Bab 7 : Dia dan Cincin permata

31K 3.6K 328
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Budayakan vote sebelum membaca, perbanyak komentar untuk mengapresiasi penulis 🥰

Siap-siap teriak heboh di part ini 🤣

*Happy reading*

***


Kedatangannya menyelipkan teka-teka di hidupku, penuh tanda tanya disegala perilakunya. Perginya sudah cukup membuatku patah hati, namun kehadirannya saat ini juga semakin membuatku mengumpulkan ribuan pertanyaan. 

***

Lelaki yang berhasil membuatku tertarik padanya, lelaki yang telah menghadirkan rasa kecewa sebab cintanya tak mungkin aku miliki. Namun, saat di bawah bintang-bintang indahnya malam ini, benakku dipenuhi tanda tanya mengenai kedatangannya yang cukup mengejutkan. 

Kini aku mulai menyadari bahwa sumber kekecewaan itu benar-benar datang akibat berharap kepada manusia. Dan diriku semakin yakin jika mengharapkan apapun hanya kepada Allah maka tiada lagi kata kecewa, hilang sudah rasa sakit hati. Karena sang illahi Rabbi adalah tempat pengharapan terbaik, sang maha kuasa yang menentukan takdir terbaik teruntuk semua makhluk-Nya.

Tanpa sadar kami saling bertatapan lumayan lama, seketika itu refleks aku langsung mengalihkan pandangan ke arah lain. Meskipun kehadirannya masih membuatku tidak percaya namun sebisa mungkin aku harus berekspresi seolah tidak terjadi apa-apa.

"Hai, pak Amir?" sapa Zahra sambil melambaikan tangannya.

Sedari tadi aku terdiam seperti orang bodoh, sibuk berpikir panjang tentang kedatangannya. Pertanyaannya itu untuk apa dia kemari? Tujuannya? Bukankah harusnya dia sudah berada di Jerman? Lalu sekarang, di malam takbiran ini aku justru terkejut oleh kehadiran sosok pria yang katanya sudah pergi dari negara ini.

"Tumben pak Amir kesini?" sela Anisa.

"Tidak boleh merayakan malam takbiran disini?"

Hah! Apa maksudnya? Merayakan malam takbiran disini?

"Oh, de-dengan senang hati pak Amir. Kami akan sangat senang jika pak Amir merayakan bersama kami iya, kan Kay," jawab Anisa sambil menyenggol sikutku.

"Oh, i-iya dengan senang hati," kataku sambil memberikan senyuman palsu.

"Wah! Anak-anak pasti bahagia nih kalo tahu pak Amir merayakan malam ini bersama mereka," timpal Zahra.

Aku hanya memusatkan pandangan pada anak-anak panti yang sedang tampak bahagia dengan berlarian kesana kemari, tertawa riang bermain tiada lelah untuk merayakan malam kebahagiaan. Duh, bingung deh rasanya. Mau nengok tapi jual mahal, tapi kalo nggak nengok entar dikira aku kenapa lagi. Entahlah!

"Boleh berbicara sebentar dengan Kayla?" tanyanya tiba-tiba.

Tepat lisannya bersuara, detik itu juga aku terperangah. Kini wajahku menoleh kearahnya dengan tatapan bingung, ingin berbicara padaku? Niatnya untuk menghindari tetapi ternyata diriku justru malah memasuki zona menyakitkan sebab dia ingin berbicara padaku.

"Boleh kok pak. Silahkan! Tidak masalah," jawab Zahra sambil tersenyum manis ke arahku.

"Lama juga nggak papa. Kami tidak keberatan sama sekali, ikhlas banget pake ridho juga," sela Anisa hingga aku langsung memberikan tatapan sinis.

Mutiara Dalam CangkangWhere stories live. Discover now