03

62.9K 3.5K 49
                                    

Balik lagi. Dari aku yang rindu 50% dengan suasana waktu cadaver, dan 100% untuk pembimbingnya.

Happy reading ....

✨✨

Suasana grup semakin rame, entah apa yang sedang dibahas. Ternyata setelah menggulir isi tumpukan chat tersebut, ternyata megenai titik kumpul nantinya.

Aku hanya bisa terkekeh melihat pesan mereka, tapi bener juga. Pasti nanti jamnya ngaret. Aku termasuk orang yang tipenya tidak mempersiapkan apa apa, sekalipun ada ujian malamnya belajar besoknya ujian. Tapi malam itu pun harus bisa di kuasai, jiwa SKS ku sudah dimulai tertanam benihnya sejak SMA. 


Setiap bulan, ada jadwal rutin yang harus aku antar ke rumah sakit, yaitu Nenek. Untuk melakukan kontrol mengenai kesehatannya. Faktor usia, pasti ada saja keluahan yang dialami beliau. Untung mengantarnya, kami menggunakan jasa grab car. Berhubung kami belum diberi rizki untuk membeli mobil, keluargaku tergolong keluarga menengah kebawah. Tetapi Alhamdulillah, sampai saat ini keperluan bisa tercukupi. Semoga suatu saat, kami bisa diberi amanah untuk memilik mobil agar lebih leluasa jika pergi kemana pun. Tidak takut hujan lagi deh.

Untuk keseharian ku, aku hanya menggunakan motor. Lebih hemat jika menggunakan grabcar akan banyak pengeluaran yang dihabiskan, sayang sekali untuk aku yang serba pas-pasan, selain itu motor juga punya kelebihan kok salah satunya bisa terhindar dari macet dan tentunya untuk meminimalisir waktu yang terbuang di jalan.

Aduh alasanku terlalu banyak ya, apa pun itu harus disyukuri dong🙌

✨✨✨

Dirumah sakit

Suntuk menunggu nenek yang masih berada di dalam ruangan untuk di periksa, aku pergi menuju kantin rumah sakit dulu. Entah dari tadi cacingku tidak henti hentinya bunyi, karena dari rumah aku tidak sarapan juga akhirnya mereka demo. Cukup DPR saja yang di demo, perutku jangan.

Lafalku didalam hati sembari mengelus  perutku ringan. 

Jika mengelus perut ku seperti ini, aku berasa seperti mengelus ada bayi di dalam sana. Aku tertawa kecil sendiri, teringat dengan cita cita dulu kelas 2 SMA. Sempat berfikir buat nikah muda, jika di ajak nikah dengan lelaki yang sempat aku ceritakan singkat tentangnya. Tapi apa daya, yang ada malah di kasih serpihan kaca, paku, cabe dan sebagainya, di tambah lagi trauma yang tidak kunjung hentinya.

Trauma? Hm benar aku trauma. Jika kenal orang baru, rasanya orang itu akan tetap sama dengan masa lalu.

Entah sudah berapa lawan jenis teman dekatku, diantara mereka semua hanya bertahan  semingguan, terus nanti aku yang ilfeel duluan. Yang pasti perasaan hawatir itu masih melekat.

Aku sering ngeluh jomblo, baik itu ke teman temanku,  dan kepada sang pencipta. Teman teman ku kupingnya sudah sampai mengeluarkan asap, dengan keluhan ku yang setiap bertemu atau sekedar chat, hanya  mengeluh ingin memiliki pacar. Tapi giliran ada yang ngedeketin, akunya yang ngejauh dan anehnya sedikit ifleeb. Iya, karena nggak srekk gimana mau di lanjutin.

Menunggu pesanan yang tak kunjung datang, tiba tiba ada anak kecil yang berlari di depan meja tempat dudukku. Tepat ketika aku melihatnya dia terjatuh, spontan aku langsung beranjak dari tempat dudukku dan menggendongnya. Oh jiwa ke ibuan ku sudah mendarah daging sejak dulu. Jadi jangan heran.

Tatapan heran dari orang orang di sampingku bisa aku pahami, mungkin mereka mengira sekarang ini aku adalah ibu dari anak kecil ini.

 Aku tidak menyalahkan persepsi orang, karena banyaknya orang yang nikah dibawa umur, begini lah akibatnya. Semua yang berbau anak dan ada orang dewasa dikit di sampingnya pasti dikira itu adalah ibunya.

Suamiku Dokter ( Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang