P A R T - 9

2.4K 140 10
                                    


Ost Ben ~ Like a Dream


" Kesenanganku bukan merancang hidup bersamamu, melainkan membuat kekacauan dalam hidupmu. "

Dalam keheningan yang mencekam ini Inggrid maupun Gilang tak ada yang mau bersuara. Gilang yang berfokus pada kemudi, sedangkan Inggrid lebih memilih melihat suasana malam dari balik jendela mobil. Dalam diamnya pun mereka tau bahwa tidak baik-baik saja. Tapi lagi-lagi mereka lebih memilih aksi diam seperti sekarang.

Diamnya Inggrid itu berarti luka yang tak ingin dirinya utarakan. Sebisa mungkin dia harus menyembunyikan luka itu dengan sebuah senyuman yang memuakkan. Bohong kalau Inggrid baik-baik saja setelah mengacaukan acara Reiner. Dirinya bahkan bertanya-tanya dalam hati, apakah tindakannya itu benar? Namun dirinya cukup tau untuk tidak membenarkan tindakan yang dilakukan nya itu. Puas dengan apa yang dilakukan nya itu tidak membuat luka Inggrid membaik.

Luka Inggrid tak semudah itu bisa di hapuskan dengan menghajar Reiner. Bukan membuat luka Inggrid menjadi sembuh, namun Inggrid mengetahui fakta baru yang membuat hatinya tercabik-cabik. Bagaimana dirinya selama ini tidak sadar jika orang tua Reiner lah yang paling menentang hubungan mereka. Kenapa Inggrid baru tau itu sekarang, disaat dirinya hampir sembuh. Andai Inggrid mencoba tidak mendengar ucapan dari orang-orang itu, andai Inggrid tidak nekat mengacau. Mungkin sekarang dirinya sudah bisa tertawa tanpa beban lagi.

Menyesalinya pun tak membuat semuanya berubah. Sekarang waktunya Inggrid harus benar-benar menutup lembaran lama itu. Inggrid harus maju tanpa harus menengok lagi kebelakang. Itu yang kini harus Inggrid lakukan. Kalau dirinya masih nekat berhubungan dengan masa lalu itu namanya sebuah kebodohan yang disengaja. Karena apa pun yang bersinggungan dengan yang namanya masa lalu itu adalah petaka yang disengaja, jadi sebisa mungkin Inggrid harus benar-benar lepas dari itu semua.

Gilang yang sudah muak dengan keheningan ini mencoba mengalah. Dirinya pun dengan berat hati membuka suara untuk mengakhiri keheningan ini. Yang pertama harus Gilang lakukan adalah membuat adiknya itu menatap nya. Dirinya harus tau sebaik apa Inggrid agar dia bisa mengambil sikap. Jujur baginya ini adalah pertama kali adiknya membuat masalah yang bisa dikatakan besar. Dirinya juga bingung harus mengambil sikap apa, karena tidak mungkin dirinya langsung menyalahkan adiknya itu tanpa mendengarkan alasan adiknya terlebih dahulu. Dan sekarang dirinya harus mendengarkan penjelasan adiknya itu.

" Ing, lo gak mau jelasin semuanya? Apa gak capek lo diam aja kayak gini hmm?? " Tanya Gilang sambil tetap berfokus pada kemudi.

" Gue bingung, Bang, harus jelasinnya mulai mana. " Jawaban lirih dari Inggrid pun membuat Gilang menghembuskan nafas pelan.

" Lo bisa ceritain dari apa yang lo rasain, Ing, gue tau kok pasti lo sekarang lagi gak baik-baik aja bukan? Lo gak perlu menyangkal, toh gak ada salahnya kan berkata jujur pada diri sendiri. " Ucapan yang dikatakan Gilang itu ada benarnya.

" Gue gak tau harus ngomong apa, Bang, rasanya tuh perasaan gue tuh hancur lebur. Gue kira dengan dengan datang ke acara Reiner ini bisa bikin gue bisa sembuh, tapi nyatanya gue kayak lagi nantang maut. Bahkan kalau bisa muter waktu gue gak bakalan datang ke acara terkutuk itu, Bang... " Kalimat Inggrid terhenti dengan tangisan yang tiba-tiba hadir di tengah cerita nya. Lagi-lagi dirinya kembali terlihat rapuh di hadapan sang Abang ini.

" Ing, gue emang gak tau apa yang lo rasain saat ini, tapi gue sebagai abang lo bakal selalu ada buat dukung lo kok." Gilang baru membalas setelah menepikan mobilnya. Kini Gilang pun membawa Inggrid kedalam pelukannya. Didekapnya sang adik itu dengan erat.

" Rasanya tuh jauh lebih sakit, bang, bahkan gue kayak gak pernah nyangka bakal jadi sesakit ini. Gue kira hal ini bikin gue puas, nyatanya perasaan gue hancur nya gak kira-kira. " Inggrid yang masih menangis itu terus mengeluarkan isi hatinya. Inggrid masih merasakan semua hal yang membuat dirinya terluka. Melihat adiknya yang seperti ini membuat Gilang merasakan rasa sakit yang Inggrid rasakan.

