan menikmati kegiatan itu namun tidak dengan hari berikutnya. Ketika dirinya terdiam diri di rumah, yang ada pikirannya akan selalu tertuju pada ingatan sialan itu. Sialnya lagi air matanya pun ikut hadir di tengah kegaluan Inggrid ini, sungguh menyebalkan bukan. Jadinya di hari kedua Inggrid pun mengikuti Gilang, toh abangnya itu tidak keberatan dengan kehadiran nya.

Tapi tidak dengan hari ini, dirinya terlalu malas untuk mengikuti sang Abang. Mungkin hari ini akan Inggrid habis kan dengan keliling tanpa tujuan. Itu jauh lebih menyenangkan di banding terdiam di rumah. Lebih menyenangkan lagi Abang nya bahkan menawarkan tumpangan. Tumben sekali manusia rese itu bersikap baik.

" Lo mau kemana ini?? " Tanya Gilang sambil memakan sarapannya.

" Ke mall dulu, cari buku. " Di sela-sela makan sarapannya Inggrid menjawab pertanyaan abangnya itu.

" Tumben lo cari buku, biasanya baca yang ilegal. " Sindiran Gilang itu membuat Inggrid langsung melotot. Sekata-kata ini manusia, bisa-bisa nya ngejelekin orang.

" Dih gue kagak pernah yang kek begitu, lo kali yang kayak gitu. Sok tau banget. " Dengan juteknya Inggrid menjawab abangnya itu.

" Iyain aja dah, timbang ngambek lagi. " Gilang benar-benar menggoda adiknya itu, ada saja bahan ejekan buatnya.

Inggrid pun hanya mendengus mendengar gurauan dari abangnya itu. Heran banget dah jahil nya gak pernah habis. Untung sayang, kalau gak udah Inggrid tukar tambah tuh orang. Mereka menghabiskan sarapan memang tak perlu waktu lama, tapi yang lama tuh kalau Gilang itu udah mulai jahilnya. Bisa sampai siang kalau gak dilerai sama ibu negara. Tapi akhir-akhir ini Abang nya itu tak separah biasanya, kadang malah terkesan lebih pendiam. Namun Inggrid tak begitu menyadari perubahan itu, jadi ya dianggap biasa saja.

Hingga panggilan dari abangnya itu menyadarkan Inggrid dari lamunannya. Inggrid pun berpamitan pada Mama dan papa nya, ya walaupun dalam kecanggungan ini. Gilang yang tak henti-hentinya memanggilnya itu membuat Inggrid terburu-buru. Memang ya manusia yang satu itu paling bisa kalau bikin orang kesel. Gak jadi muji deh kalau kelakuannya kek begini. Untung saja Inggrid cepat kalau gak udah di geret itu abangnya sama pak RT, benar-benar mengganggu ketenangan sekitar.

" Lo tuh, Bang, gak bisa apa panggil pake cara normal. " Cerocos Inggrid sambil menutup pintu mobil dengan kencang, bodoamat dah kalau tuh engsel mobil nya copot.

" Kagak bisa, soalnya tenaga gue penuh jadinya juga penuh semangat. " Jawaban yang bisa membuat Inggrid emosi jiwa. Haduh emang ya orang setengah waras ini.

" Sakit emang lo ya, makanya sampe sekarang gak ada yang mau. " Dengan kesal pun Inggrid sedikit menyindir kesendirian Abang nya itu.

" Wah lo salah besar kalau itu, yang ada para cewe antri mau jadi pacar gue, lo sih mainnya kurang jauh. " Bukannya marah sang Abang malah unjuk kebolehan, memang sarap ini orang.

" Serah lo dah, minta duit Bang. " Pada akhirnya Inggrid pun menodong sang Abang.

" Nanti gue transfer, gue gak pegang duit. " Tanpa menolak sang Abang pun langsung mengiyakan, Inggrid pun langsung bersorak senang. Kapan lagi belanja novel tanpa takut duit habis.

Gilang pun hanya tersenyum dalam diam ketika melihat adiknya bersorak senang. Nyatanya membuat suasana hati adiknya membaik tak perlu susah susah, dijajanin pun langsung seneng mirip dah kayak bocah. Hampir saja mereka melewati mall yang mau Inggrid kunjungi, untung nya adik nya itu menepuk keras bahunya. Gilang pun langsung menepikan mobil di seberang jalan, sedangkan Inggrid pun langsung pergi dan mengucapkan terimakasih sambil bergerak cepat turun dari mobil. Dasar kelakuan nya gak ada yang beres.

~~~

Bangun dengan rasa pegal di sekujur tubuh, membuat Garda malas untuk beranjak dari tempat tidurnya. Aktivitas beberapa hari ini sungguh membuat remuk redam tubuhnya. Bahkan dirinya hanya bisa tidur sekitar 3 jam saja. Memang pembuatan cabang baru itu membutuhkan perhatian yang besar, tapi Garda tidak menyesal akan hal itu. Dirinya bangga dengan pencapaian yang sudah diraihnya dengan tangan nya sendiri.

Dengan teramat terpaksa Garda pun beranjak dari kasurnya. Kegiatannya hari ini adalah bertemu dengan Suplayer bahan baku kopi. Ada beberapa langganan Suplayer yang biasanya Garda pakai, namun kali ini dirinya mencoba Suplayer baru. Apalagi dengan cabang baru yang akan di bukanya, pastinya akan di butuhkan jumlah yang lebih banyak dari yang sebelumnya. Jadi dengan penuh paksaan Garda pun bergegas mandi dan mempersiapkan diri bertemu dengan agen Suplayer barunya ini.

Tak lupa Garda terlebih dahulu menghubungi Edgar untuk meng-handle cafenya. Garda memang kadang menyerahkan urusan cafenya di pegang Edgar, ya karena selain Edgar bekerja dengan nya dirinya juga salah satu orang yang mengenal Garda luar dalam. Mereka memiliki kesamaan di beberapa hal, ya termasuk dalam hubungan keluarga. Tapi di banding kan dengan Edgar, keluarga Garda jauh lebih membingungkan. Namun itu semua yang membuat mereka bangkit dan menunjukkan kalau bisa berasa di titik sekarang walaupun dengan jalan yang sangat terjal.

Kalau bicara tentang keluarga yang ada di dalam otak mereka hanyalah tentang luka. Bahkan hadir nya Garda pun tak pernah diinginkan oleh keluarga, lalu bagaimana Garda bisa berharap akhir bahagia. Lalu di suatu ketika Garda di pertemukan dengan Edgar yang hampir di ambang kehancuran. Mereka pun berkenalan, bertukar kisah, hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk sama-sama berjuang melawan keadaan. Itu semua bukanlah suatu hal yang mudah. Jatuh bangun pun mereka hadapi bersama dengan saling menguatkan. Kedekatan mereka itu sudah dianggap layaknya saudara, walaupun tak ada ikatan darah.

Disitulah mengapa Garda selalu percaya dengan Edgar. Walaupun kadang keributan juga tak luput dari kehidupan mereka. Dengan satu tujuan yang sama mereka mampu meredam ego dalam diri mereka. Karena yang mereka inginkan hanyalah merubah takdir yang tak akan pernah berubah seutuhnya. Ya karena yang dapat mereka ubah hanyalah nasib buruk menjadi nasib yang baik, tapi tidak dengan garisan takdir mereka.

Tidak Bersama ✔Where stories live. Discover now