P A R T - 31

1.2K 69 4
                                    

" Memperbaiki sebuah hubungan itu mudah, tapi menganggap kenangan buruk itu tidak ada itulah yang akan menjadi titik terberatnya. "

Beberapa waktu belakangan ini Garda sulit sekali di hubungin. Terakhir bertemu pun saat membahas acara tayangan tentang cafe miliknya. Setelah itu kehadiran Garda seperti tidak terdeteksi. Bukan Inggrid saja yang bingung dengan ketidakhadiran Garda, tapi para pekerja di cafe nya pun ikut kebingungan. Hampir tidak pernah Garda absen untuk datang ke cafe nya. Tapi entah mengapa beberapa waktu ini bos mereka itu jarang sekali menampakkan batang hidungnya.

Inggrid sudah mencoba menghubungi Garda, bahkan Inggrid sempat kan diri untuk menengok ke kediaman nya. Tapi semua itu nihil, Garda masih tak menampakkan kehadirannya. Bukan cuma sekali dua kali Inggrid mampir ke rumah Garda. Namun hasilnya tetap sama, sang pemilik seakan menghilang di telan bumi. Inggrid memang tak berhenti sampai di situ. Menanyakan tentang Garda pada semua rekan dan orang terdekat nya pun sudah Inggrid lakukan, tapi tetap saja tidak mendapatkan jawaban yang puas.

Inggrid benar-benar khawatir dengan keadaan Garda. Seingat Inggrid, terakhir pertemuan mereka Garda sudah tak terlihat baik-baik saja. Lalu sekarang di tambah menghilang nya Garda, membuat Inggrid menjadi yakin bahwa Garda tidak dalam kondisi yang baik. Tapi sekarang Inggrid harus mencari Garda ke mana. Bahkan orang yang sudah Garda anggap sebagai keluarga saja tak tahu kemana perginya pria itu.

" Bang Ed, lo masih gak tau Mas Garda pergi ke mana?? " Tanya Inggrid pada pria yang menjadi tekan Garda selama ini.

" Kalau gue tau pasti lo langsung gue kabarin, Ing. Gue sama khawatir nya sama kayak lo, di tambah sekarang Garda menghilang. " Edgar menjelaskan dengan kekhawatiran yang sedang ia coba redamkan.

" Lo gak tau lagi gitu tempat yang paling mungkin Mas Garda datengin?? " Inggrid masih mencoba mengkorek informasi dari rekan Garda ini.

" Entah ya, Ing, tapi tunggu... " Edgar mencoba mengingat-ingat tempat yang paling mungkin untuk Garda datangin. Dan ya dirinya baru ingat akan hal itu.

" Gue inget, Ing, biasanya Garda datengin rumah peninggalan bundanya, letaknya ada di pinggiran kota. " Untung saja Edgar tidak jadi melupakan akan hal penting itu.

" Lo tau alamat nya gak, Bang, kalau tau share location ke gue. " Pinta Inggrid dengan penuh harap.

" Sebentar gue cari dulu, seinget gue Garda pernah kasih tau alamatnya. " Sambil mengubek-ubek ponselnya. Tak berselang lama alamat yang sedang di cari nya itu ketemu dan langsung Edgar kirimkan pada Inggrid.

" Thanks, Bang, besok gue coba cari ke sana. " Ucap Inggrid pada Edgar.

" Iya, Ing, sorry gue gak bisa ikut bantu lo. Tahu lah gimana sibuknya ngurus nih cafe. " Sebenernya Edgar ingin ikut mencari Garda, tapi tanggungjawab yang ia emban di sini jauh lebih berat. Jadi Edgar mengurungkan hal itu.

" Santai aja, Bang, lo urus aja cafe ini sampe yang punya balik. " Jawab Inggrid dengan pelan. Edgar pun hanya membalasnya dengan anggukan saja.