Yang bisa Gilang lakukan sekarang adalah menenangkan adiknya terlebih dahulu. Dalam dekapan nya itu Gilang terus membisikan kalimat Inggrid pasti bisa melalui semua ini. Gilang yakin jika adiknya itu pasti kuat melalui semua hal buruk ini. Perlahan tangis Inggrid pun mulai mereda. Akhirnya Gilang bisa bernafas lega. Sekarang tugasnya membuat kepercayaan diri adiknya itu kembali. Itu adalah hal yang wajib untuk Gilang lakukan.

~~~


Tindakan spontan nya menyelamatkan gadis itu mungkin akan membawa masalah dalam hidup nya. Tapi bagi Garda itu bukanlah suatu hal yang berarti. Dirinya akan bersikap bodoamat dengan amarah dari pria yang mengaku Ayah nya itu. Pria tua itu pasti tau akan keributan yang diciptakan oleh anak tertuanya ini. Namun amarah pria tua itu bukanlah hal asing bagi Garda, dirinya bahkan sudah hapal dengan bagaimana perangai amarah pria tua itu.

Tujuannya pulang kali ini bukanlah rumah, bahkan jika ditilik pun dirinya tak benar-benar pernah punya rumah untuk pulang. Kehadirannya saja bahkan dianggap tak berarti bahkan lebih parah dirinya hanyalah kesialan yang pernah diciptakan. Kalau ditanya bagaimana dengan perasaannya, dirinya akan dengan lantang menjawab kalau dirinya tak baik-baik saja. Buat apa membohongi perasaan sendiri, itu adalah hal yang tidak ada untungnya.

Jika rumah bukan tujuannya pulang, maka tujuannya pulang adalah cafe miliknya. Di sana dirinya bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus memakai topeng di wajahnya. Bahkan dirinya tak perlu berpura-pura tersenyum pada setiap orang yang ditemuinya. Tempat ini adalah rumah bagi Garda, karena di sini dirinya bisa merasakan kehangatan keluarga yang sedari dia dilahirkan tak pernah didapatkan nya. Hanya di tempat ini saja Garda tak perlu memikirkan kerumitan dalam hidup nya.

Garda memasuki cafe dengan jas basah yang masih dikenakannya. Beberapa pekerjaannya menyapa sang bos dengan takut-takut karena raut wajahnya yang gelap itu. Namun, untung saja Garda bisa mengendalikan dirinya dari sekelebat emosi yang kini bersarang di dadanya itu. Dengan langkah pelan dirinya berjalan ke arah barista yang sudah selayaknya sahabatnya itu.

" Ed, bikinin gue minum gih, haus nih gue. " Perintah Garda pada Edgar yang sedang meracik pesanan milik pelanggan nya, namun rupanya si bos ini lagi mode perintah yang tak bisa di bantah.

" Tumben lo minta bikinin, biasanya bikin sendiri lo, Wir. " Edgar yang menyadari akan suatu yang ganjil pada bos nya itu.

" Males gue, lo gak lihat baju gue nih basah jadi ya males aja lah. " Tunjuk Garda pada bajunya yang basah itu, untung saja Edgar tak lagi bertanya lebih jauh dan lebih menuruti perintah nya itu.

Edgar yang tahu akan ketidakberesan dalam diri bos nya itu lebih memilih membuat kan teh tarik di banding racikan kopi andalan mereka. Bukan tanpa sebab Edgar berlaku demikian. Karena Edgar sudah sangat hapal dengan kelakuan sang bos ini jika dilanda masalah atau pun kegelisahan. Pasti akan terus meminum kopi sebagai penawar dari masalah yang di hadapinya. Dan itu bukanlah suatu hal yang baik, karena besoknya si bos nya itu akan tumbang karena kelebihan kafein. Aneh memang, jika orang lain akan lebih memilih mengkonsumsi Akohol tidak dengan bos nya akan lebih memilih mengkonsumsi kopi sampai dirinya tumbang. Sungguh langka bos yang satu ini, tapi Edgar tetap peduli akan kesehatan bos nya itu, jadi lah dirinya lebih memilih membuat kan teh tarik.

" Loh gue gak minta lo bikinin teh tarik, Ed, kalau lo lupa. " Protesan dari Garda itu membuat Edgar tersenyum kecil.

" Kalau gue bikinin lo kopi yang ada lo gak mau berhenti sampai pagi, Wir. " Edgar dengan berani menantang bos nya itu. Hanya dialah satu-satunya orang yang mampu mengimbangi keras kepala Garda.

" Serah lo dah. " Dengan berat hati pun Garda meminum teh tarik buatan barista nya itu. Sedangkan Edgar tersenyum puas melihat kekalahan dari bos nya yang keras kepala ini.

~~~

Sambil baca jangan lupa dengerin lagu yang ada di mulmed yaa dear. Lagunya cocok banget nih dengan part ini. Semoga kalian suka.

Tidak Bersama ✔Where stories live. Discover now