Bab 10 : Seimbang

34.7K 3.1K 297
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Budayakan vote sebelum membaca, perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis ❤

*Happy reading*

***


Kita tidak akan bahagia dengan seribu kedudukan. Cukuplah satu cinta yang hadir, itulah warna kebahagiaan yang sebenarnya

***

"Selamat atas pernikahannya Tuan Amir dengan Nyonya Kayla!"

Di perusahaan Elfathan yang seperti hotel bintang lima ini beberapa karyawan dan seluruh asisten hingga rekan kerja pak Amir memberikan ucapan selamat atas pernikahan kami, pernikahanku dengan CEO yang mempunyai semua aset perusahaan ini. Sungguh, segalanya masih seperti mimpi, aku masih tidak percaya diriku telah menjadi istri dari tuan Amir Malik Elfathan. Pria yang jelasnya menjadi dambaan bagi setiap kaum hawa.

Mereka semua tersenyum hangat sembari menunduk hormat.

"Tuan Amir, semua makanan sudah siap!" satu karyawan laki-laki bersuara.

Pak Amir mengangguk kharismatik, "Terima kasih."

"Serasi ya? Tuan Amir ganteng eh istrinya juga cantik banget. Jadi iri bangeeet!"

Di tengah kami berdua berjalan di koridor kantor, suara bisik-bisik satu karyawan perempuan kepada temannya terdengar oleh kami. Spontan aku maupun pak Amir langsung bertatapan, sebelum akhirnya aku tertawa kecil sedangkan pak Amir hanya menerbitkan senyuman sangatlah tipis.

Menyadari bahwa bos beserta istrinya mengetahui, lantas karyawan perempuan itu seketika berekspresi malu sambil meringis seperti minta maaf.

Tiba-tiba saja pandangan kami menyerobok lurus hingga seketika tawaku pun berhenti. Merasa canggung akhirnya kupalingkan wajah ke arah lain, sungguh tatapannya itu membuat jantungku berdebar-debar. Mungkin dulu aku yang sering sembunyi-sembunyi menatapnya tapi kini aku sendirilah yang berusaha menetralkannya saat ditatap.

"Kenapa berusaha menyembunyikan wajah di depanku?"

Aku terhenyak hingga berani untuk menoleh seolah ucapannya barusan itu salah. Kan, aku malu. "Siapa yang berusaha untuk menyembunyikan? Tidak menoleh bukan berarti sedang menghindari tatapan seseorang, kan?" tanyaku bersamaan dengan senyuman samar. Ah, kenapa aku jadi pandai? Hehe.

"Tatapan seseorang?" tukasnya bingung hingga mengerutkan keningnya, "Aku tadi memberikan pertanyaan yang kurasa cukup biasa tetapi kenapa kamu menjawabnya lebih dalam? Karena tatapanku?" lanjutnya lagi dengan timbul senyuman tipis di wajah menawannya.

Aku terjebak! Bukan aku yang pandai, namun aku yang ceroboh dalam menjawab. Dia yang pandai, astaga!

"Kenapa anda terlalu percaya diri pak Amir?" Aku mencetak sebuah senyuman karena aku ingin menang.

Terkekeh, iya. Detik ini menjadi saksi bahwa pria itu sedang terkekeh sebab perkataanku. Dahiku berkerut keheranan, adakah yang salah dari ucapanku? Tidak, kan?

"Kenapa?" tanyaku padanya.

Dia menggeleng kemudian menatapku lebih lekat hingga jantungku berdetak lebih kencang, "Aku tadi hanya bercanda. Kenapa kamu justru menanggapinya dengan serius? Jadi ... Benar?"

"Hm? Apa?"

"Yang tadi."

"Yang tadi?" Aku berfikir lebih jernih, "Maksudnya?"

Mutiara Dalam CangkangWhere stories live. Discover now