Lalu setelah nya Inggrid pun langsung pamit pergi pada Edgar. Karena Inggrid tak bisa terlalu lama di sini, masih ada urusan yang harus Inggrid selesai kan. Dalam hati Inggrid berharap semoga kali ini dia dapat menemukan Garda. Semoga pencariannya esok hari tak berakhir sia-sia.

~~~

Menghilang dari peredaran adalah cara Garda untuk menenangkan jiwa nya. Bayangan mengerikan dari masa lalu nya itu hadir silih berganti. Bersama dengan hadirnya mimpi buruk yang selama ini ingin Garda lenyap kan. Tapi nyatanya semesta seakan bermain-main dengan kehidupannya. Baru saja Garda mencicip manis nya kehidupan, harus kembali di hadapkan dengan realita mengerikan yang ada di depan mata.

Harusnya Garda tak pernah takut akan masa lalu nya, toh dirinya sudah tak lagi bergantung pada keluarga itu. Namun itu semua tak semudah apa yang Garda bayangkan. Melepaskan diri nya dari keluarga itu tak pernah semudah membalikkan telapak tangan. Bahkan pemberontakan yang Garda lakukan tak pernah bisa membuat nya lepas. Katanya dendamnya pada Garda tak pernah bisa lepas sampai ajak menjemput nya. Sungguh kejam bukan orang yang selama ini menyebut dirinya keluarga.

Alasan mereka membenci Garda sungguh tak masuk akal. Jika tak pernah menginginkan kehadirannya maka tak perlu membuat Garda ada. Tapi yang di lakukan malah sebaliknya. Ironis memang, kalau kehadirannya tak dinanti buat apa dia ada di dunia ini. Untuk merasakan pahitnya hidup yang penuh dengan kejamnya kenyataan. Atau menanggung beban luka yang tak pernah ia tahu akan sebab nya. Nyatanya luka dari orang yang Garda sebut keluarga itu benar-benar menganga, terbuka lebar tanpa pernah di sembuhkan.

Mereka terus saja membuat Garda terpojok dengan kenyataan. Tak pernah di berikan kesempatan untuk mengeluarkan pendapat nya. Jangankan untuk berpendapat, dia saja di paksa untuk tetap bungkam menutupi semua kekejaman wanita jahanam. Semua orang seakan menutup mata dengan keadaannya, seakan Garda tak begitu berharga kehadirannya. Menciptakan jurang pemisah antara Garda dengan orang sekitar nya. Karena hadir nya saja tak pernah di akui dalam keluarga yang dia miliki.

Beberapa kali Garda mengupayakan keadilan untuk dirinya. Namun semua itu tak pernah di dengar. Keluhannya seperti tak ada artinya di hadapan ayahnya. Pria tua itu seakan tuli dengan semua rintihan penderitaan nya. Tak pernah mempedulikan kondisinya yang begitu mengenaskan. Mengagungkan amarah yang tak pernah padam di hatinya, untuk Garda menyesali kehadirannya. Dan ya, pria tua itu sukses menghancurkan Garda hingga ke dasar.

" Kau tak menyambut kedatangan ku ke sini, putra ku. " Sindiran pria tua itu tak dapat merubah raut wajah Garda yang kini nampak tenang.

" Untuk apa saya menyambut kedatangan anda, kalau di sini kedatangan anda tak pernah di harapkan. " Garda membalas perkataan Ayah nya dengan begitu sarkas.

Pria tua itu bahkan tak segan melayang kan tangannya untuk memberi pelajaran pada anaknya ini. Namun sebelum tangan pria tua itu menyentuh wajah Garda, dengan sigap Garda menangkap dan menangkis pukulan dari ayahnya ini.

" Tak berubah, anda selalu mementingkan emosi anda di bandingkan membicarakan nya baik-baik. " Sindiran Garda pada ayahnya ini.

" Anak kurang ajar, sangat tidak tahu diri, sungguh sama persis dengan wanita murahan itu. " Kali ini pria tua itu sungguh keterlaluan. Bagaimana bisa mengatakan hal sekasar itu tentang ibu Garda, sangat tidak tahu diri.

" Harus nya anda yang berkaca bukan malah mengatai orang lain. Di sini pria yang tidak setia itu anda, tapi anda malah mengatai bunda seperti itu. Sungguh berbanding terbalik bukan?? " Garda mengatakan dengan nada tenang pada pria tua di hadapan nya ini.

" BRENGSEK, BERANI SEKALI KAU.." Teriak pria itu sebelum melayang kan bogeman pada Garda.

" Melihat emosi anda yang meluap-luap seperti ini, langsung membuat semua orang tahu jika yang saya katakan adalah kebenaran. " Garda menjawabnya sambil mengusap darah di sudut bibir nya.

" Anak tidak tahu diuntung, harusnya kau tak pernah dilahirkan oleh wanita murahan itu. " Perkataan kasar itu sungguh sangat melukai Garda.

" Saya tak pernah meminta untuk di lahir kan, itu pilihan anda yang membuat saya hadir di sini. Lalu sekarang anda mengungkit tentang penyesalan anda itu. Di sini yang patut di salahkan siapa, saya yang tak pernah meminta di lahir kan atau diri anda sendiri yang membuat saya hadir di sini? " Tanya Garda pada pria tua ini.

Pria itu hanya diam tak menjawab pertanyaan yang Garda ajukan. Bahkan pria tua itu tak dapat memikirkan jawaban dari keluhannya sendiri. Sangat miris bukan orang yang menjadi ayahnya ini. Selalu mengungkit tentang kehadirannya, tapi dirinya sendiri lah yang membuat Garda hadir. Lalu melimpah kan semua kesalahan nya pada orang lain. Hal itu lah yang selalu ayah nya lakukan. Membuat dirinya tetap sempurna dan mengkambing hitamkan orang lain atas semua kesalahannya.

Tidak Bersama ✔Where stories live. Discover now