P A R T - 4

3K 171 0
                                    

" Kalau sekedar melupa saja itu mudah, kalau untuk benar-benar lupa itu yang sulit. "

Inggrid awalnya tidak sadar jika jalan yang dilewati oleh Gilang ini bukan jalan ke rumah mereka. Namun Inggrid tidak memedulikan itu awalnya, hingga mobil yang di kendarai oleh Gilang berbelok ke suatu tempat. Inggrid pun menatap sang Abang dengan pandangan bertanya, namun si pelaku hanya cuek saja dan memilih langsung turun.

" Bang, ... " Panggil Inggrid pada Gilang yang sudah berjalan dahulu memasuki cafe yang nampak ramai ini.

" Apa sih, Ing. Ayoo buruan masuk dan gak usah banyak mikir. " Tanpa tendeng aling-aling Gilang pun langsung menyuruh adiknya itu untuk mengikuti nya.

" Ngapain sih ke sini, bukannya langsung pulang aja aihhss... " Ucap Inggrid sambil tersungut-sungut.

" Lo tuh yaa sekali aja napa kagak usah ribet, masih untung lo gue jemput kalau kagak mampus lo di sana sampek malem. " Balasan dari Gilang pun mampu membuat Inggrid diam seketika.

Inggrid pun memilih membuntuti sang Abang. Suasana di sini sungguh asing buat Inggrid. Inggrid yang tidak terlalu menyukai hal yang ramai itu menganggap suasana di sini itu begitu bising. Berbeda dengan Gilang yang sudah nampak biasa saja. Gilang pun memesan beberapa makanan ringan dan pastinya kopi. Sedangkan Inggrid memilih memesan ice coklat, karena Inggrid bukanlah orang yang bisa meminum kopi.

" Ing lo yakin pesan ice coklat, gak mau latte gitu. Rugi banget lo dateng ke sini kagak pesan kopinya. " Gilang membujuk sang adik agar berganti pilihan minuman.

" Lo mau bikin gue besoknya mampus, Bang. Udah tau gue kagak bisa minum kopi lo malah ngengkel nyuruh pesan kopi. Waras lo?? " Jawaban dari Inggrid itu pun langsung membuat Gilang menepuk jidatnya. Hampir saja ia membuat sang adik ini masuk rumah sakit.

Gilang pun hanya menyengir sebagai tanda tak tau. Sedangkan barista yang mendengar percakapan itu tersenyum tanpa sadar. Hampir tidak ada pengunjung yang datang ke sini berdebat seperti mereka. Dan yang dilakukan oleh Inggrid dan Gilang ini adalah hal yang baru bagi mereka. Sungguh lucu dia orang itu, hingga membuat pemilik cafe ini tersenyum sendiri tanpa ada yang sadar.

~~~

Gilang pun memilih tempat yang lumayan jauh dari keramaian, karena tau adiknya itu paling tidak suka dengan hal hal yang berisik. Sembari menunggu pesanan mereka datang, Gilang pun sibuk dengan ponsel nya. Sedangkan Inggrid kini masuk ke dalam lamunan nya. Lagi-lagi Inggrid masih memikirkan tentang hubungan nya yang tiba-tiba harus berakhir di tengah jalan. Rasa tidak Terima itu masih terus merongrong hati kecil Inggrid.

Ya ibarat saja mereka sudah hampir melalui garis finish, namun secara sepihak Inggrid ditinggalkan. Pastinya ya tidak akan menerima itu dengan mudah lah. Inggrid butuh alasan yang kuat untuk menerima hal ini. Apalagi hubungan mereka bukan berjalan sehari dua hari, hubungan mereka tuh udah jalan lima tahun. Namun apa lah itu hal wajar jika hubungan mereka berakhir karena orang ketiga. Di saat mereka tidak pernah ada masalah.

Walaupun berakhir nya hubungan mereka karena orang ketiga Inggrid masih susah menerima hal itu. Bukan karena apa, tapi karena Inggrid itu tau bagaimana Rainer. Bahkan hubungan mereka berjalan baik-baik saja, walaupun selama lima tahun itu ya berjalan di tempat saja. Tapi mengapa harus pada tahun kelima Rainer mengakhiri hubungan ini. Kenapa tidak pada tahun pertama atau kedua.

Bohong kalau sekarang Inggrid sudah bisa lupa pada Reiner. Bahkan di pertemuan tadi pun, hati Inggrid masih mendambakan Reiner. Tapi ya mau gimana lagi, toh hubungan mereka harus benar-benar berakhir. Mau nangis kayaknya udah gak pantes lagi, toh nangis juga gak bakal merubah keadaan. Mau minta balikan pun itu tambah tidak akan mungkin, yang namanya putus ya udah berakhir, gak ada lagi tawar menawar. Ya begitulah Inggrid terikat dengan prinsipnya, walaupun hatinya menangis pilu.

Gilang yang menyadari adiknya kembali melamun pun, langsung menaruh handphone nya dan menyadarkan adiknya itu. Inggrid pun terkejut ketika Abang nya itu menepuk bahunya agak keras. Emang manusia satu itu tidak memiliki perasaan. Bisa-bisa nya memukul bahunya keras seperti tadi. Kan itu sakit, apalagi hampir saja dirinya terserang jantung.

" Lo tuh ya, Ing, gue ajak kesini tuh biar lo baikan. Eh ini bocah malah balik ngelamun. Ngelamun in apa coba, heran deh gue?? " Gilang pun mencurahkan isi hatinya pada sang adik. Sedangkan Inggrid hanya menundukkan kepalanya.

" Gue kan masih kepikiran Bang, kenapa kok bisa putus. " Inggrid menjawab dengan suara yang sangat pelan.

" Gini ya, Ing, gue tau lo sama si Reiner udah pacaran lama. Tapi selama pacaran itu lo pernah gak diajak sama si Reiner jalin hubungan ke jenjang yang lebih serius. Kagak kan?? Lo tau apa artinya, artinya tuh dia jalin hubungan sama lo itu main-main. Gue ngomong gini bukan sebagai Abang lo, tapi sebagai cowok. " Penjelasan dari Gilang itu secara tidak langsung menyadarkan Inggrid tentang semuanya. Ya benar yang di katakan oleh Abang itu, hubungan nya dengan Reiner itu tidak pernah di bawa ke jenjang yang lebih serius.

" Kenapa lo gak bilang ini dari lama, Bang... " Ucap Inggrid dengan lirih. Bahkan air matanya siap meluncur kapan saja.

" Karena gue tau, kalau pun dukungan gue bilang lo gak bakal percaya. Karena di mata lo Reiner tuh segalanya. Lo masih di buta kan sama perasaan seneng lo itu, jadi percuma." Balasan Gilang itu pun mampu membuat air mata yang berusaha Inggrid tahan itu meluncur.

Kali ini Inggrid benar-benar tak mampu menyembunyikan rasa sakit hatinya itu. Bahkan untuk pertama kalinya Inggrid menumpahkan semua rasa sakit hatinya. Gilang pun langsung membawa Inggrid kedalam dekapan nya. Yang dilakukan nya sekarang hanya menguatkan Inggrid dan menghibur adiknya itu. Masalah dengan sang mantan biar menjadi urusan Gilang di kemudian hari.

Tidak Bersama ✔Where stories live. Discover now