Bab 11 : Antara dia dan pembenciku

32.5K 2.8K 297
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Budayakan vote sebelum membaca, perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis ❤

*Happy reading*

***


Cara paling mulia mengalahkan kebencian adalah dengan memaafkan terlebih dahulu. Kemudian balaslah dengan kebaikan. 

***

"Mas, aku duluan ya?"

Shubuh itu kami berbarengan berhenti tepat di pintu kamar mandi sambil membawa handuk masing-masing. Dari kemarin dia selalu pertama masuk kamar mandi hingga membuatku telat turun ke bawah, tetapi sekarang aku tidak ingin mengalah. 

"Peraturannya, siapa yang bangun lebih awal, dia yang menang," katanya dengan tatapan seperti menggoda. 

"Please, kali ini aku duluan. Kebelet banget lhooo, udah dipucuk soalnya ini. Nanti kalo aku ngompol gimana?" alibiku seraya memegangi erat celana piyama yang kukenakan saat ini. 

"Kamu mau buang air kecil?"

"Iya!" jawabku cepat, "Aduhh!"

"Cepat buruan masuk!"

Mendengar seruan darinya, aku langsung berlari memasuki kamar mandi. Membungkam mulut rapat-rapat agar tidak meledakkan tawa. Maafkan aku Pak Amir, aku berbohong. 

Setelah beberapa menit ... 

"Kayla?" Dirinya mengetuk pintu dan memanggilku, "Masih lama?"

"Masih belum, Mas," jawabku. 

"Bentar lagi udah kok ...," imbuhku saat suaranya tidak terdengar lagi, "Tinggal pake baju terus selesai."

Tak lama kemudian aku memutar knop pintu dan menariknya hingga pintu terbuka. Aku terkejut saat pemandangan pertama yang aku lihat adalah pria tampan yang sudah bertelanjang dada, memperlihatkan roti sobek yang sungguh memikat siapapun juga. Aku melewatinya tanpa menatap sosoknya. 

"Besok ingin mandi denganku?"

Mataku membulat sempurna dengan jantung terpompa kencang. APA? MANDI BERSAMA? AAKH!

"Bercanda," pungkasnya sebelum akhirnya memasuki kamar mandi. 

"Alhamdulillah ...." Aku menghela napas lega sambil mengelus-elus dada. Memejamkan mata sejenak kemudian membukanya dengan perasaan tenang. 

"Kayla?" 

Aku berteriak kaget, "NGGAK MAUUU!" Refleks aku terdiam sendiri membalikkan badan menatapnya yang sudah menautkan alis kebingungan. 

"Kenapa?" Aku hanya menggeleng dengan raut wajah gugup, "Aku hanya ingin minta tolong untuk ambilkan handuk berwarna biru disana." 

Astaga, kenapa aku terlihat bodoh dan se-memalukan ini! Allahurobbi ... MALU, MALU, MALU!

Aku tersenyum meringis, "Oh, hehe. I-iya handuk ya? Iya bentar." Akhirnya aku berjalan 'tuk mengambil handuk miliknya. 

Setelah kuserahkan padanya, aku terhipnotis sejenak menyaksikan senyuman tipis di bibirnya, "Terima kasih." Oh sungguh, senyumannya. Aargh!

Di depan kaca aku sibuk menarik resleting gamis merah maroon yang sedang aku kenakan. Aku benar-benar kesulitan sampai menegakkan badan dan menahan napas. Namun, tiba-tiba ada yang menarik resleting sampai keatas hingga punggungku tertutup sempurna. 

Mutiara Dalam CangkangTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon